Formulasi Proses Industri Kecil Kimia

Cara Pembuatan Lem Putih
Dalam pasaran lem putih bisa dikemas dalam botol plastic, namun yang paling banyak adalak dalam kemasan kantong plastic.Bahan dan FormulaFormula lem putih Basis berat :
Polyvynil Acetat ( PVAC ) 55 % solid………. 29,1 %
Polyvynil Alkohol ( PVA )………………………….. 3,6 %
Dextrin………………………………………………… … 10,9 %
Resol 65 %………………………………………………. 25,5 %
Air …………………………………………………………..30,9 %
Cara pembuatan

– Campurkan air dan dextrin secara perlahan
– Panaskan sambil dilakukan pengadukan secara kontinyu sampai suhu 70 °C
– Suhu agar benar-benar dijaga pada suhu reaksi 50 – 60 C
– Setelah mencapai suhu reaksi tambahkan dengan sebagian air
– Masukkan PVA secara bertahap dan diaduk. PVA sukar larut
– Apabila larutan telah tercampur sempurna, tambahkan air sisa
– Dan tambahkan juga Resol 65 %

Cara Pembuatan Pembersih Kaca
Bahan dan formulaFormula pembersih kaca berbasis prosentase berat :IPA ( Iso Propil Alkohol )……………………………….20,0 %
Methanol……………………………………………………..0,1 %
NH4OH ( Ammonium Hidroksida )…………………..0,1 %
Emal……………………………………………………………0,1 %
Parfum sesuai selera
Pewarna sesuai selera
Sisanya adalah air sampai………………………………100 %.
Cara Pembuatan

– Campur dan larutkan Emal secara perlahan-lahan dalam 1/10 air yang digunakan
– pengadukan benar-benar perlahan jangan timbul busa, lakukan sampai benar-benar merata
– setelah merata tambahkan NH4OH, Methanol dan IPA secara perlahan
– Setelah semuanya larut tambahkan sisa air sampai habis
– Masukkan pewarna dan parfum sesuai selera
– Masukkan dalam kemasan plastic atau botol.

Cara Pembuatan Softener (Pelembut Pakaian)
Komposisi membuat softener:
Softener flake 50 g
Air panas 1000 cc
Air dingin 500 cc
Fisative/pengikat 5 cc seperti gliserin atau yang lain
Parfum (ekstrak) 5 cc
Alkohol 5 cc
Cara membuat :

Tahap I :

Ambil 1000 cc air masukan ke dalam panci dan panaskan sampai mendidih, masuk softener flax 50 g kedalam air mendidih tersebut.
Kecilkan apinya, aduk camuran diatas sampai homogen(larut), angkat pangi dari pemanas, tambahkan air dingin 500 cc., biarkan gampuran tersebut dingin.
Tahap 2 :

Ambil gelas masukkan fisative 5 cc + alkohol 5 cc+ Parfum 5 cc campur sampai merata
Tahap 3 :
Campurkan hasil tahap 1 dan tahap 2 aduk sampai merata
Cara Pembuatan Sabun Transparan
Komposisi pembuatan sabun transparan:

1. Minyak kelapa 100 ml

2. NaOH Farmasetis

3. Asam stearat

4. Alkohol 70% 80 ml

5. Gliserin secukupnya

6. TEA

7. Parfum secukupnya

8. Pewarna secukupnya

9. Air

Peralatan yang dibutuhkan : Wadah, pengaduk kayu, kompor dan termometer ( Rp. 20.000an aja )

Cara Membuat Sabun mandi Transparan:

1. 100 ml tuangkan ke wadah dan dipanaskan

2. NaOH secukupnya + 50 ml air

3. (1) + (20) aduk rata suhu tetap stabil ( sekitar 15 menit )

4. Asam stearat dilelehkan dengan wadah ditutup

5. (3) + (4) aduk rata hingga homogen

6. (5) + alkohol aduk rata

7. (6) + TEA aduk rata

8. (7) + Gliserin aduk rata dengan tetap dipanaskan selama sekitar 5menit, setelah jernih diangkat dan

diamkan agak dingin.

9. (8) + Pewarna secukupnya

10. (9) + Parfum secukupnya

11. Tuangkan ke dalam cetakan, diamkan semalam, sabun akan mengeras dengan sendirinya

12. Angkat dari cetakan atau dengan membalikkan cetakan, sabun akan terlepas dan siap dikemas

Catatan:

Hasil sabun PH sekitar 9 ( Standar PH 8-10) atau untuk menurunkan PH dengan menambahkan asam stearat, tektur sabun halus, busanya banyak, tingkat kekerasannya standar seperti sabun pada umumnya.

Untuk cetakan sabun kita bisa menggunakan cetakannya agar-agar atau kita membuat cetakan sendiri ataupun pesan cetakan sabun pada yang ahlinya dengan cetakan yang unik.

Cara Pembuatan Sampo Anti Ketombe
Analisa bahan sampo anti ketombe adalah semua bahan-bahan yang dipakai standard kosmetik dan aman. Untuk itu akan kami bahas masing-masing bahan dari segi fungsinya. Kami akan membatasi beberapa bahan saja, karena bahan yang lain sudah di bahas pada artikel sampo hotel.

1. Pearl concentrate berfungsi untuk menambah keindahan sampo ( sampo mutiara.

2. Zinc pyrithione berfungi untuk mencegah dan menghilangkan ketombe atau menggunakan ketoconazole, asam salisilat, selenium sulfida dll.

Komposisi sampo anti ketombe

1. Sodium Chloride 40 gr

2. Ultra SLES

3. Foam Booter C-KD secukupnya

4. Lexaine-C secukupnya

5. Polyquat

6. Zinc Pyrithione

7. Trilon

8. Carboxylic Acid

9. Pearl concentrate

10. Lexgard 2,2 cc

11. Pewarna secukupnya

12. Parfum secukupnya

13. Aquadest

Peralatan yang dibutuhkan : wadah, pengaduk dan takaran.

Prosedur pembuatannya:

1. Sodium chloride 20 gr + Ultra SLESS aduk rata sampai putih

2. ( 1 ) + 3/4 dari aquadest sedikit demi sedikit aduk rata

3. ( 2 ) + Foam booster C-KD aduk rata

4. Lexaine C + Polyquat aduk rata di wadah lain

5. ( 3 ) + ( 4 ) aduk rata

6. ( 5 ) + Pearl concentrate aduk rata

7. ( 6 ) + Zinc pyrithione aduk rata

8. ( 7 ) + Lexgard P aduk rata

9. Carboxylic acid + Aquadest aduk rata

10. ( 6 ) + ( 7 ) aduk rata

11. Trilon + sisa aquadest aduk rata + sisa sodium chloride aduk rata

12. ( 8 ) + ( 9 ) sedikit demi sedikit aduk rata

13. ( 10 ) + Pewarna aduk rata

14. ( 13 ) + Parfum secukupnya aduk rata

15. Diamkan beberapa jam dan siap dikemas

Sebagian sumber di ambil dari Agoes Ramdhanie

Cara Pembuatan Sampo Mobil
Komposisi sampoo mobil busa warna

Texapon 1kg
Sodium sulfat secukupnya
Camperlan secukupnya
Gliserin secukupnya
EDTA 20 gram
propilin glikol secukupnya
Parfum secukupnya
Pewarna khusus
Air 10 liter
Siap di kemas
Alat yang dibutuhkan : Ember, Gelas ukur plastik (literan), Gelas ukur kaca (cc), pengaduk kayu.

Cara Membuat sampoo mobil :

Texapon + sodium sulfat diaduk sampai memutih
(1) + beri air sedikit demi sedikit sampai 6 liter
(2) + camperlan aduk sampai mengental
(3) + tambahkan lagi air 2 liter aduk sampai homogen
(4) + sodium sulfat aduk rata
(5) + Gliserin aduk rata
(6) + (EDTA larutkan dalam 100 ml) aduk rata
(7) + air 1,9 liter aduk rata
(8) + Pewarna khusus aduk rata
(9) + ( Parfum + Propilin glikol) aduk rata
Diamkan beberapa saat & siap dikemas
***

Komposisi sampoo mobil biasa

Texapon 1kg
Sejenis garam tertentu
Fisative
Parfum
Pewarna
Air
Alat yang dibutuhkan : Ember, Gelas ukur plastik (literan), Gelas ukur kaca (cc), pengaduk kayu.

Cara Membuat sampoo mobil :

Texapon + Sejenis garam diaduk sampai memutih
(1) + beri air sedikit demi sedikit sampai 6 liter
(2) + Sejenis garam aduk sampai mengental
(3) + tambahkan lagi air 2 liter aduk sampai homogen
(4) + Sejenis garam aduk rata
(5) + sisa air aduk rata
(6) + Pewarna aduk rata
(7) + ( Parfum + Fisative) aduk rata
Diamkan beberapa saat dan siap dikemas
Cara Pembuatan Shampo Hotel
Analisa Bahan

1. ULTRA SLES ( Sodium Lauryl Ether Sulfat ) sebagai pembusa terbanyak

2. Sodium Chloride untuk membantu Ultra SLES mudah larut ke air dan pengental

3. Lexgard sebagai pengawet

4. Polyquat untuk melembutkan rambut

5. Lexaine C ( Cocamido propyl betaine ) untuk mengurangi iritasi pada kulit

6. Bahan-bahan yang lain sudah di bahas

Komposisi pembuatan sampo hotel:

1. Sodium Chloride 50 gr

2. Ultra SLES 120 gr

3. Foam Booter C-KD secukupnya

4. Lexaine-C

5. Polyquat 30 – 60 cc

6. Trilon

7. Carboxylic Acid

8. Lexgard 2,2 cc

9. Pewarna secukupnya

10. Parfum secukupnya

11. Aquadest

Peralatan yang dibutuhkan : wadah, pengaduk dan takaran.

Prosedur pembuatannya:

1. Sodium chloride 25 gr + Ultra SLESS aduk rata sampai putih

2. ( 1 ) + 3/4 dari aquadest sedikit demi sedikit aduk rata

3. ( 2 ) + Foam booster C-KD aduk rata

4. ( 3 ) + Lexaine C aduk rata

5. ( 4 ) + Polyquat aduk rata

6. ( 5 ) + Lexgard P aduk rata

7. Carboxylic acid + Aquadest aduk rata

8. ( 6 ) + ( 7 ) aduk rata

9. Trilon + sisa aquadest aduk rata + sisa sodium chloride aduk rata

10. ( 8 ) + ( 9 ) sedikit demi sedikit aduk rata

11. ( 10 ) + Pewarna aduk rata

12. ( 11 ) + Parfum siap di kemas

Cara Pembuatan Shower Gel
Komposisi bahan :

Ultra Sles 120 gr
Cocoamino Diethanol amine secukupnya
Cocoaminido propyl betaine
Methyl paraben
Propyl paraben secukupnya
NaCl 2,5
EDTA
Air panas 25 ml
Amylum
Vitamin E
Pewarna secukupnya
Parfum secukupnya
Peralatan yang digunakan : Wadah, pengaduk & gelas ukur

Cara pembuatan:

Ultra SLES + Cocoamino Diethanol amine di wadah A aduk rata
( 1 ) + Cocoaminido propyl betaine aduk rata
( 2 ) + Methyl paraben aduk rata
( 3 ) + Propyl paraben
NaCl dilarutkan di Air panas di wadah B aduk rata
( 4 ) + ( 5 ) di wadah A sedikit demi sedikit aduk rata
( 6 ) + Amylum + EDTA aduk rata
( 7 ) + Vitamin E aduk rata
( 8 ) + Pewarna aduk rata
( 9 ) + Parfum
Siap di kemas
Analisa Bahan :

1. Sodium Lauryl Ether Sulphate

Merupakan surfaktan, penstabil foam yang terdapat dalam berbagai produk personal care seperti sabun, sampo rambut dan pasta gigi.

2. Cocoamide Diethanol amine

Cairan kental kekunigan, larut dalam air

Merupakan foaming agent dalam berbagai produk seperti sampo, sabun dan emulsifying agent untuk kosmetik.

3. Cocoaminido propyl betaine

Merupakan surfaktan pembersih yang lembut ( mempunyai conditioning properties dan berfungsi untuk mengurangi iritasi pada kulit.

4. NaCl

Berfungsi untuk meningkatkan kekentalan.

5. Methyl paraben (Nipagin) adalah pengawet yang bersifat anti bakteri

6. Propyl paraben (Nipasol) adalah pengawet yang bersifat anti jamur

7. Sebaiknya menggunakan Aquadest ( air suling ) atau menggunakan air mineral / air mineral galonan.

8. Oat

Gandum ( Oat ) tumbuhan seperti padi yg tumbuh di daerah beriklim sudtropis yg menghasilakn terigu (Triticum estivum). Oat berfungsi sebagai scrub (penggosok) untuk mengangkat sel kulit mati sehingga ada regenerasi kulit. Untuk kulit kering, oat juga berfungsi untuk melembabkan kulit, membuat kulit awet muda, menjadikan kulit terlihat halus dan bercahaya. Oat kaya denagn protein, iron, phosporate, magnesium dan silicon yg cocok untuk kulit sensitive.

9. Vitamin E

Vitamin E merupakan alpha tocophenol ( C29H50O2 ) yang larut dalam minyak. Berfungsi untuk menghaluskan kulit.

10. Pewarna

Untuk memberikan warna supaya produk lebih menarik.

11. Parfum

Untuk memberikan wangi supaya produk lebih menarik juga.

Cara Pembuatan Silikon Emulsi
Silikon Emulsi berfungsi untuk mengkilatkan body mobil dan dapat digunakan sebagai semir ban mobil dan motor. Adapun Komposisi Silikon Emulsi adalah :

1. Silicone Oil

2. St-55

3. Polysorbate

4. Aquadest

Peralatan yang dipergunakan : Wadah & pengaduk

Prosedur pembuatannya:

1. Silicone oil + St-55 di mixer sampai rata

2. (1) + Polysorbate aduk rata

3. (2) + Aquadest aduk rata

Cara Pembuatan Invisible Ink ( Tinta Rahasia)
Membuat Tinta yang tidak dapat terlihat ( invisible ink ) atau tinta rahasia, bukan sulap bukan sihir

Formula 1
Ammonium chloride 1 gr
Aqua 15 – 20 cc

Ammonium chloride dilarutkan dalam aqua, tampung dalam botol.
Kertas yang ditulisi dengan tinta ini, bila didekatkan pada nyala api yg kecil atau dipres dgn setrika panas, maka tulisan tersebut akan tampak.

Formula 2
Caustic potas 100 mg
Phenolphtalein 400 mg
Aceton 35 cc
Aqua 64 cc

Caustic potas dilarutkan dalam air 50 cc, lalu phenolphtalein 400 mg yg dilarutkan dalam air 14 cc dan aceton 35 cc.
Campurkan dan tampung dalam botol. Kertas yang ditulis dengan tinta ini akan tampak tulisannya bila ditiupkan atau didekatkan dengan uap ammonia.

Formula 3

Cobalt chloride 1 dr

Mucilago of acacia 1dr

Aqua 1 oz

Campur ketiga bahan tersebut, larutkan, tampung dalam botol. Kertas yang ditulisi tinta ini akan berwarna biru bila dipanaskan, dan akan menghilang kembali bila didinginkan.

Formula 4

Cobalt chloride 10 gr

Gliserin 2 gr

Aqua 88 cc

Campur ketiga bahan tersebut, lalu tampung dalam botol. Kertas yang ditulisi tinta ini pada waktu mengering tulisannya akan hilang, yang kemudian bisa timbul kembali bila didekatkan diatas api.

Cara Pembuatan Sabun Mandi Rempah
Komposisi pembuatan sabun mandi rempah :

Minyak kelapa 100 ml
NaOH
Asam stearat
Rempah-rempah secukupnya
Tepung jagung 5 gr
NaCl
Minyak serai secukupnya
Parfum secukupnya
Air
Peralatan yang dibutuhkan : Wadah, Termometer dan pengaduk

Prosedur pembuatannya

Minyak kelapa di wadah A dipanaskan kurang lebih 95 derajat angkat
NaOH + Air di wadah B dipanaskan kurang lebih 70 derajat angkat
( 1 ) + ( 2 ) di wadah B aduk rata
Lelehkan asam stearat di wadah A ( bekas wadah no. 1 )
( 3 ) + ( 4 ) tetap di wadah B aduk rata di atas pemanas
( 5 ) + Tepung jagung aduk rata
( 6 ) + NaCl aduk rata
( 7 ) + Rempah-rempah aduk rata dan angkat
( 8 ) keadaan hangat + Parfum
Siap masuk cetakan, tunggu semalam sabun akan mengeras sendiri.

Cara Pembuatan Sabun Mandi Cair
Komposisi sabun mandi cair :

1. Asam meristat

2. Asam Laurat

3. KOH

4. Asam stearat

5. Texapon

6. Proppylen glikol

7. Gliserin

8. KCl

9. EDTA

10. Pewarna

11. Parfum

12. Air

Peralatan yang dibutuhkan : Wadah, pengaduk , pemanas dan termometer

Cara Pembuatan Sabun Mandi Cair :

1. Asam meristat + Asam laurat + Asam stearat dalam wadah A dipanaskan sampai meleleh.

2. Larutkan KOH dengan air di wadah B aduk rata

3. (1) + (2) aduk rata

4. (3) + Texapon aduk rata

5. (4) + air sedikit demi sedikit aduk rata

6. (5) + Propylen glikol + Gliserin aduk rata

7. (6) + KCl + EDTA aduk rata

8. (7) + Pewarna secukupnya

9. (8) + Peal concentrate + Parfum aduk rata

10. Simpan dalam wadah tertutup

Cara Pembuatan Sabun Colek
Komposisi pembuatan sabun colek

1. ABS 11%

2. NaOH secukupnya

3. Soda abu 6%

4. Talk 15%

5. Silikat secukupnya

6. Kaolin 18%

7. Garam 7%

8. Pewarna secukupnya

9. Parfum secukupnya

Peralatan yang dibutuhkan: Wadah, takaran dan pengaduk kayu

Cara membuat sabun colek

1. Setengah air dari 31% + Pewarna aduk rata

2. (1) + Garam aduk rata

3. (2) + Talk aduk rata

4. (3) + Soda abu aduk rata

5. (4) + Larutan NaOH ( NaOH : Air = 40% : 60% ) aduk rata

6. (5) + Sisa air aduk rata

7. (6) + Kaolin aduk rata

8. (7) + ABS aduk rata

9. (8) + Silikat aduk rata

10. Siap dikemas

Cara Pembuatan Sabun Cuci Piring
Pada umumnya sabun cair mengandung bahan-bahan sebagai berikut:
* Texapon 10%
* Sodium sulfat secukupnya
* Camperlan secukupnya
* Asam sitrid 1%
* EDTA 0,1%
* Parfum secukupnya
* Propilin glikol secukupnya
* Pewarna secukupnya
* Air

Peralatan yang dibutuhkan: Ember, Gelas ukur dan pengaduk kayu
Cara membuat:
1. Texapon + sodim sulfat diaduk rata sampai memutih
2. (1) + masukkan air sedikit demi sedikit sampai 50% nya
3. (2) + masukkan camperlan aduk rata
4. (3) + sisa (20-30)% air dimasukkan sedikit demi sedikit
5. (4) + sodium sulfat dimasukkan sedikit demi sedikit hingga terlihat mengental
6. (5) + pewarna secukupnya aduk rata
7. (6) + parfum secukupnya
8. Siap dikemas

Catatan:
* Pemberian parfum pada sabun cair dengan perbandingan 1ml parfum berbanding 500 ml sabun cair.
* Propilin glikol berbanding parfum ( 1 : 2 )

Analisis Bahan
Texapon ini nama merk dagang dengan nama kimia Sodium Lauril Sulfat ( SLS). Senyawa ini adalah surfaktan. Texapon ini bentuknya jel yang berfungsi sebagai pengangkat kotoran. Sodium sulfat (Na2SO4) bentuknya serbuk yang berfungsi mempercepat pengangkatan kotoran dan juga sebagai pengental. Camperlan ini bentuknya cairan kental yang berfungsi sebagai pengental dan penambah busa menjadi gelembung-gelembung kecil. Asam sitrit bentuknya serbuk yang berfungsi sebagai pengangkat lemak. EDTA ini bentuknya serbuk berfungsi sebagai pengawet sabun cair. Parfum ini bentuknya cair fungsinya sebagai pewangi sabun cair. Propilin glikol ini bentuknya cair fungsinya sebagai pengikat parfum. Pewarna ini bentukya serbuk fungsinya sebagai pemberi warna pada sabun cair.

Cara Pembuatan Permen Jelly
Komposisi Bahan :

Gelatine 165 gr

Glukose 75 gr

Sodium propionat gr

Buffer sitrat

Asam sitrat secukupnya

Gula 160

Pewarna secukupnya

Essens / Sari buah

Air

Peralatan yang digunakan : Wadah, pemanas, pengaduk, termometer & cetakan.

Cara Pembuatannya:

1. Gelatine + Air panas aduk rata sampai larut

2. ( 1 ) + sodium propinat aduk rata sampai larut

3. Glukose + Gula + Air dipanaskan dengan api kecil sampai suhu 110 derajat, kemudian tambahkan asam sitrat + Buffer sitrat sambil di aduk dan dipanaskan sampai 120 derajat lalu matikan.

4. (2 ) + ( 3 ) di aduk rata

5. ( 4 ) + Pewarna + Essens/sari buah… aduk rata

6. ( 5 ) tuang ke loyang atau cetakan, tunggu sampai dingin & kenyal ( kira-kira 1 hari ).

7. Siap diangkat dari cetakan, kemudian taburi dengan campuran tepung tapioka dan gula yang sudah di sangrai.

Khusus untuk permen jelly sari buah :

Pembuatan sari buah kita bisa menggunakan buah-buahan seperti nanas, mangga, jambu, buah naga dll. Kita pilih salah satu buah kemudian kita kupas…dipotong kecil-kecil kemudian di BLENDER …tambahkan air sama dengan berat buah…kemudian di saring dengan kain saring. Hasil sari buah ini bisa diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 1 ataupun 1 : 2.

Cara Pembuatan Pembersih Lantai
Analisa Bahan

Desinfektan yang kami masukkan ke pembersih lantai adalah BKC ( Benzalkonium Chloride).

Komposisi Pembersih Lantai Plus

1. CMC 30 gr

2. Texapon secukupnya

3. BKC

4. Polysorbate

5. Parfum

6. Pewarna

7. Air 3 liter

Peralatan yang digunakan : wadah, pengaduk & pengukur

Prosedur Pembuatannya

1. CMC + Air di wadah A

2. Texapon + Air di wadah B

3. (1) + (2) di wadah A

4. Polysorbate + BKC aduk rata di wadah lain aduk rata

5. (4) + sisa air aduk rata

6. (3) + (5) aduk rata

7. (6) + Pewarna

8. (7) + Pewangi dan diamkan beberapa saat

9. Siap dikemas

Cara Pembutan Pembasmi Hama Tanaman
Komposisi:

1. Belerang

2. NaOH secukupnya

3. Texapon

4. Garam industri

5. Air 10 liter

Peralatan yang dibutuhkan : Wadah, pengaduk dan Saringan

Prosedur pembuatan :

1. Texapon + Garam industri aduk rata sampai berwarna putih

2. (1) + Belerang sedikit demi sedikit aduk rata

3. (2) + NaOH sedikit demi sedikit aduk rata

4. (3) + Air aduk rata, tutup biarkan semalam

5. Siap dikemas atau digunakan

Perlu diketahui pembasmi ini dapat juga di gunakan jenis buah-buahan yang lainnya seperti untuk tanaman jeruk, dan juga tanaman buah lainnya dengan cara diencerkan larutannya.

Yang pasti dengan membuat sendiri bisa hemat sampai 70%, bayangkan berupa luas ladang yang ditumbuhi pohon apel, sehingga dapat menekan biaya operasional.

Cara Pembuatan Pelininan Buah
Pemanfaatan pelilinan pada buah yang baru di panen. Biasanya dilakukan pada pedagang buah atau untuk buah Ekspor / Impor. Khusus Ekspor / Impor, buah hasil panen terdahulu itu kemungkinan besar diawetkan terlebih dulu sebelum dikirim ke negara tujuan. Biasanya, buah tersebut dilapisi dengan sejenis lilin ini akan menghambat penguapan saat proses pembusukan buah. Lapisan lilin biasanya ditemui pada buah impor seperti jeruk, apel, pear, mangga dll.

Sebelum pelilinan, buah-buahan dicuci bersih dengan busa lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan hingga kering. Teknik yang paling popular atau komersial adalah penyemprotan atau dicelupkan. Setelah pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Pelilinan biasanya dibarengi dengan penyimpanan suhu rendah untuk memperpanjang daya simpan.

Perlakuan terhadap buah yang diberi lapisan lilin sebelum di konsumsi harus dicuci dengan menggunakan sabun. Tanpa sabun, mustahil lapisan minyak pada lilin pelapis bisa luntur. Setelah dicuci bersih, buah harus dikeringkan. Jika sudah kering, simpanlah di lemari pendingin. Bungkuslah buah dalam plastik dengan porsi sesuai kebutuhan. Plastik penyimpan sebaiknya tidak sering dibuka tutup, sehingga buah akan segar lebih lama.

Komposisi Pelilinan Buah

1. Cera vlava ( lilin lebah )

2. TEA

3. Asam oleat

4. Air

Peralatan yang dibutuhkan : Wadah dan pengaduk

Pembuatannya

1. Perbandingan tertentu campur lilin + TEA + Asam oleat aduk rata

2. ( 1 ) + Air aduk rata

3. Siap dikemas dan langsung di gunakan

Cara Pembuatan Pelicin Setrika
Komposisi bahan pembuatan Pelicin Setrikaan :

1. Magnasoft

2. Carboxylic acid 0,8 gr

3. Syisil liquid 2,3 cc

4. Parfum secukupnya

5. Methanol 24 cc

6. Aquadest

Peralatan yang digunakan : wadah, takaran dan pengaduk kayu

Prosedur pembuatannya :

1. Magnasoft + Aquadest aduk rata

2. ( 1 ) + Carboxylic acid aduk rata

3. ( 2 ) + Syisil liquid aduk rata

4. Parfum + methanol aduk rata

5. ( 3 ) + ( 4 ) aduk sampai rata

6. Siap di kemas

Cara Pembuatan Pasta Kopi Mocca
Analisa bahan:

Kopi bubuk
Kopi dapat menghilagkan rasa kantuk karena adanya kafein dalam kopi. Kafein menstimulasi system syaraf manusia sehingga memacu jantung agar bergetak lebih kencang.

1. Coklat bubuk.

Coklat merupakan produk turunan dari biji coklat atau cocoa. Coklat ini mempyunyai dampak yg bagus bagi tubuh, antara lain sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan jaringan tubuh akibat radikal bebas.

2. Mocca Extrak

Untuk memperkuat cita rasa mocca.

3. Malt Extrak

Extrak malt adalah campuran berbagai karbohihrat yg di extrak dari biji-bijian. Extrak malt berupa liquid pekat yg mengandung berbagai karbohidrat, vitamin, mineral dan protein. Fungsinya sebagai pewarna dan perasa alami yg merpakan pengganti caramel dan sumber energi alami.

4. Glucose cair

Berupa sirup kental manis, tidak berwarna atau kuning muda, transparan. Banyak digunakan dalam industri makanan dan farmasi seabagai pemanis.

5. Natrium Benzoat

Sebagai pengawet makanan dan farmasi.

6. Air

Sebagai pengencer saja.

PASTA KOPI MOCCA

Bahan:

1. Kopi bubuk 10 gr

2. Coklat bubuk secukupnya

3. Mocca Extrak

4. Malt Extrak ml

5. Natrium Benzoat

5. Glucose cair secukupnya

6. Air

Peralatan yang digunakan : Penangas air, Beaker plastic, Pengaduk & Gelas ukur

Cara membuat

Glukose cair tuangkan ke dalam beaker plastic.
( 1 ) + Kopi bubuk + Coklat bubuk + Air ml, campuran ini dipanaskan di atas penangas air aduk rata
( 3 ) + Mocca extrak & sisa air, aduk rata sebentar saja dan angkat dari penangas air.
( 3 ) + Malt Ektrak aduk rata ( tanpa pemanasan )
Tunggu agak dingin, pasta kopi siap di kemas dimasukkan ke dalam pasta tube atau kemasan lainnya.
Cara Pembuatan Odol (Pasta Gigi)
Bahan baku pasta gigi tersusun atas :

1. Bahan polishing ( penggosok), merupakan salah satu bahan terpenting untuk menghilangkan partikel-partikel sisa makanan yang menempel pada gigi. Bahan yang sering digunakan diantaranya Aluminium fosfat.

2. Bahan foaming ( pembusa ), berfungsi untuk membantu aksi bahan polishig dengan membasahi gigi dan partikel makanan yang tertinggal pada gigi dan juga berfungsi mengemulsikan lendir dimulut. Bahan pembusa yang digunakan SLS ( sodium lauryl sulfonate ) dengan nama dagang texapon, emal dll.

3. Bahan moistener ( pelembab ), berfungsi untuk mencegah pengeringan dan pengerasan pada pasta gigi. Bahan yang sering digunakan diantaranya Gliserin , Propylene glikol dll.

4. Bahan pengikat, berfungsi untuk mencegah terjadinya pemisahan bahan pada pasta gigi. Bahan yang digunakan diantaranya sodium alginat.

5. Bahan pemanis, berfungsi untuk menberikan rasa manis pada pasta gigi. Bahan yang digunakan diantaranya sakarin.

6. Bahan pemberi rasa, berfungsi untuk memberikan aroma dan rasa pada pasta dan menghindari rasa eneg atau mual. Disamping itu juga untuk menambah kesegaran pasta gigi. Bahan yang digunakan minyak peppermint.

7. Bahan pengawet, berfungsi untuk menjaga struktur fisik, kimiawi dan biologi pasta gigi. Bahan ini haruslah tidak bersifat toksik. Bahan pengawet yang digunakan sodium benzoat.

8. Bahan flouride, merupakan salah satu zat yang berfungsi untuk pertumbuhan dan kesehatan gigi, melapisi struktur gigi dan ketahanannya terhadap proses pambusukan serta pemicu mineralisasi. flournya memberikan efek deterjen dan unsur kimianya mengeraskan lapisan email gigi. Flouride yang banyak digunakan adalah salah satunya sodium flouride ( NaF ). Pemberian flouride untuk pasta gigi dianjurkan 0,05% – 0,08%, karena kelebihan pemberian flouride akan mengakibatkan merusak kesehatan. Penulis menganjurkan dalam pembuatan pasta gigi tanpa flouride sih tak apa-apa.

Komposisi pembuatan pasta gigi

1. Alumium fosfat maksimal

2. Texapon 3%

3. Gliserin (15 – 20)%

4. Sodium alginat 25%

5. Sakarin secukupnya

6. Minyak peppermint secukupnya

7. Sodium benzoat 0,1%

8. Sodium flouride

9. Air Secukupnya

Peralatan yang dibutuhkan: wadah dan pengaduk kayu

Cara membuat pasta gigi

1. Sodium alginat + gliserin diaduk rata

2. (1) + Texapon diaduk rata

3. Air + Sodium benzoat aduk rata

4. (3) dicampur ke (2) aduk rata + NaF

5. (4) + Pemanis aduk rata

6. (5) + Aluminium fosfat aduk rata

7. (6) + Minyak peppermint aduk rata

8. Siap dikemas

Cara Pembuatan Nata De Coco
Nata De Coco

Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan. Produk ini banyak digunakan sebagai pencampur es krim, coktail buah, sirup, dan makanan ringan lainnya.
Nata de coco dapat dipakai sebagai sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Nata de coco juga mengandung serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi. Konon, produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh.

Acetobacter xylinum dalam pertumbuhan dan aktivitasnya membentuk nata memerlukan suatu media yang tepat sehingga produksi nata yang dihasilkan dapat secara optimal. Sebagai media dalam pembentukan nata media yang digunakan haruslah memiliki kandungan komponen-komponen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang dalam hal ini yaitu acetobacter xylinum . Komponen media nata yang dibutuhkan sebagai syarat media nata antara lain memiliki sumber karbon dapat berupa gula, sumber nitrogen dapat berupa penambahan urea atau ZA, mineral dan vitamin yang mendukung pertumbuhan bakteri acetobacter xylinum. Asam sitrat atau asam asetat untuk penyedia kondisi asam yang diharapkan bakteri acetobagter xylinum.

Pembuatan starter/bibit dari Ampas Nanas

Apabila bakteri Acetobacter cylinum sulit diperoleh, maka bakteri tersebut diperoleh dari ampas nanas dengan cara sebagai berikut :

1. Buah nanas matang, dikupas dan dicuci bersih. Kemudian dibelah dan dipotong-potong kecil-kecil. Potongan ini dihancurkan dengan alat penghancur.

2. Hancuran nenas diperas sampai sari buahnya habis, ampasnya dicampur dengan air dan gula pasir dengan perbandingan 6:3:1. Tapi sebelumnya air dididihkan masukkan gula putih sampai larut dan mendidih lagi. Dinginkan larutan gula, kemudian masukkan ampas. Campuran ini diaduk merata dan dimasukkan ke dalam stoples dibiarkan 10 menitan, kemudian ditutup dengan kertas dan diperam aelama 2-3 minggu (sampai terbentuk lapisan putih di atasnya).

3. Larutan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bibit/starter dalam pembuatan nata de coco.

Cara Perbanyakan starter/bibit yang dilakukan sendiri

1. Tuangkan air kelapa + ZA + biang cuka yang sudah mendidih ke dalam botol sirup sebanyak 2/3 bagian, lalu tutup dengan kertas koran dan ikat dengan gelang karet.

2. Setelah dingin tambahkan starter yang sudah jadi / bibit yang dibeli dari balai-penelitian Bioteknologi sebanyak 20-30 ml.

3. Biarkan selama 7-10 hari, maka starter/bibit sudah siap dipakai untuk pembuatan nata de coco selanjutnya.

4. Untuk pembuatan bibit selanjutnya adalah 2/3 botol air kelapa ditambahkan 1/3 botol bibit sendiri.

Jika tidak sempat membuat bibit/starter bakteri Acetobacter xylium ( Bisa diperoleh di laboratorium pertanian ). Perlu diketahui pembelian bibit/starter di Malang 1 botol ( 8OO ml ) harganya Rp 25.000. Dimana tempat tinggal (kota) anda ?…..

Komposisi pembuatan nata de coco

1. Air kelapa tua

2. Gula

3. Urea/ZA

4. Starter

5. Asam asetat

6. Asam sitrat

Peralatan yang digunakan : Pemanas, gelas ukur, panci, pengaduk, baki atau loyang, kertas koran dan tali karet.

Cara pembuatan nata de coco

1. Loyang + pengaduk disterilkan caranya panaskan loyang/pengaduk diatas pemanas 15 -20 cm.

2. Semua bahan kecuali starter direbus sampai mendidih

3. Tuangkan ke dalam loyang/cetakan yang sudah disediakan dengan ketebalan 1,5 cm – 2 cm, kemudian tutup dengan koran dan ikat dengan tali karet.

4. Biarkan sampai benar-benar dingin, starter dimasukan ke loyang dengan membuka sedikit salah satu penutup ujung loyang dan tak perlu di aduk, selanjutnya tutup dan diamkan selama 7- 10 hari.

5. Setelah kurang lebih satu minggu, air kelapa telah berubah menjadi nata de coco dan siap dipanen (diangkat dari loyang/cetakan).

6. Nata de coco dicuci beberapa kali ( 3 kali ) untuk menghilangkan bau asam, selanjutnya dipotong kecil-kecil berbentuk kubus. Kemudian direndam 2 hari biar bau asamnya hilang dengan catatan air rendaman di ganti setiap hari

7. Pada hari ketiga nata direbus dalam air bersih sampai mendidih dan tiriskan.

8. Buat rebusan air gula dan pandan di dalam panci yang manisnya sesuai selera masing-masing. Masukkan nata yang telah ditiriskan dan tutup, biarkan kurang lebih 1 jam supaya manisnya meresap ke dalam nata. Selanjutnya nata siap dihidangkan atau bisa juga dicampur lagi dengan sari buah lainnya.

Catatan:

Bila nata de coco ini di kemas dengan di beri air “gula” dan perasa (essen) maka nata de coco akan bertahan (awet) minimal 1 tahun. Karena gula itu sendiri berfungsi sebagai pengawet nata de coco itu sendiri.

Cara Pembuatan Minuman Berkarbonasi
MINUMAN BERKARBONISASI

Tahap penting dalam pembuatan minuman proses karbonasi, mutlak diperlukan tekanan tinggi supaya gas CO2 dapat mengisi rongga-rongga di dalam struktur cairan. Tekanan tinggi tersebutlah yang menyebabkan timbulnya suara berdesis, ketika minuman berkarbonasi dibuka dari kaleng ataupun botol. Suara desis tersebut berasal dari tekanan pada permukaan air soda yang turun dengan sangat cepat, sehingga gas karbondioksida dalam minuman berusaha lepas. Gas karbondioksida tidak lepas sendiri-sendiri, namun membentuk molekul yang disebut nukleus sehingga mereka mempunyai tenaga untuk melawan cairan, melepaskan diri ke permukaan. Nukleus ini dapat dilihat ketika kita menuangkan minuman ke gelas, maka di bagian pinggir akan terbentuk gelembung-gelembung yang tampak menyatu. Nukleus ini juga yang memberikan sensasi nikmat di lidah.

Proses pembentukan nukleus dapat dipercepat dengan cara mengocok minuman berkarbonasi. Jika kita mengocok soda dalam kaleng atau botol yang masih tertutup, akan timbul suara letupan pada saat kaleng dibuka akibat dorongan nukleus yang sangat besar.

Selain faktor nukleus, faktor lain yang berpengaruh terhadap proses hilangnya gas karbondioksida dalam air adalah suhu. Proses karbonasi akan lebih efektif pada suhu yang lebih rendah, yaitu 2 – 5 derajat Celcius. Semakin tinggi suhu cairan, semakin sedikit gas yang terlarut.

Hal itu memang berlawanan dengan zat padat (seperti gula atau garam) yang bila dipanaskan akan mudah larut bersama air. Zat gas seperti karbondioksida bila berada dalam keadaan bebas di udara akan memiliki energi kinetik yang sebanding dengan suhu.

Untuk membuat karbondioksida larut dalam air, diperlukan upaya agar zat karbondioksida tersebut dapat stabil di dalam air. Salah satunya adalah menurunkan energi kinetiknya dengan cara menurunkan suhu. Bila kita menaikkan suhunya, gas karbondioksida akan cenderung lepas. Itulah sebabnya selain alasan kesegaran, minuman berkarbonasi lebih disarankan untuk dikonsumsi dalam keadaan dingin.

SPRITE TYPE

1. Cane sugar

2. Sodium citrate

3. Sodium benzoate

4. Aspartame

5. Lemon essence

6. Citric acid

7. Air kemasan isi ulang

8. Ace-K

FENDA TYPE

1. Cane sugar

2. Sodium citrate

3. Sodium benzoate

4. Stevioside

5. Orange essence

6. Citric acid

7. Air kemasan isi ulang

8. Ace-K

COLA TYPE

1. Cane sugar

2. Phosphoric acid

3. Sodium benzoate

4. Sodium cyclamate

5. Caffeine

6. Citric acid

7. Whole colorful cola

8. Air kemasan isi ulang

9. Ace-K

ORANGE TASTE

1. Cane sugar

2. Sodium citrate

3. Potassium sorbate

4. Sodium cyclamate

5. Citric acid

6. Air kemasan isi ulang

7. Ace-K

LITCHY TYPE

1. Cane sugar

2. Sodium citrate

3. Emulsified litchi essence

4. Citric acid

5. Sodium benzoate

6. Air kemasan isi ulang

7. Ace-K

STRAWBERRY TYPE

1. Cane sugar

2. Sodium citrate

3. Sodium benzoate

4. Citric acid

5. Strawberry essence

6. Air kemasan isi ulang

7. Ace-K

Cara Pembuatan Lilin Hias
Komposisi pembuataannya

1. Parafin Elastis

2. White Oil

3. Pewarna Lilin

4. Parfum secukupnya

5. Hiasan selera

Peralatan untuk mengolah pun sederhana, hanya dibutuhkan wadah, cetakan, kuas dan kompor.

Prosedur :

1. Parafin elastis + White oil di wadah dipanaskan sampai leleh, aduk rata

2. ( 1 ) bening + pewarna

3. ( 2 ) tuang ke cetakan yang ada sumbunya dan beri hiasan

Catatan :

– Dapat dituangkan diwadah permanen dengan lilinnya dan hiasi ( keong kecil, bebatuan dll ), sehingga tampak tembus pandang.

– Sebaiknya gunakan cetakan yang terbuat dari steenless atau cetakan silikon.
– Saat mencetak lilin dalam cetakan plastik, terkadang susah untuk dikeluarkan dari cetakan. Triknya, masukkan lilin yang telah dicetak kedalam kulkas, maka akan mudah dikeluarkan dari cetakannya.
– Untuk menghasilkan sumbu yang baik dan tidak banyak asap, maka sebelumnya harus direndam terlebih dahulu dalam air garam selama 3 jam. Setelah dikeringkan baru bisa digunakan sebagai sumbu lilin dengan hasil yang baik.

Cara Pembuatan Kompon Mobil
Kompon (Rubbing Compound) berfungsi sangat efektif untuk menghilangkan noda goresan cat mobilPenggunaan kompon ini berlaku untuk mobil-mobil tua….yg biasanya permukaan catnya kelihatan kusam/ kasap akan cemerlang kembali. Fungsi kompon ini juga sangat baik untuk memoles mobil-mobil yg baru di cat … akan menjadikan mengkilap cemerlang tahan lama.Komposisi pembuatan kompon cat mobil :1. St77 35 gr
2. Nonyl Phenol Ethoxylate 10 / NP 10

3. St-15 secukupnya

4. Kaolin 10 gr

5. Asam oleat

6. Parafin Oil

7. Pengawet 0,o2%

8. Aquadest

Peralatan yg di gunakan :

Wadah, Pengaduk & Alat Ukur

Proses Pembuatannya :

1. St77 + aquadest aduk rata

2. ( 1 ) + Kaolin aduk rata

3. ( 2 ) + Parafin Oil aduk rata

4. ( 3 ) + St-15 aduk rata

5. ( 4 ) + asam oleat aduk rata

6. ( 5 ) + NP 10 aduk rata

7. ( 6 ) + pengawet aduk rata

8. Siap di kemas

Cara Pembuatan Karbol (Pembersih Lantai}
Bila kita mengetahui lebih jauh, banyak sekali kegunaan dari cairan karbol. Penulis akan menjabarkan kegunaan-keguanaan kreolin adalah sebagai berikut:

Pembersih lantai sekaligus pembunuh kuman, bakteri maupun jamur, tidak hanya cocok untuk di kamar mandi saja sehingga kita betah di kamar mandi berjam-jam, tetapi untuk semua ruangan dirumah, perkantoran, rumah sakit dll.
Mengatasi bau yang sangat membandel yang tidak bisa diatasi oleh pewangi atau parfum apapun. Bau tidak sedap disebabkan oleh kuman atau jamur hidup dengan memberikan cairan karbol bau tak sedap akan hilang seketika. Juga bisa penghilang bau bangkai dengan menyiramkan cairan karbol di bangkai tersebut.
Keset dan wangi segarnya aroma pinus (bukan cemara yang tahu selama ini), maksudnya lantai tidak licin sehingga tidak mudah akan terpeleset umumnya untuk kamar mandi dan kususnya bagi yang punya anak kecil. Wanginya segar nuansa pegunungan pohon pinus.
Karbol + diterjen bisa untuk membersihkan kerak-kerak yang membandel.
Pembuatan karbol

Dalam pembuatan karbol ada dua cara yaitu cara dingin dan cara panas. Cara dingin dengan menggunakan air dingin akan menghasilkan karbol berwarna seperti kopi susu dan cara panas akan menghasilkan karbol berwarna seperti minyak goreng. Arpus yang berbentuk bongkahan ini harus ditumbuk sampai halus supaya mudah dilarutkan nantinya. Selanjutnya simak dibawah ini

Komposisi pembuatan karbol:

Arpus 1kg
NaOH secukupnya
Camper 50 gr
Pine Oil/Minyak pinus
Air 10 – 20 liter
Peralatan yang dibutuhkan: Penumbuk, Ayakan, Ember plastik, pengaduk kayu.

Cara membuat:

Larutkan NaOH dalam air 6 liter di Ember plstik aduk rata
(1) + Arpus aduk rata dan biarkan beberapa lama
Larutkan Camper dalam minyak pinus terjadi larutan homogen
(2) + (3) aduk rata
(4) + beri sisa air yang dibutuhkan dan siap dikemas

Pemilihan Pengawet Produk Olahan Daging

Oleh Edi Suryanto

Untuk menghindari kerusakan, maka daging perlu diawetkan. Pengawetan daging dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet yang termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan (BTP). Namun masyarakat sekarang merasa ketakutan apabila mendengar istilah bahan pengawet atau bahan kimia yang dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Padahal, ketakutan ini tidak perlu terjadi. BTP sebenarnya adalah bahan aditif yang mengandung senyawa-senyawa kimia, misalnya natrium klorida, senyawa nitrit/nitrat, senyawa phosphate, dan lainnya yang telah diijinkan penggunaannya. Namun yang menjadi pertanyaan apa jenis pengawet yang cocok untuk produk olahan daging, bagaimana dengan keamanan dan ambang batas penggunaan, dan amankah bahan pengawet tersebut bagi kesehatan konsumen?

Bahan-bahan yang umum digunakan untuk pengawetan produk olahan daging antara lain adalah 1) garam (sodium chloride), 2) alkaline phosphates (sodium tripolyphosphate), 3) sweetener seperti dextrose, sukrosa dan sorbitol, 4) sodium atau potassium nitrite digabungkan dengan sodium atau potassium erythorbate atau ascorbate, 5) sodium laktat atau potassium lactate, 6) sodium acetate dan diacetate, 7) liquid smoke, 8) antioxidan seperti butylated hydroxy anisole (BHA), butylated hydroxy toluene (BHT) propyl gallate (PG), alpha tocopherols. Terdapat pula beberapa asam yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada karkas unggas. Karkas ayam yang dicelupkan dalam larutan asam laktat atau asam sitrat mempunyai masa simpan yang lebih lama.

Bahan pengawet juga dapat berasal dari curing agents. Curing agents yang klasik untuk daging terdiri dari suatu campuran sodium chlorida, sodium nitrit dan/atau sodium nitrat, gula (dekstrosa, sukrosa, hidrolisat pati, dan lain-lain). Bumbu-bumbu dapat ditambahkan dengan tujuan utama untuk flavoring atau penambahan rasa. Dalam konsentrasi yang telah ditetapkan, campuran curing secara bersama berfungsi sebagai sumber pengawet yang efektif. Ketika digunakan secara bersama maka bahan curing bertindak sebagai pengawet yang lebih baik dibanding komponen-komponen individu pengawet.

Memilih pengawet untuk olahan daging harus memperhatikan jenis olahan daging. Daging olahan lokal seperti abon, dendeng, bakso mempunyai karakteristik produk yang berbeda. Abon adalah produk daging olahan kering yang mempunyai kadar air rendah. Menurut SNI 1995 maksimum kadar air abon adalah 7% dan dengan bahan pengawet gula sebesar maksimum 30%. Rendahnya kadar air dan tambahan bahan pengawet gula dan garam menyebabkan produk daging olahan dapat tahan berbulan-bulan (sekitar 6 bulan).

Dendeng merupakan produk daging olahan yang agak kering dengan kadar air maksimum 12%. Bahan pengawet yang umum digunakan untuk dendeng adalah gula, sendawa dan garam. Bakso dan sosis adalah produk olahan daging yang basah. Bakso biasa dibuat dengan bahan tambahan pangan seperti garam, phosphate, dan bumbu-bumbu. Kadar air maksimum yang diperbolehkan menurut SNI 1995 adalah 70%.

Pembuatan sosis biasanya menggunakan bahan pengawet garam, sodium phosphate, gula dan asam. Kadar air yang diperbolehkan maksimal 67%. Corned beef diproses dengan bahan-bahan pengawet antara garam, nitrat, atau nitrit, dan atau kombinasi nitrat dan nitrit.

Produk sosis, bakso dan corned beef merupakan produk olahan daging yang basah dan BTP yang ditambahkan dalam jumlah tidak ekstrem, sehingga masih memerlukan perlakuan lain untuk menghindari kerusakan seperti kemasan, pendinginan dan atau pembekuan.

Garam sodium klorida yang food grade seyogyanya di gunakan untuk pengawet daging. Namun, konsumen sekarang menghendaki pengurangan penggunaan garam sodium (NaCl) karena kaitannya dengan hipertensi. Untuk itu garam potasium klorida dapat digunakan untuk menstubsitusi NaCl sampai dengan level 40%. Namun pengawetan dengan garam ini perlu mendapat perhatian karena apabila garam dikonsumsi secara berlebihan dapat memicu penyakit darah tinggi. Untuk preservatif yang efektif, kandungan air produk akhir sebaiknya sekitar 50 – 55% dan kandungan garamnya sebaiknya antara 9-11%. Dengan kata lain pangan dalam keadaan mendekati titik jenuh dan ini akan menjaga good keeping quality.

Bahan pengawet yang dilarang digunakan antara lain adalah asam borat/ boric acid, asam salisilat/salicilic acid, kalium klorat, kloramfenikol dan formalin.

Bahan pangawet pangan harus digunakan sesuai dengan petunjuk dan regulasi yang telah ditetapkan pihak berwenang. Antioksidan seperti BHA, BHT, TBHQ (tertiary butyl hidro quinone), dan PG ditambahkan pada produk tidak melebihi 0,01% atau 0,02%. Batas maksimum penggunaan sodium atau potasium laktat di Amerika adalah 2,9%. Sodium acetate dan diacetate digunakan dengan level maksimum sampai dengan 0,25%. Konsentrasi asam laktat yang digunakan adalah 0,12%. Penelitian lain menunjukkan bahwa asam sorbat adalah bahan pengawet yang efektif (effective preservatives) dengan konsentrasi larutan 7, 5 % asam sorbat yang disemprotkan ke atas karkas dingin.

Pengaruh penggunaan pengawet terhadap karakter dan  mutu produk daging 

Bahan pengawet mempunyai antioksidan BHA, BHT, TBHQ (tertiary butyl hidroquinone), dan PG menunda oksidasi lemak pada daging unggas. Sodium atau potassium laktate serta sodium acetate dan diacetate terbukti digunakan sebagai flavoring agents dalam daging, mereka berfungsi sebagai acidulants, flavoring agents dan sebagai agen antimikroba.

Garam sodium klorida merupakan bahan pengawet alami yang telah digunakan masyarakat luas selama bertahun-tahun. Di samping mempunyai fungsi sensoris dalam hampir semua produk daging, garam juga mempunyai aksi pengawet/ kemampuan mengawetkan produk olahan daging. Garam juga membantu dalam ektraksi protein-protein terlarut yang akan membantu dalam pengikatan produk daging restruktur (nugget, sosis, dan bakso).

Garam adalah ingridien yang terpenting dalam campuran bahan curing untuk daging dan berfungsi 1) untuk pemberi rasa produk, 2) menurunkan aktivitas air dan meningkatkan ionic strength (meningkatnya tekanan osmotik medium pangan) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, 3) membantu solubilisasi protein otot yang berfungsi sebagai pengikat partikel daging, 4) penurunan air jaringan otot pada konsentrasi tinggi (5-8%), 5) bertindak sebagai sinergis dalam kombinasi dengan sodium nitrite untuk mencegah pertumbuhan Clostridium botulinum.

Konsentrasi garam yang digunakan dalam produk unggas biasanya berkisar antara 1,5 – 3%. Pada konsentrasi garam 2% sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya, namun mikroorganisme lain, yeast dan jamur masih dapat tumbuh. Berdasarkan akseptabilitas flavor maka konsentrasi garam yang dapat diterima adalah 2-3%. Untuk produk-produk yang mempunyai kadar air 60% atau lebih seperti franks, bologna, ham dan bakso, jelas bahwa kadar garam 1,5 – 3% tersebut tidak dapat memberikan efek pengawet yang signifikan. Meskipun demikian garam yang dikombinasikan dengan bahan lainnya dapat berguna untuk menjaga stabilitas produk.

Nitrit dan nitrat adalah bahan kimia yang sering digunakan sebagai bahan curing. Penggunaan nitrat mempunyai manfaat yaitu menghasilkan pigmen daging yang stabil dan flavor daging yang meningkat serta daya ikat air daging yang semakin kuat. Konsentrasi nitrit dalam produk tidak boleh melebihi 156 ppm. Bahkan untuk produk tertentu dibatasi < 120 ppm dan harus disertai sodium erythorbat/askorbat sebanyak 550 ppm untuk mencegah terbentuk senyawa karsinogenik nitrosamines.

Phosphates telah digunakan untuk memperpanjang masa simpan daging dengan cara menurunkan angka bakteri. Alkaline phosphate yang digunakan adalah sodium tripolyphosphate, sodium hexametaphosphate, sodium acid pyrophosphate, dan disodium phosphate dapat digunakan secara sendiri atau kombinasi. Perendaman karkas selama 6 jam dalam larutan fosfat pada konsentrasi 10 ounce (283,5 g) untuk satu galon air (4,55 l) atau 6,23% dapat meningkatkan masa simpan 1-2 hari. Alkaline phosphate untuk kyuring telah digunakan secara meluas di Amerika.

Sodium atau potassium tripolyphosphate yang ditambahkan pada produk olahan daging dapat digunakan 1) untuk mempertahankan warna produk (retensi warna), 2) mengurangi jumlah penyusutan ketika pemasakan (mereduksi cairan yang keluar), 3) meningkatkan kemampuan mengikat air atau menaikkan nilai WHC (Water Holding Capacity) protein otot, 4) menjaga juiciness, 5) menaikkan pH produk daging, 6) meningkatkan yield produk, 7) membantu dalam ekstraksi protein otot yang terlarut dalam garam, 8) meningkatkan flavor daging, 9) menghambat ransiditas oksidatif. Konsentrasi phosphate dalam produk akhir tidak lebih dari 0,5%.

Sodium atau potassium laktate ditambahkan pada produk daging untuk memperpanjang masa simpan, mengontrol pertumbuhan pathogen, meningkatkan rasa garam, meningkatkan tekstur dengan menurunkan kehilangan air. Level maksimum penggunaan di Amerika adalah 2,9%.

Sodium acetate dan diacetate terbukti digunakan sebagai flavoring agents dalam daging dengan level maksimum sampai dengan 0,25%. Keduanya berfungsi sebagai acidulants, flavoring agents dan sebagai agen antimikrobia.

Gula dapat dijuga digunakan sebagai bahan pengawet, namun konsentrasi yang sangat tinggi diperlukan dalam pangan untuk dapat berfungsi sebagai suatu pengawet. Namun konsentrasi dalam daging curing biasanya jauh lebih rendah. Kombinasi gula dan asam asetat/ asam cuka dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging giling. Dalam produk sosis yang difermentasi gula berfungsi sebagai preservatif tidak secara langsung sebagai hasil fermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat. Turunnya pH dalam daging olahan dan penambahan garam serta sedikit dehidrasi (turunnya kadar air) menghasilkan stabilitas yang tinggi dari produk ini.

Edi Suryanto, Ph.D. 

Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta

Referensi

  • Anonimus, 2005. Produksi daging, telur dan olahannya. Kumpulan Standar Mutu, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian.
  • Lehninger, A.L., 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publishers Inc., New York.
  • Price, J.F. And B.S. Schweigert, 1971. The Science of Meat and Meat Products. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
  • Sams, A.R., 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, London.
  • Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. GadjahMadaUniversity Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

8 Kecerdasan Manusia

Seorang ahli riset dari Amerika, Prof. Howard Gardener, mengembangkan model kecerdasan “multiple intelligence” yang artinya bermacam-macam kecerdasan. Maksudnya setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang di maksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan.

Gambar

Menurut Howard Gardener dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan, yaitu:

1. KECERDASAN LINGUISTIK
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan.

Ciri-ciri:
1. Anda senang bermain dengan kata-kata. Anda menikmati puisi. Anda suka mendengarkan cerita.
2. Anda membaca apa saja; buku, majalah, surat kabar dan bahkan label produk.
3. Anda merasa mudah dan percaya diri mengekspresikan diri anda baik secara lisan maupun tulisan. Contohnya, anda pintar dalam berkomunikasi dan pintar dalam menceritakan atau menulis mengenai sesuatu hal.
4. Anda suka membumbui percakapan anda dengan hal-hal menarik yang baru saja anda baca atau dengar.
5. Anda suka mengerjakan teka-teki silang,bermain scrable atau bermain puzzle. Anda dapat mengeja dengan sangat baik.
6. DLL

2. KECERDASAN LOGIK MATEMATIK
Kecerdasan logik matematik ialah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal).

Ciri-ciri:
1. Anda senang bekerja dengan angka dan dapat melakukan perhitungan mental (mencongak).
2. Anda tertarik dengan kemajuan teknologi dan gemar melakukan percobaan untuk melihat cara kerja sesuatu hal.
3. Anda merasa mudah melakukan perencanaan keuangan. Anda menetapkan target dalam bentuk angka dalam bisnis dan hidup anda.
4. Anda senang menyiapkan jadwal perjalanan secara terperinci. Anda sering menyiapkan, memberi nomor dan menetapkan suatu daftar kerja (to-do-list).
5. Anda senang dengan permainan, puzzle atau sesuatu yang membutuhkan kemampuan berpikir logis dan statistis seperti permainan cheker atau catur.
6. DLL

3. KECERDASAN VISUAL DAN SPASIAL
Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat).

Ciri-ciri:
1. Anda menyukai seni, menikmati lukisan dan patung. Anda memilki citra rasa yang baik akan warna.
2. Anda cenderung menyukai pencatatan secara visual dengan menggunakan kamera atau handycam.
3. Anda bisa menulis dengan cepat saat anda mencatat atau berpikir mengenai sesuatu. Anda dapat menggambar dengan cukup baik.
4. Anda merasa mudah membaca peta atau melakukan navigasi, anda memilki kemampuan mengerti arah yang baik.
5. Anda menikmati permainan seperti puzzle.
6. DLL

4. KECERDASAN MUSIK
Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar.

Ciri-ciri:
1. Anda dapat memainkan alat musik.
2. Anda dapat menyanyi sesuai dengan tinggi rendahnya kunci nada.
3. Anda biasanya dapat mengingat sebuah irama hanya dengan mendengarkan beberapa kali saja.
4. Anda sering mendengarkan musik. Anda bahkan kadang kala menghadiri konser musik. Anda suka -bahkan butuh- mendengarkan lagu sambil anda bekerja.
5. Anda mengikuti irama musik dengan baik dan tanpa sadar mengetuk-ngetukkan jari anda mengikuti irama lagu itu.
6.DLL

5. KECERDASAN INTERPERSONAL
Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain.

Ciri-ciri:
1. Anda senang bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau komite.
2. Anda lebih suka belajar kelompok dari pada belajar sendiri.
3. Orang sering kali datang kepada anda untuk meminta nasihat. 4. anda adalah orang penuh simpati.
5. Anda lebih suka team sport seperti basket, soffball, sepak bola dari pada individual seperti renang dan lari.
6. DLL

6. KECERDASAN INTRAPERSONAL
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Mampu memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri.

Ciri-ciri:
1. Anda memiliki buku harian untuk mencatat pikiran anda yang sangat dalam dan pribadi.
2. Anda serimg menyendiri untuk memikirkan dan memecahkan masalah itu sendiri.
3. Anda menetapkan tujuan anda.
4. Anda adalah seorang pemikir independen (mandiri). Anda tahu pikiran anda dan anda memutuskan sendiri keputusan anda.
5. Anda mempunyai hobi atau kesenangan yang bersifat pribadi yang tidak banyak anda bagikan atau ungkapkan kepada orang lain.
6. DLL

7. KECERDASAN KINESTETIK
Kecerdasan kinestetik ialah kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan perasaan.

Ciri-ciri:
1. Anda gemar berolahraga atau melakukan kegiatan fisik.
2. Anda cakap dalam melakukan sesuatu seorang diri.
3. Anda senang memikirkan persoalan sambil aktif dalam kegiatan fisik seperti berjalan atau lari.
4. Anda tidak keberatan jika diminta untuk menari.
5. Setiap kali anda pergi ke pusat hiburan atau permainan, anda senang dengan permainan yang sangat menantang dan “mengerikan” secara fisik seperti jet coaster.
6. DLL

8. KECERDASAN NATURALIS
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan.

Ciri-ciri:
1. Anda senang memelihara atau menyukai hewan.
2. Anda dapat mengenali dan membedakan nama berbagai jenis pohon, bunga dan tanaman.
3. Anda tertarik dan memilki pengetahuan yang cukup mengenai bagaimana tubuh bekerja -di mana letak organ tubuh yang penting- dan anda mengerti akan kesehatan.
4. Anda tahu jalur atau jalan setapak, sarang burung dan hewan liar lainnya saat anda berjalan di alam dan anda bisa “membaca” cuaca.
5. Anda dapat membayangkan diri anda sebagai seorang petani atau mungkin anda suka memancing.
6. DLL

Dari delapan kecerdasan (intelligence) tersebut, manakah yang menjadi keunggulan anda dan mana yang belum digunakan secara maksimal?

Dengan mengetahui bahwa kita memiliki kelebihan atau kekurangan pada kecerdasan tertentu, kita akan dapat berbenah diri dan meningkatkan kemampuan kita. Therefore, Which one or some of them are yours?

sumber : http://bem.pefe.ui.ac.id/?p=2285

IKATAN KIMIA TERBARU

Telah ditemukan ikatan kimia baru. Lebih kuat daripada ikatan kovalen, ikatan hidrogen, bahkan ikatan ionik. Kalau atom Lk dengan Wn sudah berikatan kimia cinta, walaupun jarak antar atomya berjauhan bahkan ratusan kilometer lintas kota lintas benua, ikatannya tetap terasa dan sulit dipisahkan antar keduanya. Hal ini tidak bisa dijelaskan oleh hukum mekanika Newton bahkan mekanika kuantum sekalipun. Menurut hukum gaya elektrostastik besarnya gaya tarik antar partikel berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar partikel. Tetapi pada ikatan kimia cinta, jarak partikel tidak mempengaruhi besarnya gaya tarik antar partikel.

Atom Lk kerap kali mengirimkan foton dengan panjang gelombang tertentu, sehingga atom Wn tergetar dan tereksitasi dari keadaan normalnya. Ketika berdekatan dengan atom Wn, inti atom Lk berdegub kencang serasa ingin meluruh dan gemetaran sehingga membebaskan sejumlah radiasi sinar gamma. Padahal atom Wn hanya melintas sesaat.

Pada situasi dan kondisi tertentu diperlukan suatu katalis sebagai mak comblang untuk menyatukan atom Lk dan Wn yang malu-malu.

Kalau atom Wn sudah resmi menerima atom Lk sebagai calon pasangan untuk membentuk sebuah molekul rumah tangga, berarti tinggal satu tahap mekanisme reaksi lagi agar reaksi selesai.

Tahap selanjutnya adalah proses yang yang sangat menentukan laju reaksi. Keluarga isotop atom Lk akan bersama-sama menuju kediaman keluarga isotop atom Wn. Setelah proses serah terima elektron sebagai maskawin selesai dan penyatuan keduanya oleh secara resmi oleh penghulu partikel. Maka, Lk dan Wn sudah berikatan kimia cinta. Keduanya akan berikatan selamanya sampai akhir hayat, ketika waktu paruh mereka berdua telah mencapai limit tak hingga.

Akan tetapi, sebelum habis meluruh, keduanya akan membentuk kompleks teraktivasi, sehingga tercipta sebuah partikel baru yaitu, Lk junior dan Wn junior.Mekanisme pembentukan ikatan cinta ini belaku untuk setiap isotop Lk dan Wn lainnya, sehingga selalu ada keberlangsungan generasi

Kali ini akan dijelaskan mengenai mekanisme reaksinya, karena pada thread sebelumnya kayanya reaksi pembentukan senyawa LkWn tidak sesederhana penjelasan itu, karena pada kenyataannya jarak (bahkan ketika tidak ada jarak sekalipun) banyak hal yang dapat mempengeruhi pada kekuatan ikatan pada molekul LkWn. terutama jika ada interferensi dari ion Lk ato ion Wn lain yang memiliki spektrum energi atraktif yang lebih tinggi dan foton (bermuatan materi) yang lebih banyak.

Bahkan untuk molekul LkWn yang sudah terbentuk dengan stabil dan telah menghasilkan derivat dan memiliki waktu paruh yang lama pun masih bisa dipengaruhi oleh interferensi tersebut.
Sehingga bukan tidak mungkin atom Lk yang pada keadaan normal bervalensi satu akan menggunakan valensi diatasnya untuk mengikat 2 atau lebih atom Wn (baca: nyandung) membentuk senyawa poligami yang merupakan hasil dari proses nyandungisasi, yaitu Lk(Wn)2, Lk(Wn)3 dst, senyawa kompleks LkWn atau polimer LkWn dengan kompleksitas permasalahannya.

Atau secara empiris dapat ditulis dengan Lk(Wn)x, dimana x merupakan bilangan bulat antara 1 sampai dengan tak terhingga. hal ini sangat memungkinkan terjadi, karena dibeberapa institusi hukum pp-10 sudah tidak dipakai lagi karena sudah dianggap tidak relevan.

Meskipun x tidak terhingga, valensi atom Lk yang banyak ditemukan adalah 1 atau 2. di alam, pada keadaan normal sukar sekali menemukan atom Lk yang bervalensi 3, 4 atau diatasnya. tetapi menurut jurnal jawa pos yang saya baca minggu lalu, di sragen-solo telah ditemukan atom Lk yang bervalensi 12 dalam bentuk senyawa Lk(Wn)12. setelah diamati oleh para ahli ternyata atom Lk trsebut pada spektrumnya jika diamati panjang gelombangnya memang memiliki lamda diatas 900 A° (mendekati infra merah, sehingga memiliki energi tinggi), dan jika diamati muatannya ternyata memiliki foton (materi) yang banyak juga pada keadaan STP (ideal) reaksi normal antara atom Lk dan atom Wn adalah sbb:
Lk + Wn —LkWn
LkWn —– Lk(Jr) dan/atau Wn(Jr)
tapi berdasarkan tingkatan energi ikatan, jika kita asumsikan ikatan antara atom Lk dan atom Wn pada pembentukan molekul LkWn adalah ikatan sigma yang terbentuk dari proses meritisasi, kemudian ikatan pi adalah ikatan siri, dan ikatan n adalah ikatan sephia, dimana ikatan pi dan ikatan n terbentuk dari proses selingkuhisasi, maka hasil reaksi antara atom Lk dan atom Wn dengan interferensi dari ion Lk+, ion Wn- dan radikal bebas Lk° atau Wn° kemungkinan akan menghasilkan senyawa anomali, yaitu :

Lk + Wn + interferensi ion Wn- —– Lk(Wn)x
atau
Lk + Wn + interferensi ion Lk+ —– (Lk)yWn
atau
Lk + Wn + interferensi ion Lk+ dan Wn- —– (Lk)y(Wn)x
atau
Lk + Wn + interferensi ion Lk+ dan Wn- —– [(Lk)y(Wn)x]z
atau
Lk + Wn + dengan/tanpa interferensi ion Lk+ dan Wn- —– Lk° + Wn°
atau
Lk + Wn + dengan/tanpa interferensi ion Lk+ dan Wn- —– (Lk)2 + (Wn)2
keterangan :
x = valensi atom Lk
y = valensi atom Wn
z = jumlah “mer” dari polimer LkWn(dimana x, y, z adalah bilangan bulat random)
Lk° dan Wn° = radikal atom jomblo
LkWn = senyawa monogami
Lk(Wn)x = senyawa poligami
(Lk)yWn = senyawa poliandri
(Lk)y(Wn)x = senyawa kompleks
LkWn[(Lk)y(Wn)x]z = senyawa polimer
LkWnnyandung = memiliki pasangan lebih dari satu, bisa poligami atau poliandri
Tahapan/mekanisme reaksinya adalah sbb:

a. Reaksi Normal
1. eksitasi
atom Lk dan atom Wn sejalan dengan waktu paruhnya (biasanya 17 – 40 tahun) akan melepaskan satu elektron dari pasangan elektronnya menjadi tereksitasi dari ground-state ke excited state sehingga keduanya akan mengalami exciting membentuk ion Lk+ dan ion Wn-
Lk —– Lk+
Wn —– Wn-

2. interaksiion
Lk+ dan ion Wn- yang sedang exciting akan saling mendekati dan membentuk senyawa dengan ikatan sigma LkWn melalui proses meritisasi dengan/tanpa katalis comblang

Lk+ + Wn- —– LkWn

3. derivatisasi
susah jelasin teknisnya, pokoknya reaksinya akan menghasilkan atom Lk junior dan/atau Wn junior yang masih labil.

4. siklisasiatom
Lk(Jr) dan Wn(Jr) yang masih labil pada waktu paruh 17 akan matang dan mengalami eksitasi sehingga reaksi berulang membentuk siklus reaksi looping dari reaksi tahap 1 sampai tahap 4.

Lk(Jr) —– Lk
Wn(Jr) —– Wn
b. reaksi anomali


5. centilisasiion
Lk+ atau Wn- yang belum juga bereaksi mengalami over-exciting karena kelamaan tereksitasi sehingga mengalami centilisasi, yaitu tereksitasi dari keadaan excited-state ke centil-state.
Lk+ —– Lk*Wn- —– Wn*
6. interferensi
molekul LkWn yang sudah terbentuk disadari atau tidak, diakui atau tidak dan disengaja atau tidak, akan mengalami interferensi dari ion Lk* atau ion Wn* yang over-exciting

6.1 proses pembentukan senyawa poligami
atom Lk pada molekul LkWn akan menyisihkan/mengalihkan (bukan melepasan) foton atau mencari foton tambahan. jika tidak kuat atom Lk akan mengalami kelebihan foton bebas atau lone-pair foton (emang ada?) sehingga mengalami proses centilisasi membentuk LkWn tercentilkan.
LkWn + foton —– *LkWn

molekul LkWn tercentilkan bereaksi dengan ion Wn over-exciting membentuk senyawa Lk(Wn)2 dengan bentuk ikatan sigma-sigma atau sigma-pi atau sigma-n. reaksi 5.1 ini akan looping sampai membentuk senyawa Lk(Wn)x, dimana x bilangan bulat dan tak terhingga.

6.2 proses pembentukan senyawa poliandri
atom Wn pada molekul LkWn melepaskan emisi centil berlebihan. jika tidak kuat atom Wn akan mengalami kelebihan elektron bebas atau lone-pair electron sehingga mengalami proses centilisasi membentuk LkWn tercentilkan.
LkWn —– LkWn*
molekul LkWn tercentilkan bereaksi dengan ion Lk* over-exciting membentuk senyawa (Lk)2Wn dengan bentuk ikatan sigma-n. reaksi 5.2 ini akan looping sampai membentuk senyawa (Lk)yWn, dimana y bilangan bulat dan tak terhingga.
7. polimerisasi
proses polimerisasi adalah proses gabungan antara proses poligami dan proses poliandri. reaksi dapat berjalan secara paralel maupun seri. reaksi terjadi antara sesama LkWn tercentilkan, dimana Lk tercentilkan akan berikatan n dengan Wn tercentilkan membentuk polimer [(Lk)y(Wn)x]z.

*LkWn* + *LkWn* + *LkWn* dst —– *Lk-Wn-Lk-Wn-Lk-Wn* dst

kemungkinan ikatan yang ada pada senyawa poligami adalah ikatan sigma, ikatan pi dan ikatan n. sedangkan kemungkinan ikatan yang ada pada senyawa poligami adalah ikatan sigma dan ikatan n, karena hampir tidak mungkin atom Wn memiliki dua atau lebih ikatan sigma. bentuk kristal senyawa kompleks dan senyawa polimer LkWn adalah amorf, karena valensi Lk (x), valensi Wn (y) dan jumlah mer (z) bisa berapa saja.
8. teu-puguhisasi
belum ada teori mendukung yang bisa menjelaskan kenapa proses teu-puguhisasi ini bisa berlangsung. karena ion Lk+ dan Wn- tidak membentuk senyawa hetero atom LkWn, tetapi membentuk senyawa homo atom.
2Lk+ + 2Wn- —– (Lk)2 + (Wn)2
Konklusi :

1. kalo waktu paruh dan foton dah cukup sebaiknya gancang merit.
2. atom Lk dan Wn pada molekul LkWn harus selalu berada dalam kondisi proses percayaisasi.

Sumber : http://sabine-elli.blogspot.com/2008/04/ikatan-kimia-terbaru.html

Adsorpsi Karbon Aktif

II.7 Adsorpsi Karbon aktif

Adsorbsi secara umum adalah proses penggumpalan subtansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara subtansi dengan penyerapannya. Adsorbsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ;

  1. Adsorbsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya Van der Waals dan merupakan suatu proses bolak – balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorbsi pada permukaan adsorben.
  2. Adsorbsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang teradsorbsi.

Adsorbsi menggunakan istilah adsorbant dan adsorbent, dimana adsorbent adalah merupakan suatu penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon, sedangkan adsorbant adalah merupakan suatu media yang diserap. Pada air buangan proses adsorbsi adalah merupakan gabungan antara adsorbsi secara fisika dan kimia yang sulit dibedakan, namun tidak akan mempengaruhi analisa pada proses adsorbsi. Absorbsi adalah proses adhesi yang terjadi pada permukaan suatu zat padat atau cair yang berkontak dengan media lainnya, sehingga menghasilkan akumulasi atau bertambahnya konsentrasi molekul – molekul. (Soedarsono dan Benny Syahputra, 2005).

Suatu permukaan padatan yang bersentuhan dengan larutan akan menyebabkan molekul-molekul terlarut terjerap/ adsorp pada permukaan padatan. Adsorbsi molekul digambarkan sebagai berikut :

A  +  B      —>       A.B

Dimana :

A   =  adsorbant

B   =  adsorbent

A.B  =  jumlah bahan yang terjerap

Energi yang dihasilkan seperti ikatan hidrogen dan gaya Van Der Waals menyebabkan bahan yang teradsorp berkumpul pada permukaan penjerap. Bila reaksi dibalik, molekul yang terjerap akan terus berkumpul pada permukaan karbon aktif sehingga jumlah zat diruas kanan reaksi sama dengan jumlah zat pada ruas kiri. Apabila kesetimbangan telah tercapai, maka proses adsorpsi telah selesai. (Arifin, 2008)

Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukan distribusi adsorbent antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengn fasa ruah saat kesetimbangan pada suhu tertentu. Dibawah ini adalah beberapa contoh isotherm yang biasa digunakan dalam adsorpsi :

GAMBAR. 9 :

BERBAGAI JENIS KURVA ISOTERM ADSORPSI

(Sumber : Carlos Moreno Castilla, 2003)

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph dan berpori yang mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon yang diperlakukan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25- 1000% terhadap berat karbon aktif. Karena hal tersebut maka karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri. Hampir 60% produksi karbon aktif di dunia ini dimanfaatkan oleh industri-industri gula dan pembersihan minyak dan lemak, kimia dan farmasi. ( M.T. Sembiring, dkk, 2003)

GAMBAR. 10 :

STRUKTUR KARBON AKTIF

(Sumber : Arifin dan Heri Rizky, 2008)

Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya karbon aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis karbon aktif  dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut. (Perpamsi, 2002).

Menurut M.T Sembiring, dkk, 2003 bahwa karbon aktif terbagi atas 2 tipe yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap.

  1. Karbon aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000 A0, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbukserbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.
  2. Karbon aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0 , tipe pori lebih halus, digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras. Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk masing- masing tipe, pernyataan diatas bukan merupakan suatu keharusan.

Ann Limley, Et.al, 1995, menyatakan bahwa dengan proses oksidasi, karbon aktif yang dihasilkan terdiri dari dua jenis, yaitu :

  1. L-karbon (L-AC) yaitu karbon aktif yang dibuat dengan oksidasi pada suhu 300oC – 400oC (570o-750oF) dengan menggunakan udara atau oksidasi kimia. L-AC sangat cocok dalam mengadsorbsi ion terlarut dari logam berat basa seperti Pb2+, Cu2+, Cd2+, Hg2+. Karakter permukaannya yang bersifat asam akan berinteraksi dengan logam basa. Regenerasi dari L-AC dapat dilakukan menggunakan asam atau garam seperti NaCl hampir sama pada perlakuan pertukaran ion.
  2. H-karbon (H-AC) yaitu karbon aktif yang dihasilkan dari proses pemasakan pada suhu 800o-1000oC (1470o-1830oF) kemudian didinginkan pada atmosphere inersial. H-AC memiliki permukaan yang bersifat basa sehingga tidak efektif dalam mengadsorbsi logam berat alkali pada suatu larutan air tetapi sangat lebih effisien dalam mengadsorbsi kimia organik, partikulat hidrofobik, dan senyawa kimia yang mempunyai kelarutan yang rendah dalam air. Akan tetapi H-AC dapat dimodifikasi dengan menaikan angka asiditas. Permukaan yang netral akan mengakibatkan tidak efektifnya dalam mereduksi dan mengadsorbsi kimia organik sehingga efektif mengadsorbsi ion logam berat dengan kompleks khelat zat organik alami maupun sintetik dengan menetralkannya.

Menurut M.T. Sembiring dkk, 2003 bahwa karbon aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada SII No.0258 -79. Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :

  1. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

  1. Temperatur/ suhu.

Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki suhu pada saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan mengenai suhu yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi suhu proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna mau dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada suhu kamar atau bila memungkinkan pada suhu yang lebih kecil.

  1. pH (Derajat Keasaman).

Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

  1. Waktu Singgung

Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.

Karbon aktif disamping sebagai adsorben juga dapat dianggap sebagai zat pemberat. Zat pemberat (weighing agent) digunakan untuk menambah partikel – partikel untuk tumbukan pada pembentukan/ pertumbuhan flok (membantu proses flokulasi). Penambahan zat pemberat, yang mempunyai berat jenis (specific gravity) relatif besar, menghasilkan aksi pemberatan, dan flok mengendap dengan cepat. (Perpamsi, 2002).

Karbon aktif tersedia dalam berbagai bentuk misalnya gravel, pelet (0.8-5 mm) lembaran fiber, bubuk (PAC : powder active carbon, 0.18 mm atau US mesh 80) dan butiran-butiran kecil (GAC : Granular Active carbon, 0.2-5 mm). (PAC) lebih mudah digunakan dalam pengolahan air dengan sistem pembubuhan yang sederhana. Metode ini adalah salah satu metode yang potensial, karena prosesnya yang sederhana, dapat bekerja pada konsentrasi rendah, dapat di daur ulang, dan biaya yang dibutuhkan relatif murah. (Arifin dan Heri Rizky, 2008).

Adopted from . BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. Sub. II.7 dari  Arifin. 2010. Dekolorisasi Air yang Mengandung Zat Warna Tekstil Dengan Metode Koagulasi Poly Aluminium Chloride dan Adsorpsi Karbon Aktif. Tangerang : PT. Tirta Kencana Cahaya Mandiri.

By: arifin_pararaja@yahoo.co.id

Pengukuran Residu Klorin

WHO Regional Office for South-East Asia

Manfaat klorin pada air

Kebanyakan penyakit yang sering ditemukan pada masyarakat pasca bencana atau dalam kedaruratan terkait dengan air minum yang terkontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari mikro organisme atau dari zat kimia, baik yang berasal dari alam atau buatan (tabel 2). Lembar informasi ini terutama membahas masalah yang berkaitan dengan kontaminasi air minum oleh mikro organisma karena hal ini sangat sering terjadi dan dapat dikurangi denga klorinasi. Kontaminasi bahan kimia sulit untuk disingkirkan dan memerlukan pengetahuan dan peralatan yang lebih canggih.

Penyakit yang berkaitan dengan air minum yang terkontaminasi dengan mikro organisme

Diare

Tifoid

Hepatitis

Kolera

Catatan: Air yang terkontaminasi tidak hanya menyebabkan penyakit-penyakit di atas; jumlah air, sanitasi yang buruk dan perilaku kebersihan yang buruk juga berperan.

Beberapa kontaminan kimia pada air yang dapat berbahaya bagi kesehatan

Arsen Florida

Kadmium Timbal

Kromium Merkuri

Sianida

Masyarakat yang tinggal di tempat yang sama selama hidupnya dan selalu minum air yang terkontaminasi dapat mengembangkan kekebalan terhadap kontaminan tersebut sehingga tidak atau sedikit mengalami masalah kesehatan. Namun tidak demikian halnya dengan masyarakat yang terkena bencana. Situasi darurat memiliki tiga efek pada populasi yang saling berkaitan, karena:

Memaksa masyarakat berpindah ke tempat yang baru dimana kualitas air berbeda dari yang biasa mereka minum, sehingga mereka tidak memiliki kekebalan; Memaksa masyarakat hidup di situasi yang buruk, seperti dalam tenda atau penampungan sementara dimana sulit untuk tetap mempertahankan perilaku kebersihan, dan Mempengaruhi pola makan, bahkan seringkali menurunkan kualitas gizinya dan membuat mereka makin rentan terhadap penyakit.

Karena itu bagi masyarakat yang berada pada kondisi darurat, penyediaan air yang berkualitas baik penting.

Terdapat beberapa cara meningkatkan kualitas air minum. Yang tersering adalah pengendapan dan penyaringan yang diikuti oleh disinfeksi (dibahas pada tulisan yang lain). Disinfeksi (pembunuhan mikroorganisme yang berbahaya) dapat dicapai dengan berbagai cara namun yang tersering adalah melalui penambahan klorin. Nmun klorin hanya akan bekerja dengan baik jika air jernih (kotak 1).

Kotak 1.

Cara kerja klorin dalam membunuh kuman

Penambahan klorin dalam air akan memurnikannya dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga kuman akan mati. Namun demikian proses tersebut hanyak akan berlangsung bila klorin mengalami kontak langsung dengan organisme tersebut. Jika air mengandung lumpur, bakteri dapat bersembunyi di dalamnya dan tidak dapat dicapai oleh klorin.

Klorin membutuhkan waktu untuk membunuh semua organisme. Pada air yang bersuhu lebih tinggi atau sekitar 18oC, klorin harus berada dalam air paling tidak selama 30 menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan. Karena itu biasanya klorin ditambahkan ke air segera setelah air dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan atau pipa penyalur agar zat kimia tersebut mempunyai cukup waktu untuk bereaksi dengan air sebelum mencapai konsumen.

Efektivitas klorin juga dipengaruhi oleh pH (keasaman) air. Klorinasi tidak akan efektif jika pH air lebih dari 7.2 atau kurang dari 6.8.

Residu klorin

Klorin merupakan zat kimia yang relatif murah dan siap digunakan; begitu dilarutkan dalam air dengan jumlah yang cukup akan merusak sebagian besar kuman penyebab penyakit tanpa membahayakan manusia. Namun demikian saat organisme telah rusak, klorin juga akan habis. Jika klorin yang ditambahkan cukup, setelah semua organisme rusak akan terdapat sisa klorin dalam air yang disebut sebagai klorin bebas Klorin bebas akan tetap berada dalam air sampai hilang di dunia luar atau terpakai untuk membunuh kontaminasi baru.

Karena itu jika kita memeriksa air dan menemukan masih terdapat klorin bebas yang tersisa, hal itu merupakan bukti bahwa sebagai besar organisme dalam air yang berbahaya telah disingkirkan dan air aman diminum. Pengukuran tersebut dinamakan residu klorin.

Pengukuran residu klorin dalam air merupakan metode yang sederhana namun penting untuk memeriksa apakah air yang dikirimkan telah aman untuk diminum.

Kapan dan dimana memeriksa air

Penggunaan klorin yang tersering untuk disinfeksi adalah pada pipa penyediaan air. Klorinasi suplai air secara berkala sulit dilakukan dan biasanya disinfeksi dilakukan setelah perbaikan dan pemeliharaan

Residu klorin biasanya diperiksa pada saat berikut:

• Segera setelah klorin ditambahkan dalam air, untuk menilai apakan proses klorinasi bekerja;

• Pada saluran keluar air ke konsumen yang paling dekat dengan titik klorinasi, untuk memeriksa apakah tingkat residu klorin berada dalam batas yang dapat diterima (0.2-0.5 mg/l); dan

• Pada titik terjauh dari jaringan dimana kemungkinan tingkat residu klorin paling rendah. Jika ditemukan kadar klorin kurang dari 0.2 mg/l mungkin perlu dilakukan penambahan klorin pada daerah pertengahan jaringan.

Perhatian

Semua bentuk klorin berbahaya bagi kesehatan. Hindari kontak dengan kulit dan jangan menghirup uapnya. Klorin harus selalu disimpan pada wadah yang dingin, gelap, kering dan tertutup serta jauh dari jangkauan anak-anak.

Jumlah residu klorin berubah sepanjang siang dan malam. Jika dianggap pipa jaringan selalu berada di bawah tekanan sepanjang hari (kotak 2), pada siang hari akan cenderung lebih banyak residu klorin daripada malam hari. Hal ini karena air akan berada dalam sistem lebih lama pada malam hari (kebutuhan menurun) sehingga terdapat banyak kesempatan bagi air untuk terkontaminasi yang akan menghabiskan residu klorin.

Residu klorin harus diperiksa secara berkala. Jika sistem masih baru atau sedang dalam perbaikan, periksa setiap hari hingga anda yakin bahwa proses klorinasi telah berlangsung secara tepat. Setelah itu periksa seminggu sekali.

Pemeriksaan residu klorin

Pemeriksaan yang tersering adalah uji indikator dpd (dietil parafenilen diamin) dengan menggunakan komparator. Pemeriksaan ini merupakan metoda yang paling cepat dan sederhana untuk memeriksa residu klorin.

Dengan pemeriksaan ini, reagen dalam bentuk tablet ditambahkan pada sampel air hingga air berwarna merah. Kepekatan warna kemudian dibandingkan terhadap warna standar pada grafik untuk menentukan konsentrasi klorin. Semakin pekat warna, semakin tinggi konsentrasi klorin dalam air.

Beberapa alat untuk memeriksa residu klorin dalam air, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2, dapat dibeli dengan mudah. Alat tersebut kecil dan mudah dibawa.

Kepustakaan

WHO (2004) “Guidelines for drinking water quality – 3rd edition”. Geneva

Kotak 2.

Klorinasi dan suplai yang tidak tetap

Klorinasi pipa jaringan tidak bermanfaat bila suplai air tidak tetap. Kebocoran pada seluruh sistem pipa dan jika suplai air mati, tekanan akan turun dan air yang terkontaminasi akan memasuki pipa melalui celah di dinding pipa. Tingkat residu klorin yang dapat diterima konsumen tidak akan mampu menghadapi kontaminasi tingkat tinggi seperti ini. Semua suplai air yang tidak tetap harus dianggap sebagai terkontaminasi dan lakukan upaya disinfeksi pada tingkat pengguna.

Pengukuran residu klorin

Langkah 1. Letakkan satu tablet dalam kamar periksa (a) dan tambahkan beberapa tetas air yang akan diuji

Langkah 2. Gerus tablet, lalu penuhi kamar (a) dengan air yang akan diuji.

Langkah 3. Masukkan air yang sama yang sedang diuji (tanpa tablet) pada kamar ke dua (b). Ini akan menjadi kontrol pada perbandingan warna.

Langkah 4. Tingkat residu klorin (R) dalam mg klorin per liter air (mg/l) ditentukan dengan membandingkan warna air yang sedang diuji dan telah ditambahkan tablet yang berada di kamar (a) dengan warna standar pada wadah (kamar

Bijak dalam menggunakan kemasan pangan

Faktor yang mempengaruhi migrasi senyawa toksik adalah jenis serta konsentrasi kimia terkandung, sifat komposisi pangan beserta suhu dan lama kontak. Kemajuan teknologi memberikan efektifitas dalam pengemasan pangan minuman. Berbagai jenis dan bentuk kemasan memudahkan pangan untuk didistribusikan. Pangan ataupun minuman menjadi lebih awet dan higienis jika dikemasan dengan baik.

Konsumen pun merasa nyaman dengan tersediannya produk pangan terkemas, serta tersedianya berbagai pilihan kemasan produk pangan rumah tangga. Seperti gayung bersambut, fenomena ini dimanfaatkan oleh berbagai produsen kemasan pangan. Berbagai jenis, bentuk, dan ukuran, kemasan tersedia. Bermacam-macam bahan dari yang paling sederhana mulai dari kertas sampai paling modern yakni polivnil dan logam digunakan dalam kemasan ini.

Dewasa ini secara garis besar terdapat lima macam bahan pengemas yakni kertas dan bahan sejenisnya, gelas, plastik, dan logam. Masing – masing jenis bahan pengemas ini memiliki keunggulan tertentu. Jenis kemasan tersebut cocok untuk jenis pangan tertentu. Pangan padat, setengah padat (pasta) dan cair (minuman) memiliki bahan kemas tersendiri.

Di satu sisi kemasan memberikan keuntungan, disisi lain kemasan juga perlu diwaspadai. Tidak semua bahan pengemas aman terhadap pangan minuman. Oleh karena itu kemasan tersebut harus memenuhi syarat keamanan. Pengaruh Negatif Kemasan PlastikPlastik adalah campuran yang mengandung polimer, filler, plasticizer, retar dan nyala, antioksidan, lubrikan, stabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang banyak digunakan adalah polietilen, polipropilen, polivinilklorida dan polisterina. Resiko yang ditimbulkan senyawa-senyawa tersebut(lihat tabel jenis Polimer) senyawa kimia toksik dari plastik dapat bermigrasi terhadap pangan antara lain karena pengaruh suhu dan waktu kontak. Suhu tinggi (lebih dari 60oC) dan lama kontak selama 30 menit, senyawa toksik seperti halnya formalin sudah termigrasi ke dalam bahan pangan. Semakin besar suhu dan semakin lama kontak, migrasi senyawa toksik akan semakin besar. Oleh karena itu perlu diperhatikan aplikasi kemasan jenis ini dalam makanan minuman.Pengaruh Negatif Kemasan LogamBerbagai kaleng terbuat dari jenis-jenis logam seng, aluminium, besi, alumunium dan seng tidak meracun dalam kadar rendah bagi tubuh manusia.

Logam akan bereaksi dengan asam, dan logam tersebut larut, oleh karena itu akan menurunkan kualitas bahan pangan atau minuman yang bersifat asam.Bahan tambahan kaleng, misal cat, serta bahan pelapis kaleng organik epoksi fenol dan organosol perlu diperhatikan penggunaannya.

Kaleng ataupun kemasan logam lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan cadmium. Logam-logam ini mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan manusia. (lihat tabel pengaruh negatif penggunaan logam). Banyak makanan dan minuman yang bersifat asam. Kontak antara asam dengan logam akan melarutkan kemasan logam yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan jumlah logam yang terlarut. Artinya semakin lama terjadinya kontak, maka semakin banyak logam yang larut. Oleh karena itu perlu dipilah jenis pangan-minuman yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam.

Pengaruh Kemasan Asal Bahan Kertas dan SejenisnyaBahan kemas asal kertas sudah lama dikenal. Kemasan kertas banyak digunakan, terutama dipasar tradisional. Penggunaan koran bekas ataupun kertas sisa banyak dijumpai di warung, dan dipasar. Secara modern pun kemasan kertas digunakan, baik ditambah pelapis maupun secara langsung.Struktur dasar kertas adalah bubur kertas (selulosa) dan felted mat. Komponen lain adalah hemiselulosa, fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk melengketkan serat, minyak esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Terkadang digunakan klor sebagai pemutih, digunakan pula adhesive aluminium, pewarna dan pelapis.Bahan berbahaya termigrasi yang ada dalam kertas adalah tinta, terutama untuk kertas bekas (mengandung logam berat), serta komponen bahan kimia tersebut di atas kecuali selulosa dan lignin. Mengingat kertas pun memberikan ancaman bagi kesehatan, maka pemilihan bahan yang dikemas, dan penggunaan kertas sebagai pengemas harus diperhatikan. Kertas bertinta seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan pangan secara langsung.

Migrasi Bahan Kimia Berbahaya Dari KemasanTerjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik, sebenarnya karena proses migrasi senyawa tersebut dari kemasan ke pangan. Migrasi merupakan perpindahan bahan kimia baik itu polimer, monomer, ataupun katalisator kemasan (contoh formalin dari kemasan/wadah melamin) kedalam pangan. Migrasi memberikan dampak terhadap penurunan kualitas pangan dan keselamatan pangan. Jumlah senyawa termigrasi kebanyakan tidak disadari, tetapi berpengaruh fatal terutama pada jangka panjang.

Faktor yang mempengaruhi migrasi senyawa toksik adalah jenis serta konsentrasi kimia terkandung, sifat komposisi pangan beserta suhu dan lama kontak. Kualitas bahan kemasan juga berpengaruh terhadap migrasi. Jika bahan inert (tidak mudah bereaksi) maka migrasinya kecil dan sebaliknya.Potensi migrasi bahan toksik meningkat karena lamanya kontak, meningkatnya suhu, tingginya konsentrasi senyawa termigrasi dan bahan makanan yang terlalu reaktif. Migrasi bahan toksik merupakan masalah serius jangka panjang bagi kesehatan konsumen, oleh karena itu perlu perhatian khusus. Peraturan dan perundang-undangan harus ditegakkan sebagai payung hukum. Pengawasan oleh BPOM RI secara independent akan mengurangi resiko kontaminasi bahan berbahaya, sehingga dapat mengaktulisasikan tujuan pokok organisasi dalam melindungi masyarakat dari pangan berbahaya.

Pemilihan Kemasan PanganMenyikapi keberadaan jenis bahan kemas yang heterogen, perlu kebijakan khusus dalam pemilihan kemasan efektif dan mencapai sasaran. Sejumlah kriteria perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kemasan pangan:

1. Sifat bahan kimia pangan beserta stabilitasnya dalam hal komposisi kimia, biokimia, mikrobiologi kemungkinan reaksi dan kecepatan reaksi terhadap bahan kemasan pengaruhnya dengan suhu dan waktu.
2. Sifat bahan kimia pengemas, kompatibilitasnya harus dinilai secara seksama.Apakah bahan kimia tersebut mudah termigrasi, serta evalusi terhadap pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap komposisi yang dikandung pengemas.
3. Evaluasi terhadap faktor lingkungan. Mengingat migrasi bahan toksik sangat dipengaruhi suhu, lama kontak dan jenis senyawa toksik dalam kemasan, maka faktor lingkungan harus diperhatikan.

Kategori Pangan TerkemasKategori pangan penting diketahui untuk pemilihan bahan pengemas. Secara garis besar pangan dapat dikategorikan sbb:
1. Sesuai derajat asam basanya (pH) Pangan maupun minuman beragam kadar asam basanya. Ada yang bersifat sangat asam, ada yang netral dan ada pula yang basa. Pangan yang bersifat asam berbahaya jika kemasannya terbuat dari logam. Pangan yang bersifat netral lebih banyak memiliki kecocokan dengan banyak jenis bahan kemas.
2. Suhu saat pengemasan dan penyimpanan saat pengemasan ada yang dilakukan saat pangan pada suhu tinggi (diatas 60oC), suhu kamar, ataupun suhu rendah. Pengemasan pangan pada suhu tinggi, ataupun penyimpanan pangan terkemas pada suhu tinggi akan meningkatkan migrasi bahan kia toksik, Formaldehid dari kemasan melamin termigrasi pada suhu tersebut.
3. Kandungan kimia dominan Bahan kimia dominan dalam pangan dapat berupa protein, lemak/minyak, garam dsb. Pemilihan kemasan disesuaikan dengan kandungan kimia; seyogyanya dipilih kemasan yang tidak bereaksi antara kemasan dan kimia bahan pangan. Sebagai contoh : Pangan berkadar garam tinggi, akan mendegradasi kemasan logam.

SYARAT KEAMANAN KEMASAN PANGAN
1. Kemasan tidak bersifat toksikdan beresidu terhadap pangan-minuman.
2. Kemasan harus mampu menjaga bentuk, rasa, kehigienisan, dan gizi bahan pangan.
3. Senyawa bahan toksik kemasan tidak boleh bermigrasi ke dalam bahan pangan terkemas.
4. Bentuk, ukuran dan jenis kemasan memberikan efektifitas.
5. Bahan kemasan tidak mencemari lingkungan hidup. Secara ringkas syarat kemasan harus mampu melindungi pangan secara fisik, kimia dan biologis. Beberapa bahan kemasan karena pengaruh suhu, dan waktu kontak terhadap jenis bahan pangan tertentu, menimbulkan efek toksik bagi tubuh manusia.
DASAR HUKUMDasar HukumDalam perihal peraturan tentang kemasan pangan, telah dituangkan dalam Undang-undang tentang pangan yang kemudian diimplementasikan dalam permenkes tentang produksi dan peredaran pangan. Peraturan tersebut lengkapnya sbb:
1. Undang-undang No.7 Th 1996 tentang Pangan (UU 7/1999)Pasal 1 butir 10:Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.Pasal 16 :
1. Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.
2. Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran.
3. Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan.
Pasal 17 :Bahan yang akan digunkan sebagai kemasan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya bagi pangan yang diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/Per/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Pangan :Pasal 1 butir 1 :Wadah adalah barang yang dipakai untuk mewadahi atau membungkus makanan yang berhubungan langsung dengan isi.Pasal 1 butir 2 :Pembungkus adalah barang yang digunakan untuk membungkus makanan yang tidak berhubungan langsung dengan isi.Pasal 13 :
1. Wadah makaanan harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya.
2. Wadah harus dibuat dari bahan yang tidak melepaskan zat yang dapat mengganggu kesehatan.

Jenis Polimer
No
Polimer Plastik
Jenis Bahan Toksik
Pengaruh Terhadap Kesehatan
1.
Polivnil Klorida
Polivinil Klorida Hidrogen Klorida (HCL), plastizicer (ester asamftalat : dioktif ftalat, dibutil ftalat)
Kanker, mutasi gen, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, disfungsi hati, bronchitis dan tukak
2.
Polietilen
Aldehid alifatik (LDPE), Hidrokarbon alifatik tidak jenuh (HDPE)
Kanker
3.
Ftalat
Ester asam ftalat
Gangguan pertumbuhan dan reproduksi, asma
4.
Polyester
Ester
Menyebabkan iritasi mata, saluran pernapasan dan kulit kemerahan
5.
Polioksimetilen
Fomaldehid (Formalin)
Iritasi bronchhial, mencret, muntah, depresi susunan syaraf, gangguan peredaran darah, konvulsi Pengaruh Negatif penggunaan Logam No Nama Logam Penggunaan Bahaya Bagi Kesehatan

Pengaruh Megatif penggunaan Logam
No
Nama Logam
Penggunaan
Bahaya Bagi Kesehatan
1.
Timbal (Pb)
Stabilizer, pewarna
Kerusakan system syaraf pusat, menghambat pembentukan haemoglobin, anemia, menimbulkan osteoporosis, karsinogenik
2.
Kromium (Cr)
Pewarna
Kromium heksavalen menyebabkan kanker dan alergi kulit
3.
Nikel (Ni)
Stabilizer
Karsinogenik
4.
Kadmium (Cd)
Stabilizer
Osteoporosis, kerusakan ginjal, kerusakan paru-paru.
5.
Merkuri (Hg)
Kerusakan system syaraf pusat, kerusakan ginjal, karsinogenik.

Diposkan oleh bbpomptk

Sumber bahan pencemar udara

Sumber bahan pencemar udara ada lima macam yang merupakan penyebab utama (sekitar 90%) terjadinya pencemaran udara global di seluruh dunia yaitu:

  1. Gas karbon monoksida, CO
  2. Gas-gas nitrogen oksida, NOx
  3. Gas hidrokarbon, CH
  4. Gas belerang oksida, SOx
  5. Partikulat-partikulat (padat dan cair)

Gas karbon monoksida merupakan bahan pencemar yang paling banyak terdapat di udara, sedangkan bahan pencemar berupa partikulat (padat maupun cair) merupakan bahan pencemar yang sangat berbahaya (sifat racunnya sekitar 107 kali dari sifat racunnya gas karbon monoksida).

a. Gas karbon monoksida, CO

Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, titik didih -192º C, tidak larut dalam air dan beratnya 96,5% dari berat udara. Reaksi-reaksi yang menghasilkan gas karbon monoksida antara lain:

  • Pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar atau senyawa­ senyawa karbon lainnya:

2 C + O 2 ? 2 CO

  • Reaksi antara gas karbon dioksida dengan karbon dalam proses industri yang terjadi dalam tanur:

CO2 + C ? 2 CO

  • Penguraian gas karbon dioksida pada suhu tinggi:

2 CO2 ? 2 CO + O 2

  • Gas karbon monoksida yang dihasilkan secara alami yang masuk ke atmosfer lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang dihasilkan dari kegiatan manusia.

CO adalah gas buang yang sangat berbahaya bagi paru-paru. Bila terhirup akan  mengikat hemoglobin darah, sehingga pasokan O2 dalam darah akan berkurang. Kemampuan CO mengikat Hb 240 kali lipat dibanding O2. CO dalam darah menimbulkan beragam gangguan, tergantung kadarnya. Gas ini bisa menaikkan aliran darah hingga emosi mudah terpicu. Kadar COHb 10-20% atau sekitar 200 ppm menimbulkan sakit kepala, gangguan napas, bahkan kematian janin. Pada kadar yang lebih tinggi, misalnya 400 ppm, CO membuat pelipis berdenyut dan muntah – muntah, bahkan bisa menyebabkan pingsan, kolaps, koma, depresi jantung hingga kematian bila kadarnya diatas 2000 ppm.

b. Gas-gas Nitrogen oksida, NOx

Gas-gas Nitrogen oksida yang ada di udara adalah Nitrogen monoksida NO, dan Nitrogen dioksida NO2 termasuk bahan pencemar udara. Gas Nitrogen monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tetapi gas nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam dan menyebabkan orang menjadi lemas. Reaksi-reaksi yang menghasilkan gas NO dan NO2 antara lain:

(1210 – 1765)ºC

2 N + O2  ? 2 NO

2 NO + O2 ? 2 NO

Merupakan buangan kendaraan bermotor. Unsur ini menyebabkan iritasi yang pada akhirnya mengubah fungsi paru, meningkatkan sensitivitas terhadap alergi,
Meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, terutama pada penderita asma.

 c. Hidrokarbon CH

Sumber terbesar senyawa hidrokarbon adalah tumbuh­tumbuhan. Gas metana CH4 adalah senyawa hidrokarbon yang banyak dihasilkan dari penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerob yang terjadi dalam air, dalam tanah dan dalam sedimen yang masuk ke dalam lapisan atmosfer:

2 (CH2O)n ? CO2 + CH4

Adalah senyawa organik yang mudah menguap dan reaktif. Hidrokarbon merupakan uap bensin yang tidak terbakar dan produk samping dari pembakaran tak sempurna. Beberapa hal yang bisa kita lakukan terutama bagi pengendara motor: Gunakan masker dengan kualitas baik yang mampu menutup hidung, mulut sampai ke leher. Bersihkan minimal setiap 2 hari sekali Gunakan helm yang benar-benar menutupi kepala, terutama hidung. Jangan lupa rajin mengonsumsi sayur dan buah, yang mengandung antioksidan tinggi sebagai  penangkal radikal bebas yang terdapat dalam cemaran udara

d. Gas-gas belerang oksida SOx

Gas belerang dioksida SO2 tidak berwarna, dan berbau sangat tajam. Gas belerang dioksida dihasilkan dari pembakaran senyawa­senyawa yang mengandung unsur belerang. Gas belerang dioksida SO2 terdapat di udara biasanya bercampur dengan gas belerang trioksida SO3 dan campuran ini diberi simbol sebagai SOx.

S + O2 ? SO2

2 SO2 + O 2 ? 2 SO3

e. Partikulat

Yang dimaksud dengan partikulat adalah berupa butiran-butiran kecil zat padat dan tetes-tetes air. Partikulat-partikulat ini banyak terdapat dalam lapisan atmosfer dan merupakan bahan pencemar udara yang sangat berbahaya.

Kalau lubang ozon sudah terpulihkan, apakah kemudian pemanasan global bisa teratasi? Ternyata studi terkini menunjukkan pulihnya lubang ozon di atas Antartika malah menyebabkan lebih banyak es mencair pada dekade mendatang. Ketika lubang ozon pulih, pola angin yang melindungi interior wilayah kutub dari udara yang hangat menjadi terbuka, mengakibatkan Antartika menghangat, demikian juga kondisi yang lebih hangat dan kering di Australia.

Kendati suhu global meningkat, interior Antartika mempunyai situasi yang unik karena cenderung mendingin pada musim panas dan gugur selama beberapa dasawarasa belakangan. Ilmuwan mengaitkan pendinginan tersebut dengan adanya lubang pada lapisan ozon yang mempengaruhi pola sirkulasi atmsofer dan memperkuat angin yang mengarah ke barat dan berputar-putar di dalam benua Antartika. Angin tersebut mengisolasi interior Antartika dari pola pemanasan, sebagaimana yang teramati pada semenanjuang Antartika serta bagian lain dunia.

Ozon amat mengkakis dan dipercayai sebagai bahan beracun dan bahan cemar biasa. Ozon mempunyai bau yang tajam, menusuk hidung. Ozon juga terbentuk pada kadar rendah dalam udara akibat arus listrik seperti kilat, dan oleh tenaga tinggi seperti radiasi eletromagnetik.

UV dikaitkan dengan pembentukan kanker kulit dan kerusakan genetik. Peningkatan tingkat uv juga mempunyai dampak kurang baik terhadap sistem imunisasi hewan, organisme akuatik dalam rantai makanan, tumbuhan dan tanaman. Penyerapan sinar UV berbahaya oleh ozon stratosfer amat penting untuk semua kehidupan di bumi.

Ozon di muka bumi

Ozon di muka bumi terbentuk oleh sinar ultraviolet yang menguraikan molekul O3 membentuk unsur oksigen. Unsur oksigen ini bergabung dengan molekul yang tidak terurai dan membentuk O3. Kadangkala unsur oksigen akan bergabung dengan N2 untuk membentuk nitrogen oksida; yang apabila bercampur dengan cahaya mampu membentuk ozon.

Lapisan ozon

Ozon adalah salah satu gas yang membentuk atmosfer. Molekul oksigen (O2) yang dengannya kita bernafas membentuk hampir 20% atmosfer. Pembentukan ozon (O3), molekul triatom oksigen kurang banyak dalam atmosfer di mana kandungannya hanya 1/3.000.000 gas atmosfer.

Kepentingan ozon

Ozon tertumpu di bawah stratosfer di antara 15 dan 30 km di atas permukaan bumi yang dikenal sebagai ‘lapisan ozon’. Ozon terhasil dengan pelbagai percampuran kimiawi, tetapi mekanisme utama penghasilan dan perpindahan dalam atmosfer adalah penyerapan tenaga sinar ultraviolet (UV) dari matahari.

Ozon (O3) dihasilkan apabila O2 menyerap sinar UV pada jarak gelombang 242 nanometer dan disingkirkan dengan fotosintesis dari sinar bagi jarak gelombang yang besar dari 290 nm. O3 juga merupakan penyerap utama sinar UV antara 200 dan 330 nm. Penggabungan proses-proses ini efektif dalam meneruskan ketetapan bilangan ozon dalam lapisan dan penyerapan 90% sinar UV.

Biofuel Pacu Pemanasan Global, Bukan Menghambat

CHICAGO (AFP) – Sebuah hasil studi yang dirilis pada Sabtu lalu kembali mengingatkan bahwa penggunaan bahan bakar hayati bisa mempercepat ketimbang menghambat pemanasan global. Caranya, proses pemanenan bahan bakar itulah yang justru mengipasi kehancuran hutan hujan tropis.

Pernah disanjung-sanjung sebagai solusi atas krisis bahan bakar minyak, bahan bakar hayati berkembang semakin kontroversial karena dampaknya terhadap kenaikan bahan pangan dan ongkos energi yang dibutuhkan untuk proses produksinya. Bahan bakar hayati juga bertanggung jawab memompa karbon dioksida lebih banyak ke atmosfer daripada yang bisa mereka hemat sebagai substitusi yang ramah lingkungan dari bahan bakar fosil.

“Jika kita membuat mobil-mobil kita berjalan dengan biofuel yang diproduksi di (negara) tropis, itu sama saja kita membakar hutan hujan itu dalam tangki gas mobil kita,” kata Holly Gibbs dari Woods Institute for the Environment, Stanford University, dalam forum American Association for the Advancement of Science.

Gibbs mempelajari foto-foto satelit dari hutan tropis sejak 1980 sampai 2000. Dari sana ia mendapati bahwa setengah dari lahan perkebunan baru berasal dari penggundulan hutan yang masih perawan. “Ketika pohon-pohon itu ditebangi demi membuka lahan pertanian baru, pohon-pohon itu biasanya dibakar, membuat karbon simpanannya terlepas begitu saja ke atmosfer sebagai karbon dioksida,” dia menjelaskan.

Untuk tanaman perkebunan seperti tebu, butuh 40-120 tahun untuk bisa menghimpun jumlah karbon itu kembali ke dalam Bumi. Adapun tanaman yang lebih pendek seperti kedelai butuh lebih lama lagi, 300 sampai 1.500 tahun.

“Biofuel telah membunyikan alarm karena cepatnya tingkat produksi dan pertumbuhannya: produksi etanol global telah meningkat empat kali dan biodiesel 10 kali sepanjang 2000-2007,” ujar Gibbs, “Lebih-lebih, subsidi pertanian di negara-negara seperti Indonesia dan Amerika Serikat menyediakan insentif tambahan untuk peningkatan produksi jenis tanaman ini.”

Sumber : koran tempo 17 Februari 2009

Adopted by @_pararaja from Pusat Produksi Bersih Nasional.

Campuran Batu Bara Air Lokal sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak : Ciri Pembakaran dan Pengembangan Prototipe Nosel Burner

Toto Hardianto, TA Fauzi Soelaiman, Aryadi Suwono
Laboratorium Termodinamika, PPAU-IR, Institut Teknologi Bandung

Berdasarkan perkiraan teoretis, Indonesia memiliki cadangan batu bara sekitar 36 miliar ton yang setara dengan kebutuhan energi kalor pembakaran Indonesia selama 350 tahun. Akan tetapi 70% di antaranya ialah batu bara peringkat rendah (lignit), yang kandungan airnya sangat tinggi sehingga nilai kalor pembakarannya rendah dan tidak dapat memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan untuk pemakaian dalam negeri (PLN, industri, produksi briket) maupun untuk komoditas ekspor. Oleh karena itu perlu diusahakan agar batu bara tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi termal (bahan bakar) yang layak. Proses yang dapat dilakukan ialah menaikkan mutu batu bara dan kemudian memfungsikannya sebagai pengganti bahan bakar minyak dengan modifikasi sedikit-dikitnya peralatan yang semula memakai bahan bakar minyak. Hal ini memungkinkan pada sektor industri dan sektor pembangkit tenaga yang banyak memakai burner bahan bakar minyak, yang sangat dominan bila dilihat dari sisi kuantitas pemakaian bahan bakar.


Penelitian ini dipumpunkan pada pemakaian batu bara yang sudah ditingkatkan mutunya untuk pengganti bahan bakar minyak, yaitu sebagai bahan bakar pada burner industri. Batu bara terlebih dahulu dicampur dengan air yang selanjutnya disebut sebagai campuran batu bara air (CBA) dengan komposisi tertentu sehingga kekentalannya mirip dengan bahan bakar minyak berat. CBA digunakan langsung pada burner untuk dibakar. Pemahaman tentang ciri pembakaran yang meliputi segi pengkabutan CBA, konsentrasi batu bara pada CBA, nisbah CBA dan udara pada pengkabutannya, tekanan semprotan, dan bentuk nosel terlebih dahulu diperdalam. Selanjutnya dirancang dan dibuat prototipe nosel burner yang memenuhi harapan pembakaran CBA, lalu diuji di laboratorium.


Hasil pengujian menunjukkan bahwa modifikasi sistem nosel burner yang semula memakai minyak berat memungkinkannya untuk dipakai oleh CBA, dengan perhitungan daya kalor yang harus disesuaikan lagi. Bentuk batu bara menjadi CBA juga memudahkan cara pengangkutannya, yaitu dengan sistem jaringan pipa yang sebelumnya dipakai untuk sistem jaringan bahan bakar minyak. Hasil penelitian ini masih perlu dielaborasi untuk mendapatkan kondisi pembakaran yang stabil.


Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian jangka panjang terpadu mengenai usaha pemberdayaan hasil tambang batu bara Indonesia yang menjadi topik unggulan Laboratorium Termodinamika PPAU-IR-ITB pada 10 tahun terakhir, yang meliputi penelitian perbaikan dengan menggunakan steam drying dan coating, bricketing, transportasi CBA menggunakan pipa, dan perluasan materi penelitian pada gambut sebagai cikal bakal batu bara yang juga banyak ditemui di Indonesia.

Adopted by @_pararaja from Hibah Bersaing

PRODUK PENGOLAHAN MINYAK BUMI

Keberadaan minyak bumi dan berbagai macam produk olahannya memiliki manfaat yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagai contoh penggunaan minyak tanah, gas, dan bensin. Tanpa ketiga produk hasil olahan minyak bumi tersebut mungkin kegiatan pendidikan, perekonomian, pertanian, dan aspek-aspek lainnya tidak akan dapat berjalan lancar. Dibawah ini adalah beberapa produk hasil olahan minyak bumi beserta pemanfaatannya:

kolom

1. Bahan bakar gas

Bahan bakar gas terdiri dari :

LNG (Liquified Natural Gas) dan LPG (Liquified Petroleum Gas)

Bahan baker gas biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga dan indusri.

Elpiji, LPG (liquified petroleum gas,harfiah: “gas minyak bumi yang dicairkan”), adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal darigas alam. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana c3h8 dan butana c4h10. Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana c2h6 dan pentana c5h12.

Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasaya sekitar 250:1.
Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55°C (131 °F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah elpiji campuran.
Sifat elpiji
Sifat elpiji terutama adalah sebagai berikut:

  • Cairan dan gasnya sangat mudah terbakar
  • Gas tidak beracun, tidak berwarna dan biasanya berbau menyengat
  • Gas dikirimkan sebagai cairan yang bertekanan di dalam tangki atau silinder.
  • Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.
  • Gas ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak menempati daerah yang rendah.

Penggunaan elpiji
Penggunaan Elpiji di Indonesia terutama adalah sebagai bahan bakar alat dapur (terutama kompor gas). Selain sebagai bahan bakar alat dapur, Elpiji juga cukup banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor (walaupun mesin kendaraannya harus dimodifikasi terlebih dahulu).
Bahaya elpiji
Salah satu resiko penggunaan elpiji adalah terjadinya kebocoran pada tabung atau instalasi gas sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, gas elpiji tidak berbau, tapi bila demikian akan sulit dideteksi apabila terjadi kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu Pertamina menambahkan gas mercaptan, yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu sangat berguna untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan elpiji cukup besar (tekanan uap sekitar 120 psig), sehingga kebocoran elpiji akan membentuk gas secara cepat dan merubah volumenya menjadi lebih besar.
Sumber:
 “http://id.wikipedia.org/wiki/Elpiji

2. Naptha atau Petroleum eter, biasa digunakan sebagai pelarut dalam industri.

3. Gasolin (bensin), biasa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

4. Kerosin (minyak tanah), biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Selain itu kerosin juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking.

Minyak tanah (bahasa Inggris: kerosene atau paraffin) adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada 150°C and 275°C (rantai karbon dari C12 sampai C15). Pada suatu waktu dia banyak digunakan dalam lampu minyak tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (lebih teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah bentuk dari kerosene dikenal sebagai RP-1dibakar dengan oksigen cair sebagai bahan bakar roket. Nama kerosene diturunkan dari bahasa Yunani keros (κερωσ, wax ).
Biasanya, kerosene didistilasi langsung dari minyak mentah membutuhkan perawatan khusus, dalam sebuah unit Merox atau, hidrotreater untuk mengurangi kadar belerangnya dan pengaratannya. Kerosene dapat juga diproduksi oleh hidrocracker, yang digunakan untuk mengupgrade bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar minyak.
Penggunaanya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara berkembang, di mana dia kurang disuling dan mengandung ketidakmurnian dan bahkan “debris”.
Bahan bakar mesin jet adalah kerosene yang mencapai spesifikasi yang diperketat, terutama titik asap dan titik beku.
Kegunaan lain
Kerosene biasa di gunakan untuk membasmi serangga seperti semut dan mengusir kecoa. Kadang di gunakan juga sebagai campuran dalam cairan pembasmi serangga seperti pada merk/ brand baygone.

5. Minyak solar atau minyak diesel, biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada kendaraan bermotor seperti bus, truk, kereta api dan traktor. Selain itu, minyak solar juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking.

6. Minyak pelumas, biasa digunakan untuk lubrikasi mesin-mesin.

7. Residu minyak bumiyang terdiri dari :

  • Parafin , digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol, industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan masih banyak lagi.
  • Aspal , digunakan sebagai pengeras jalan raya

MENGAWETKAN TAHU TANPA FORMALIN

Oleh :
Ir. Sutrisno Koswara, MSi
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor

Seperti kita ketahui, tahu bersifat mudah rusak (busuk). Disimpan pada kondisi biasa (suhu ruang) daya tahannya rata-rata 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut rasanya menjadi asam lalu berangsur-angsur busuk, sehingga tidak layak dikonsumsi lagi. Akibatnya banyak usaha yang dilakukan produsen tahu untuk mengawetkannya, termasuk menggunakan bahan pengawet yang dilarang, misalnya formalin.

Penyebab mengapa tahu mudah rusak adalah kadar air dan protein tahu tinggi, masing-masing 86 persen dan 8 – 12 persen. Disampang kandungan lemak 4.8 persen dan karbohidrat 1.6 persen. Kondisi ini mudah mengundang tumbuhnya jasad renik pembusuk, terutama bakteri.

Dengan maraknya penggunaan formalin sebagai pengawet tahu, maka dirasakan perlu untuk mencari alternatif lain yang aman untuk mengawetkan tahu. Cara mengawetkan tahu dengan cara yang aman, mudah dan murah perlu diketahui oleh masyarakat luas. Disamping itu diperlukan juga pengetahuan tentang cara memilih dan menyimpan tahu yang baik.

Tahu dan Formalin

Sejak tahun akhir tahun 70-an sampai akhirnya sekarang ramai lagi, beberapa produsen dan pedagang tahu di kota-kota besar diduga mengawetkan tahunya dengan formalin. Pengawetan tahu atau bahan pangan lain dengan formalin dilarang di negara kita dan banyak negara-negara lain. Jika formalin termakan dalam jumlah banyak, mulut dan kerongkongan akan terasa sakit, sukar menelan, ,ual dan muntah, sakit perut dan mencret berdarah.

Formalin adalah nama dagang untuk larutan formaldehida 36 – 40%. Zat ini merupakan desinfektan yang sangat kuat, dapat membasmi berbagai macam bakteri pembusuk dan jamur, juga dapat mengeraskan jaringan tubuh. Benda yang diawetkan dengan formalin dapat tahan lama disimpan. Di bidang kedokteran dan biologi, larutan formalin 5 – 10 % digunakan sebagai pembunuh kuman dan bahan pengawet tubuh atau bagian-bagian tubuh, sehingga sekarang terkenal dengan sebutan bahan pengawet mayat. Pada kadar 0,5 % formalin digunakan untuk mencuci luka.

Seperti halnya bahan pangan yang lain, tahu akan menjadi awet sampai seminggu atau lebih jika direndam dalam larutan formalin, tanpa perlu disimpan di lemari es. Tahu akan menyerap formalin, dan formalin itu tidak hilang setelah tahu digoreng atau direbus. Tahu yang telah direndam dengan formalin teksturnya menjadi kompak dan keras. Kadar airnya lebih sedikit. Adanya formalin dalam tahu, selain dapat dilihat dari teksturnya yang menjadi keras, juga dapat diketahui dari baunya.

Meskipun dilarang, kemungkinan penggunaan formalin sebagai pengawet tahu oleh orang yang tak bertanggung jawab selalu ada. Untuk mengetahui apakah tahu diawetkan dengan formalin atau tidak, caranya mudah saja. Jika membeli tahu, periksalah apakah ada bau aneh yang berbeda dengan aroma tahu biasa (yaitu bau khas atau langu dari kedelai). Periksa juga apakah tahu lebih kompak atau keras dari tahu yang biasa kita kenal. Tahu yang pernah direndam dengan formalin, kurang berair disbanding tahu biasa. Di laboratorium, pemeriksaaan adanya formalin dalam tahu secara kimiawi, dapat dilakukan dengan mudah.

Memilih dan Menyimpan Tahu

Hal-hal yang penting diperhatikan pada waktu membeli tahu antara lain adalah : Pertama usahakan membeli tahu yang sebaru mungkin setelah dibuat, karena tahu yang masih segar mempunyai bau dan cita rasa terbaik. Kemungkinan besar hal ini dapat diperoleh jika kita membeli tahu sepagi mungkin. Di Jepang, hampir semua tahu dijual dalam waktu satu hari setelah dibuat. Juga, di negara-negara Barat juga sebagian besar dijual dalam keadaan segar menggunakan wadah yang mempunyai cap batas pemakaian. Kebanyakan toko-toko tahu di Jepang dan Amerika membuat tahu pada jam 2 dini hari, sehingga tahu segar dapat diperoleh pada pagi harinya.

Langkah pertama adalah melihat warnanya. Hindari tahu yang kemungkinan memakai pewarna buatan yang terlihat mengkilap atau warnanya mencorong tajam. Tahu yang diberi pewarna alami seperti kunyit berwarna kuning buram, tidak mencorong atau mengkilap. Juga perhatikan kekerasan tahu. Jika tahunya mempunyai kekerasan normal tandanya masih baik, sedangkan jika terlalu keras kemungkinan sudah dijual lebih dari satu hari (direbus lagi) atau diberi pengawet yang dilarang, misalnya formalin.

Sebaiknya tahu disimpan dalam lemari es dengan suhu tetap, tetapi dijaga jangan sampai membeku. Sebelum ditaruh dalam lemari es, jangan direndam dulu dengan air panas. Tahu yang dibeli dalam kantong plastik biasanya diberi air perendam yang jumlahnya masih kurang (tidak terendam semua). Jika akan disimpan, buang air tersebut lalu taruh tahu dalam wadah atau mangkok dan diberi air baru sampai terendam semua dan simpan dalam lemari es dalam keadaan tertutup.

Mengawetkan Tahu tanpa Formalin

Sebenarnya, tahu dapat diawetkan dengan cara yang sederhana, mudah dilakukan dan dengan bahan pengawet yang mudah diperoleh, aman atau diizinkan penggunannya serta harganya yang cukup murah. Berikut ini diuraikan beberapa cara pengawetan tersebut :

Perendaman dalam larutan kalium sorbat.

Mula-mula rebus air sampai mendidih dan buat larutan kalium sorbat 0.3 persen dengan air tersebut. Tahu dicuci dengan air matang dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Lalu masukkan larutan kalium sorbat di atas sampai semua tahu terendam dan ditutup rapat menggunakan siller. Dengan cara ini tahu dapat disimpan pada suhu kamar dengan daya awet 7 – 8 hari.

Perendaman dalam larutan garam.

Buat larutan garam 5 persen dengan menggunakan air matang. Tahu dicuci dan direbus selama 3 menit. Dalam kedaan panas masukkan tahu dalam larutan garam. Cara ini dapat mengawet tahu selama 5 hari.

Perendaman dalam campuran larutan kunyit dan jeruk nipis.

Kunyit dicuci dan ditumbuk sampai halus, lalu buat larutan kunyit 3 persen menggunakan air matang, kemudian disaring. Tambahkan air jeruk nipis sehingga pH larutan menjadi 3.5 – 4. Tahu dicuci lalu direbus selama 3 menit dan direndam ke dalam larutan di atas sampai seluruh permukaannya terendam. Metode ini dapat mengawetkan tahu selama 3 hari.

Perendaman dalam larutan air matang.

Mula-mula tahu dicui dan ditiriskan. Kemudian direndam dalam air mendidih sampai betul-betul terendam. Lakukan penggantian air panas baru setiap 24 jam, dengan cara ini tahu tahan disimpan selama 5 hari.
Perendaman dalam campuran sari jeruk lemon dan garam dapur.
Buat larutan sari jeruk lemon 10 persen dan tambahkan larutan garam dapur sebanyak 4 persen. Rendam tahu ke dalam larutan di atas dalam wadah plastik. Metode ini dapat mengawetkan tahu selama 10 hari.

Adopted by @_pararaja

Rancang Bangun Mesin Pengemas dan Rekayasa Teknologi Industri Tahu Kemas

Sudarminto S Yuwono, Harijono, Aji Sutrisno, Bambang Dwi Argo, dan Adam Wiryawan
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya

Permasalahan yang dihadapi dari industri tahu ialah tingginya limbah cair yang dihasilkan, rendahnya mutu limbah cair tersebut, dan rendahnya daya simpan tahu yang diperoleh. Pada penelitian ini permasalahan ini dipecahkan dengan menciptakan alat pengemas dan merekayasa teknologi industri tahu kemas (packet tofu). Banyak mesin pengemas yang telah beredar di pasaran yang menggunakan sistem ffs (forming, filling, sealing), tetapi harganya tidak terjangkau oleh sebagian besar industri tahu yang ada yang pada umumnya berupa industri rumah tangga. Selain itu teknologi tahu kemas sendiri yang berbeda dengan teknologi tahu reguler belum banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan menciptakan mesin kemas untuk industri tahu kemas dan paket teknologi industri tersebut yang berdaya simpan tinggi serta menghasilkan analisis finansialnya. Tujuan jangka panjangnya ialah berkembangnya industri tahu yang berwawasan lingkungan yang berupa industri tahu kemas, dan meluasnya jangkauan pemasaran tahu.

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap: tahap pertama untuk rekayasa teknologi ekstraksi, penentuan jenis penggumpal, dan rancang bangun mesin pengemas sedangkan tahap kedua untuk proses penggumpalan, uji performansi mesin pengemas, dan analisis kelayakan usaha.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan nisbah kedelai:air 1:5 dapat digunakan untuk proses produksi tahu kemas. Tingkat kehalusan kain saring secara nyata menentukan persentase padatan terekstraksi dan penerimaan panelis. Pada tekanan 100 psi kain saring berukuran 60 dan 80 mesh kurang dapat diterima panelis, sedangkan kain saring 100 dan 110 mesh menghasilkan tahu yang dapat diterima konsumen. Tingkat pengepresan secara langsung juga menentukan persentase padatan terekstraksi. Penggunaan tingkat pengepresan dari 100, 150, 200, 250, dan 300 psi menunjukkan adanya peningkatan padatan terekstraksi. Pada tekanan 250 psi peningkatan padatan terekstraksi mulai menurun sehingga tekanan ini dapat dianggap sebagai tekanan optimum pengepresan. Selain itu pada tekanan 300 psi kain saring tidak tahan lagi menerima tekanan sehingga sobek.

Peningkatan kehalusan partikel bubur kedelai dengan cara penggilingan ulang bubur kedelai dan proses pembilasan ampas justru secara umum menurunkan persentase padatan dan protein terekstraksi. Dengan menggunakan proses tanpa penggilingan ulang dan tanpa pembilasan diperoleh hasil persentase padatan dan protein terekstraksi yang dapat diterima, yaitu 48.8-49.5% untuk padatan terekstraksi dan 74.6% untuk protein terekstraksi.

Kombinasi bahan penggumpal (batu tahu dengan GDL) menghasilkan sifat-sifat tahu yang lebih baik dibanding dengan satu jenis koagulan saja. Untuk parameter proses seperti pemulihan (recovery) padatan, pemulihan protein, dan bobot tahu, penggunaan satu jenis koagulan justru akan memberikan hasil terbaik. Parameter organoleptik (daya terima konsumen) merupakan parameter terpenting dalam menentukan produk terbaik. Perlakuan terbaik dari penentuan bahan penggumpal untuk semua parameter yang diamati ialah bahan penggumpal dengan kombinasi 60% GDL dan 40% batu tahu.

Kapasitas kerja mesin pengemas yang diciptakan ialah 180 tahu kemasan per jam dengan tingkat kerekatan kemasan yang tinggi yang ditunjukkan tanpa adanya kebocoran pada berbagai suhu dan lama pemanasan selama penyimpanan. Kombinasi terbaik pada lama dan kecepatan pengadukan ialah pengadukan 60 detik dan kecepatan 260 rpm. Suhu pemanasan yang dapat digunakan untuk proses penggumpalan dan memberikan hasil yang baik ialah 80-100oC. Perlakuan lama dan suhu pengemasan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan kandungan mikrob. Hasil uji organoleptik dan daya simpan menunjukkan rata-rata panelis menyukai tahu kemas yang dihasilkan. Warna, aroma, rasa, dan kenampakan tekstur disukai oleh panelis serta daya simpan dapat mencapai 28 hari. Hasil analisis BEP menunjukkan bahwa suku bunga bank sangat sensitif terhadap nilai BEP dan dengan demikian juga sangat menentukan harga jual yang layak bagi produk. Dengan harga minimum Rp4500/kg, atau Rp2250 per bungkus, pabrik bisa berjalan dengan layak sampai dengan tingkat suku bunga bank 50%. Kapasitas kerja pabrik normal ialah 96000 kg/tahun dan jam kerja 8 jam per hari, serta hari kerja efektif dalam satu tahun sebanyak 300 hari.

Adopted by @_pararaja from Hibah Bersaing VI

Pemanfaatan Lignin dari Limbah Industri Kertas dan Serbuk Gergaji untuk Pembuatan Turunan Antibiotik C-9154

Jumina, Dwi Siswanta, dan AK Zulkarnain
Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada

Industri pulp kertas dan kayu lapis merupakan 2 jenis industri yang berkembang pesat di Indonesia. Industri pulp menghasilkan limbah berupa lindi hitam dan industri kayu lapis menghasilkan serbuk gergaji yang banyak mengan-dung lignin (15-35%). Mengingat tingginya volume limbah yang mengandung lignin di dalam negeri, maka akan sangat menguntungkan sekiranya limbah tersebut dapat diubah menjadi produk yang lebih berdaya guna. Lignin telah lama dimanfaatkan di negara-negara Barat untuk pembuatan vanilin. Metode baku untuk mengubah lignin menjadi vanilin pun mudah ditemukan dalam pustaka. Berdasarkan struktur kimianya, vanilin mungkin dapat diubah menjadi turunan antibiotik C-9154. Antibiotik C-9154 sendiri merupakan antibiotik berspektrum luas (MIC 10-100 mcg/ml) yang dihasilkan lewat proses fermentasi. Namun, antibiotik ini kurang berkembang dan belum diproduksi secara komersial akibat efisiensi produksinya yang rendah (0.02%).


Penelitian ini bertujuan menemukan metode yang efisien untuk pengubahan lignin menjadi turunan antibiotik C-9154. Di samping itu, juga diupayakan penganekaragaman struktur antibiotik C-9154. Pembuatan turunan antibiotik C-9154 dari lignin secara umum dibagi dalam 2 tahap. Pertama, pengubahan lignin menjadi vanilin sesuai dengan prosedur Hartley, dan kedua, transformasi vanilin menjadi turunan antibiotik C-9154.


Lignin berbentuk padatan amorf dan berwama coklat dengan rendemen 17.5% (b/v) dapat diperoleh melalui pengasaman menggunakan HCl pekat terhadap cairan limbah pekat PN Kertas Leces Probolinggo. Di sisi lain, lignin berwarna coklat tua juga berbentuk padatan amorf dapat diperoleh dari serbuk gergaji yang berasal dari kayu Kalimantan dengan rendemen 36% berdasar prosedur Klason, dan 8% berdasar cara Pepper. Degradasi oksidatif lignin menjadi vanilin dikerjakan menggunakan campuran NaOH 0.2N dan nitrobenzena dengan nisbah volume 16:1 dalam reaktor tertutup pada suhu 160°C selama 2 jam. Dari 1.0 g lignin diperoleh 0.68 g produk kotor yang berdasar data kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) mengandung 3 komponen utama, yaitu p-hidroksibenzaldehida (tR 12.92 menit, 22%, m/z 122), vanilin (tR 13.13 menit, 19%, m/z 152) dan 3,5-dimetoksi-4-hidroksibenzaldehida (tR 16.66 menit, 5%, m/s 182). Vanilin dari campuran produk tersebut selanjutnya dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel dan eluen diklorometana.
Pengubahan vanilin menjadi turunan antibiotik C-9154 telah dicoba dengan beberapa metode. Dari berbagai metode yang telah dicoba, hasil terbaik dicapai dengan rangkaian reaksi berikut: (1) alkilasi vanilin dengan dietil sulfat, (2) konversi etil vanilin yang diperoleh dengan HO-NH2 menjadi oksim terkait, (3) reduksi derivat benzaldoksim hasil tahap 2 dengan Na/etanol, (4) kondensasi 4-etoksi-3-metoksibenzilamina hasil dengan maleat anhidrida, dan (5) esterifikasi asam karboksilat hasil tahap 4 dengan etanol. Efektivitas metode ini terlihat bukan hanya dari tingginya rendemen hasil pada setiap langkahnya (>70%) tetapi juga dari kemudahan dan keandalan proses reaksinya yang hampir selalu dapat diulang sekalipun dalam skala relatif besar (~30 g). Walaupun kerangka karbon samping dari produk akhir kekurangan satu gugus C=O jika dibandingkan dengan struktur C-9154, data uji khasiat hayati menunjukkan bahwa keberadaan gugus C=O tersebut tidak mutlak.


Prinsip reaksi tersebut telah digunakan pula untuk pembuatan turunan antibiotik C-9154 dalam bentuk senyawa diester. Dalam hal ini, rangkaian reaksi terdiri atas (1) alkilasi vanilin dengan dietilsulfat, (2) reduksi etil vanilin hasil dengan LiBH4, (3) kondensasi 4-etoksi-3-metoksibenzil alkohol yang diperoleh dengan maleat anhidrida, dan (4) esterifikasi bentuk asam turunan C-9154 hasil tahap 3 dengan etanol. Percobaan ini memuaskan dengan rendemen di atas 70% untuk setiap langkahnya.


Khasiat antimikrob dari turunan antibiotik C-9154 yang diperoleh diuji menggunakan Staphyllococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil pengukuran konsentrasi hambat minimum (MIC) dengan pembanding metanol dalam air dan keempat turunan C-9154 hasil sintesis menunjukkan khasiat dengan kekuatan berbeda. Dua senyawa yang merupakan bentuk asam turunan C-9154 hanya memperlihatkan efek hambatan lemah (MIC 1500-3000 mcg/ml), sedangkan senyawa yang merupakan bentuk etil ester menunjukkan efek hambatan yang cukup nyata (MIC 400-1000 mcg/ml) walaupun belum sekuat efek hambatan dari antibiotik C-9154 standar (MIC 10-100 mcg/ml). Terjadi peningkatan khasiat antimikrob sekitar 3-4 kali dari senyawa bergugus asam menjadi senyawa bentuk etil ester.


Mengingat tingginya tingkat efektivitas jalur sintesis yang telah ditemukan dan cukup mudahnya menganekaragamkan struktur produk, upaya mendapatkan turunan yang memiliki khasiat antimikrob cukup tinggi di masa depan sangat terbuka. Penelitian selanjutnya perlu diarahkan pada penggunaan senyawa yang diperoleh sebagai bahan antiseptik.

Adopted by @_pararaja from Hibah Bersaing VII

Upaya Peningkatan Mutu dan Daya Guna Limbah Dedak Padi

Gatot Siswo Hutomo, Mappiratu, dan Asriani Hasanuddin
Jurusan Budi Daya Pertanian, Universitas Tadulako

Dedak padi termasuk salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai bahan baku industri pakan dan pangan. Ketersediaan dedak di Indonesia cukup tinggi, yaitu berkisar 4.8 juta ton per tahun. Selain sebagai pakan ternak, dedak berpotensi sebagai bahan pangan karena mengandung pati dan minyak, serta sebagai bioproses karena mengandung lipase. Oleh karena itu, perlu kajian yang dapat meningkatkan mutu dan daya guna dedak melalui penerapan teknologi sederhana dan tepat guna. Tujuan penelitian ini ialah melakukan fraksinasi dan analisis proksimat hasil fraksinasi limbah dedak padi, mengkaji faktor yang berpengaruh terhadap produksi β-karoten, menentukan kondisi optimum untuk memproduksi pengemulsi monoasil gliserol (MAG) dan diasil gliserol (DAG) minyak dedak padi, dan mengkaji faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu tepung hasil pengolahan dedak dan aplikasinya pada pembuatan biskuit dan roti.
Dari penelitian ini ditemukan komposisi ransum ayam potong yang mengandung provitamin A hasil fermentasi dedak (fraksi I) yang cenderung mengurangi pembentukan lemak abdominal. Penggunaan dedak sebagai pakan unggas dapat diaplikasikan melalui fraksinasi (pengurangan serat kasar) dan fermentasi dengan cendawan oncom merah (peningkatan provitamin A). Hasil penelitian ini juga memberikan informasi tentang kondisi reaksi pembentukan MAG dan DAG serta waktu reaksi yang optimum. MAG dan DAG ialah senyawa turunan lemak atau minyak yang mempunyai fungsi sebagai bahan pengemulsi, aman digunakan untuk pangan, kosmetik, dan obat-obatan sehingga mempunyai prospek yang cerah. MAG dan DAG pada penelitian ini disintesis secara enzimatis, yaitu lipase sebagai biokatalis yang terdapat pada sekam (dedak fraksi III). Kondisi reaksi yang optimum untuk memperoleh kandungan MAG dan DAG yang tinggi ialah pada nisbah dedak fraksi III:gliserol:minyak:heksana ialah 10:1:2:50 dengan kondisi suhu 37°C dan pH 7.0 serta lama waktu reaksi 103 jam. Rendemen campuran MAG dan DAG yang diperoleh sekitar 90% kotor dengan menggunakan reaktor berkapasitas 10 liter.
Dari penelitian ini juga diperoleh tepung rendah lemak dan tinggi protein hasil pengolahan dedak fraksi II. Rendemen tepung rendah lemak dan tinggi protein terdiri atas tepung endapan 34% dan tepung dekantasi 60% yang diperoleh dari dedak fraksi II (tepung). Tepung rendah lemak dan tinggi protein digunakan pada pembuatan biskuit dan roti. Pada pembuatan biskuit dan roti tepung rendah lemak dan tinggi protein dapat mensubstitusi tepung terigu sampai 20%.

Adopted by @_pararaja from Hibah Bersaing VIII

Pemanfaatan Limbah Minyak Atsiri Daun Sirih untuk Produk Emulsi Antioksidan sebagai Bahan Aditif Industri

Ketengikan merupakan masalah yang sangat menentukan mutu produk pangan. Salah satu cara untuk mengatasinya ialah dengan menambahkan antioksidan. Dewasa ini penggunaan antioksidan untuk keperluan industri pangan semakin meningkat dan telah diketahui bahwa antioksidan sintetik sangat efektif dalam menghambat reaksi oksidasi lemak sehingga dapat mencegah terjadinya ketengikan produk. Akan tetapi, penggunaan antioksidan sintetik dikhawatiran menimbulkan efek patologi. Hal ini mendorong konsumen untuk memilih produk alami yang harus segera diantisipasi oleh para pakar teknologi pangan. Tujuan penelitian ini ialah menghasilkan produk bahan tambahan makanan antioksidan alami untuk memasok kebutuhan industri pangan dan juga industri kosmetik, dengan memanfaatkan bahan limbah daun sirih Penelitian tahap pertama bertujuan menemukan jenis daun sirih dan metode ekstraksi antioksidan yang optimum serta mengetahui sifat ketahanan panas ekstrak antioksidan agar dapat ditentukan kemungkinan aplikasinya. Ekstrak etanol antioksidan daun sirih hijau kering beku yang didistilasi dengan uap menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi, dengan nilai total fenol terendah (9.97 mg/ml) dan rendemen tertinggi (7.75%), dengan aroma lemah tertutupi aroma hijau daun (hijau) dan warna hijau kuning sampai cokelat. Ekstrak ini stabil pada pemanasan dengan suhu di bawah 125oC yang dapat dilihat dari aktivitas antioksidannya yang tidak menurun nyata bila dibandingkan dengan pemanasan pada suhu di atas 125 sampai 175oC.

Penelitian tahap kedua bertujuan memformulasi ekstrak antioksidan dalam bentuk emulsi agar dapat diaplikasikan dalam sistem berlemak. Hasil yang diperoleh ialah jenis formula emulsi antioksidan berpengaruh nyata terhadap aktivitas ekstrak antioksidan daun sirih. Penambahan karboksimetil selulosa (CMC) untuk membuat emulsi menurunkan faktor protektif emulsi antioksidan, tetapi jika penambahan CMC dilakukan bersamaan dengan gum arab maka faktor protektif emulsi antioksidan meningkat lagi. Aktivitas ekstrak antioksidan daun sirih makin tinggi jika menggunakan bahan Tween 20 sebagai bahan emulsi. Formula emulsi dengan faktor protektif yang tertinggi ialah formula dengan komposisi sebagai berikut: ekstrak antioksidan 3.23%; air 3.48%; dan Tween 20 45.16%.

Penelitian tahap ketiga bertujuan mengaplikasikan produk emulsi antioksidan untuk mencegah ketengikan produk pangan olahan berlemak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formula emulsi ialah yang paling baik digunakan untuk mencegah ketengikan dua produk olahan, yaitu cookies dan selai kacang (peanut butter). Umur simpan cookies tanpa penambahan emulsi antioksidan selama 628.08 hari, sedangkan cookies yang ditambah emulsi antioksidan dengan konsentrasi ekstrak antioksidan 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm berturut-turut mempunyai daya simpan sampai 668.15, 727.14, 1132.68, 1456.19, dan 1742.19 hari. Pada selai kacang, penambahan emulsi antioksidan pada konsentrasi ekstrak di atas 100 ppm menambah umur simpan selai kacang. Daya simpan selai kacang naik dari 74.06 hari (tanpa penambahan emulsi) menjadi 12 485 hari dan 18 085 hari bila ditambahkan 100 atau 200 ppm emulsi ekstrak antioksidan.

Pada studi keamanan menggunakan tikus percobaan, ekstrak antioksidan dicampur dalam air minum dan dikonsumsikan langsung pada tikus setiap hari selama 110. Konsentrasi antioksidan yang diberikan sebesar 0, 200, 500, 1000, 1500, dan 2000 ppm. Pemberian ekstrak antioksidan dengan dosis di atas 200 ppm tampak menurunkan bobot badan tikus, tetapi tidak mempengaruhi bobot organ hati, ginjal, dan pankreas. Untuk melihat efek pemberian antioksidan pada sistem imun tingkat seluler, limfosit dari limfa tikus percobaan dikultur dengan berbagai konsentrasi ekstrak antioksidan. Hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol yang tidak diberi ekstrak, terjadi sedikit penurunan dalam pertumbuhan limfosit secara in vitro. Sebaliknya, kenaikan konsentrasi antioksidan dalam kultur tampak mengurangi jumlah sel mati. Hal ini menunjukkan bahwa secara in vivo, ekstrak antioksidan bersifat prooksidan, tetapi secara in vitro bersifat melindungi sel.

Secara singkat, keefektifan kerja produk emulsi ekstrak antioksidan daun sirih tidak kalah dibandingkan dengan antioksidan sintetik. Ekstrak antioksidan ini tidak tahan panas (> 125oC) dan bila diaplikasikan pada produk pangan olahan seperti cookies dan selai kacang pada konsentrasi 100 ppm dapat meningkatkan umur simpan dua kali untuk cookies dan lima kali untuk selai kacang dibandingkan kontrol. Oleh karena itu aplikasinya sebaiknya ditujukan pada produk yang proses pengolahannya tidak memerlukan panas tinggi seperti selai kacang, cookies, cake, dan saus. Pada uji keamanan, ekstrak antioksidan menunjukkan bahwa pada dosis yang diteliti (>200 ppm) antioksidan ini bersifat prooksidan secara in vivo, tetapi secara in vitro tampak bersifat melindungi sel dari kematian. Studi keamanan pada dosis rendah (<200 ppm) masih diperlukan demikian juga studi mengenai mekanisme perlindungan sel dari kematian secara in vitro. Data ilmiah yang menunjang dapat membuka kemungkinan penggunaan ekstrak antioksidan sirih sebagai substitusi media kultur sel hewan seperti kultur sel hibridoma penghasil antibodi atau sebagai krim untuk tujuan kosmetik sebagai pencegah penuaan sel epidermis.

Adopted by @_pararaja from Hibah Bersaing

Nuri Andarwulan, Dedi Fardiaz, Hanny Wijaya, RR Zakaria, dan A Apriyantono

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor

STUDI AWAL PENGGUNAAN SEL ELEKTROKIMIA DENGAN CaZrO3-BASE SEBAGAI SENSOR HIDROGEN DALAM LEBURAN ALUMUNIUM

Oleh : Dr. Achmad Hanafi, MSC

Abstraksi

Hidrogen terlarut di dalam leburan alumunium dapat menyebabkan porositas pada produk kasting, dengan demikian pengukuran kadar hydrogen di dalam alumunium secara on-line dapat digunakan dalam perbaikan kontrol proses. Meskipun sensor kimia untuk penggunaan di dalam leburan aluminum secara komersial telah tersedia, akan tetapi biaya nya sangat mahal. Dengan demikian pengembangan sensor yang lebih ekonomis akan memperluas aplikasi dari sensor hydrogen untuk proses leburan alumunium. Salah satu pendekatan dalam mengembangkan sensor jenis ini adalah penggunaan sensor elektrokimia dengan elektrolt padat penghantar proton. Pada tulisan ini, dikembangkan suatu prototype sensor hidrogen dalam leburan Alumunium menggunakan material CaZrO3 yang didoping dengan In sebagai elektroda kerja dan Al/Al23 dan Mg/MgO murni sebagai elektroda pembanding. Pada pengujian awal sensor pada temperatur 7000C memperlihatkan bahwa, beda potensial yang dihasilkan dengan kedua elektroda pembanding tersebut menunjukan respon yang sesuai dengan perhitungan beda potensial secara teoritis.

Kata kunci : Calcium Zirkonat, sensor hydrogen, alumunium

Pendahuluan

Hidrogen adalah satu-satunya gas yang larut secara signifikan dalam leburan alumunium. Sumber utama hydrogen dalam aloi alumunium adalah uap air dalam udara. Sebagian besar aloi alumunium komersial dilebur di udara yang mengandung kelembaban, dan uap air yang terkandung dalam udara di sekeliling sistim peleburan akan bereaksi dengan leburan membentuk senyawaan alumunium oksida dan membebaskan gas hydrogen [1,2]. Atom hydrogen kemudian berdifusi melalui lapisan oksida dari alumunium tersebut ke dalam leburan. Kelarutan hydrogen dalam leburan alumunium adalah lebih besar disbanding dengan kelarutannya dalam padatan alumunium, maka selama solidifikasi konsentrasi hydrogen telah mencapai nilai kritis, porositas dapat bernukleasi dan tumbuh selama proses solidifikasi. Dengan demikian, jumlah hydrogen terlarut menjadi kritikal, sehingga gas hydrogen harus diminimumkan sebelum proses kasting dilakukan.

Proses pengurangan gas hydrogen dalam leburan logam termasuk ke dalam proses degassing. Untuk mendapatkan kondisi proses yang optimal diperlukan informasi konsentrasi gas hydrogen dalam leburan secara real time dan dengan demikian diperlukan pengembangan metoda pengukuran jumlah hydrogen yang cocok, di antaranya dengan penggunaan sensor hydrogen [3]. Masih cukup banyak industri yang mengalami kesulitan dalam penanganan masalah ini, sehingga sering mendapatkan produk kastingnya tidak mencapai spesifikasi dan waktu pakai yang diharapkan.

Tinjauan Pustaka

Teknik pengukuran kandungan hydrogen yang sering dipakai pada industri peleburan alumunim saat ini [4] dapat digolongkan kepada metoda semi kuantitatif in-situ, yaitu pengukuran secara on-line. Pemilihan metoda yang dipakai biasanya di dasarkan pada biaya penyediaan alat dan biaya operasi dari metoda tersebut. Secara umum pengukuran secara on-line mempunyai kelebihan dalam kepraktisan, ketepatwaktuan, ketelitian dan kedapatulangan meskipun biayanya relatif lebih tinggi.

Beberapa cara untuk pengukuran langsung kadar hydrogen dalam leburan alumunium adalah analisa hydrogen kontnyu dengan evaluasi tekanan dalam leburan (CHAPPEL) atau pengukuran langsung tekanan (DPM), secara komersial tersedia dengan nama TELEGAS® dan ALSCAN®. Pada metoda ini suatu gas pembawa (N2, He, Ar) dialirkan ke dalam leburan alumunium dengan suatu probe yang berongga. Kadar hydrogen dalam gas pembawa kemudian ditetapkan dengan mengukur konduktivitas terma dari gas.

Sensor hydrogen yang merupakan elektrolit padat dalam suatu system elektrokimia dirancang untuk menggantikan peranan sensor termal konduktivitas dalam system Telegas ® atau Alscan®, yaitu dengan menghilangkan kebutuhan untuk membawa gas hydrogen dalam leburan ke sensor. Sensor in mempunyai keuntungan dapat dstabil beroperasi pada temperatur tinggi dan mampu untuk dicelupkan langsung ke dalam leburan alumunium, selain itu konduktivitas dari elektrolit padat akan bertambah dengan kenaikan temperatur, sehingga tingginya temperatur oerasi yang dibutuhkan selama proses peleburan logam sangat cocok unuk operasi sensor. Di samping hal tersebut, mengingat output dari sensor ditentukan oeh sifat termodinamik dari leburan logam dan elektroda pembanding, maka pada prinsipnya sensor tidak memerlukan kalibrasi. Perangkat elektronik yang dibutuhkan oleh sensor ini pun sangatlah sederhana, karena output dari sensor eektrokimia adalah suatu tegangan DC.

Material sensor hydrogen yang merupakan elektroda kerja dalam system sel elektrokimia merupakan elektrolit penghantar proton. Konduksi protonik dari suatu elektrolit padat secara umum akan terbentuk melalui transport daei defek titik atau ionic tertentu. Tegangan yang terbentuk melalui elektrolit akan proporsional dengan logaritma dari konsentrasi spesies bergerak mengikuti persamaan Nernst. Contoh sensor elektrokimia yang telah digunakan dalam industri adalah untuk mengukur jumlah oksigen dalam leburan baja [5,6] yang telah mendorong pengembangan sensor elektrokimia untuk penerapan dalam proses peleburan logam lainnya[7,8].

Elektrolit padat yang pernah dicoba adalah asam antimonik dan hydrogen uranil fosfat [9]; zirconium fosfat (NASICON) dan (Zirpsio); zeolit sintetis (NH4Y dan H4Y), ß/ ß”-alumina [10-15]; Sr- dan Ba- cerat; LaZZrZ07 dan La2Ce2O7 [16-20]. Umtrmnya sensor yang dihasilkan kurang stabil, kecuali pada penggunaan material keramik CaZr03 yang didoping dengan kation In, Ga dan Se yang telah diteliti secara intensif oleh Yajima dkk. [21-24] Material ini menghasilkan proton konduksi pada temperatur tinggi (sekitar 700°C) di dalam atmosfer yaiig mengandung hidrogen dan COZ dan menLnjukkan stabilitas yang cukup tinggi.

BAHAN DAN METODE

Perakitan Sensor Hidrogen

Sesuai dengan desain elektroda kerja seperti Gambar 1 [25], ke dalamnya dimasukkan padatan kecil elektroda pembanding. Digunakan dua set elektroda pembanding yaitu serbuk AUA1203 (sensor-1) sebagai blanko dan serbuk Mg/MgO (sensor-2) untuk mengevaluasi respon dari sensor. Kemudian disisipkan ujung kawat Mo dengan diameter 0.5 mm dan mulut tabung elektrolit yang terbuka disemen dengan Ceramabond 571. Elektroda padat maupun kawat Mo dilindungi oleh tabung alurr.ina/sleeve alumina seperti terlihat dalam gar_ibar dan kenmdian disambungkan dengan pipa stainless­steel sepanjang 1 meter untuk memudahkan sensor menjangkau leburan aluminum. Seluruh sarnbungan dibubuhi semen Ceramabond, kemudian dibiarkan diudara terbuka selama 1-4 jam dan dipanaskan pada 93°C selama 1-4 jam.

Selain dua elektroda tersebut di atas juga disisipkan sebuah elektroda lain yaag berisi kawat Mo yang berfungsi sebagai electronic ground dalam pengukuran beda potensial sensor dan juga sebagai sarana pengukuran temperatur leburan. Ketiga bagian tersebut diikat agar memudahkan dalam operasi pengukuran dan dihubungkan dengan perekam data seperti terlihat pada Gambar 2.

Pengetesan Sensor Hidrogen Pada Leburan Alumunium

Operasi pengetesan sensor dilakukan dalam tungl:u lisrik dengan ukuran diameter crucible 26 cm, tinggi 40 cm dan umpan 15 kg aluminum. Pelcburan aluminum dilakukan, pada temperatur sekitar 700°C tanpa pengaliran gas inert. Set hidrogen sensor seperti diterangkan pada Gambar 2, dihubungkan dengan perangkat perekam data, Data Shuttle/Laptop-komputer, dengan software Quicklog for Windows seperti Gambar 3. Pemanasan mula sensor dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan kejut terma: dari sensor yaitu dengan menempatkan sensor sejajar dengan bibir crucibel selama wak;u tertentu dan kemudian sensors dibenamkan dibawah permukaan leburan aluminum secara sempurna. Data beda potensial (EMF) kedua elektroda sel yang berubah dengan waktu dicatat sampai dengan stabil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan keretakan dilakukan secara kualitatif setelah percobaan selesai. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel ini menerangkan bahwa dengan pemanasan mula pada temperatur di lokasi kira-kira 20 cm di atas leburan aluminium (asumsi 500°C) selama 0 sampai 30 menit, sensor masih menu njukkan keretakan yang teramati baik pada k(instruksi tabutrg maupun pada sambungannya, sehingga pada pengukuran EMF menyebabkan “short”. Hal ini dimungkinkarn karena adanya leburan aluminium yang masuk ke dalam bagian diartara kedua elektroda yang menyusun sel elektrokimia. Sementara itu, pemanasan mula pada temperatur yang sama dalam waktu 40 menit dapat membentuk struktur sensor yang tahan keretakan akibat perbedaan temperatur sensor dengan temperatur leburan aluminium. Untuk percobaan seterusnya, digunakan kondisi pemanasan mula selama 40 menit pada posisi 20 cm di atas leburan aluminium sebelum sensor hidrogern ini digunakan untuk mengukur EMF dari contoh.


Gambar 1. Desain kontruksi elektroda kerja sensor hidrogen

Gambar 2. Sistem pengukuran beda potensial sensor hydrogen

Tabel 1. Pengamatan keretakan sensor setelah penggunaan terhadap waktu pemanasan mula:

Waktu

Pemanasan

(menit)

Pengamatan

0

+++

10

+++

20

++

30

+

40

Keterangan:

+ : adalah derajat keretakan.

Tabel 2. Hasil pengukuran EMF pada sensor­1 (elektroda pembanding Al/A1203) dan sensor-2 (elektroda pembanding Mg/Mg0)

Waktu

(menit)

Sensor-1

(mV)

Sensor-2

(mV)

0

0

-571

1

86

-426

2

66

-386

3

77

-232

4

69

-160

5

73

-144

6

64

n.d.

Hasil pengukuran EMF secara simultan dari sensor elektrokimia CaZr03 dengan dua buah elektroda pembanding yaitu Al/Al2O3 (sensor-1) dan Mg/MgO (sensor-2) versus waktu pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2 dan hubungannya dinyatakan dalam Gambar 3.

Dari Gambar 3, dapat dilihat bahwa setelah waktu pengukuran 2 menit, output dari sensor-1 menunjukkan EMF yang stabil pada kira-kira 70 mV. Hal ini dimungkinkan karena leburan aloi dan elektroda pembanding mengandung logam yang sama, sehingga mempunyai harga AG sama dengan nol dan menyebabkan EMF teoritis untuk sensor ini llarus nol mV mcngikulti persamaan:

E = Δ G / (6) (96.487)

Besarnya EMF hasil pengukuran yang lebih dari nol diperkirakan sebagai perbedaan kandungan hidrogen dalam leburan aloi dan dalam elektroda pembanding.

Pada pengamatan dari sensor-2 menunjukkan EMF yang semakin naik dengan naiknya waktu operasi dan harga EMF ini menjadi stabil pada – 140 mV setelah sensor dicelupkan pada leburan aluminium selama 4-5 menit.

Reaksi yang terjadi pada elektroda, yang dapat menunjukkan hubungan antara kesetimbangan logam/logam oksida dan tekanan bagian hidrogen belum diketahui, dengan demikian output sensor tidak dapat dihitung sebagai konsentrasi hidrogen yang terlarut dalam leburan. Meskipun demikian, dengan asumsi bahwa reaksi terjadi pada kedua elektroda, perbedaan di antara tegangan sel untuk kedua elektroda pembanding dapat dihitung.

Reaksi kesetimbangan yang berlangsung:

2 A13+ + 3 MgO === 3 MgZ+ + A1,03

Δ G = nFE

Dengan menggunakan rumus Δ G = nFE, di mana, nilai F = 96,487 C/mol e, dari reaksi di atas harga n adalah 6 , maka dengan menggunakan data Δ G untuk A12O3 dan MgO dari literatur 26 maka nilai EMF teoritis dapat dihitung dan kemudian diplot dengan temperatur seperti terlihat pada Gambar 4.

Dari Gambar 4 terlihat ada dua daerah temperatur yang merupakan suatu garis lurus yang dihubungkan dengan besamya perbedaan EMF teoritis pada temperatur 427, 527 dan 627°C dengan persamaan garis-I :Y = 0,0269 X – 222,66; dan temperatur 727, 827 dan 927°C dengan persamaan garis-II; Y = 0,0154 X – 215,18. Kedua persamaan tersebut berpotongan pada suatu titik yang menunjukkan kondisi temperatur 650°C dan perbedaan EMF teoritis – 205,16 mV. Berdasarkan literatur [27], diketahui bahwa titik lebur Al murni adalah 660°C dan Mg murni adalah 649°C, dengan demikian maka gars I bertepatan dengan daerah temperatur material padatan logam murni dan garis L pada daerah temperatur material leburan logam murni.


Perbedaan dari perhitungan beda potensial dalam percobaan menunjukkan adanya ketergantungan pada temperatur yang relatif kecil pada rentang temperatur operasi yaitu sekitar 190 mV, di mana tidak jauh berbeda dengan beda potensial setelah waktu operasi 4 – 5 menit. Hasil ini mengindikasikan bahwa sel sensor dengan material ini dapat memberikan respon yang baik untuk pengukuran EMF dari sensor hydrogen.

Gambar 3. output dari dua sensor yang ditest secara simultan


Gambar 4. Perbedaan EMF secara teoritis antara material murni Al2O3 dan MgO pada temperatur 450 sampai 950 oC

Kesimpulan

Studi awal penggunaan sel elektrokimia dengan CaZrO3-base sebagai sensor hidrogen pada temperatur peleburan aluminium (700°C) menerangkan bahwa besarnya signal sensor yang ditunjukan oleh beda tegangan output cnd;,kati hasil perhitungan teoritis perbedaan tegangan dari elektroda pembanding Mg dan Al, sehingga aplikasi dari sensor hidrogen in i dapat dil:embangkan lcbih ia:.jut. Masih diperlukan informasi penggunaan elektroda pembanding padat seperti Ca/CaHZ atau Mg/MgH2 agar

kandungan hidrogen sebenarnya dapat dikalkulasi serta dapat dievaluasi ketepatan dan kedapatulangan pengukuran dari sensor irti.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.Ir.D.N.Adnyana, APU yang telah memberikan wawasan awal teoritis dan industrial tentang peleburan aluminium, dan juga kepada Prof.Dr.J.W.Fergus dalam desain dan pembuatan sensor.

DAFTAR PUSTAKA

1. S. Shivkumar, L. Wang, and D. Apelian, JOM, 43 [1] (1991) 26-32.

2. M.M. Makhlouf L. Wang, and D. Apelian, American Foundrymen’s Society (1998)1-6.

3. X.G. Chen, F.J. Klinkenberg, S. Engler, L. Heusler, and W. Scluieider, JOM., 46 [8] (1994) 34-38.

4. S. Seetharaman and D. Sichen, Emerging Separation Technologies for Metals II. ed.: R.G. Bautista, The Minerals, Metals and Materials Society (1996) 3 17-340.

5. E.T. Turkdogan and R.J. Fr•.rehan, Can. Metall. Quart., 11 [2] (1972) 371-384.

6. M. Iwase and 1′. Waseda, High.Temp. Mater. Proc., 7 [2-3] (1986) 123 131.

7. D.J. Fray, Mater. Sci. Tech., 16 (2000) 237­242.

8. J.W. Fergus, AFS Transactions, 98-22 (1998) 125-130.

9. R.V. Kumar and D.J. Frzry, sensors and Actuators 15 [2] (1988) 185-191.

10. L.B. Kriksunov and D.D. Macdonald, Sensors and Actuators B 32 (19116) 157-160.

11. L.D. Angelis, A. Maimone, L. Modica, G. Alberti and R. Palombari, Sensors and Actuators B 1 (1990) 121-124.

12. S.F. Chehab, J.D. Canaday, A.K. Kuriakose, T.A. Wheat and A. Ahn)ad, Solid State Ionics, 45 [3-4] (1991) 299-3 10.

13. J. Gulens, T.H. Longhurst, A.K. Kuriakose and J.D. Canaday, Solid State Ionics 28-30 (1988) 622-626.

14. J.D. Canaday, A.K. Kuriakose, A. Ahmad and T.A. Wheat, J. Can. Cerurr. Soc. 55 (1986) 34-37.

15. M. Dekker, L’t Zand, J. Schrzm and J. Schoonman; Solid State Ionics, 35 [1-2] (1989) 157-164.

16. N. Ilara -and D.D. MacDonald, J. Electrochem. Soc. 144 [12] (1997) 4152­4157.

17. Y. Tan and 1′.C. Tan, J. Electrochem. Soc.

141 [2] (1994) 461-467.

18. S. Zhuiykov, Ceram. Eng. Sci. Proc., 17 [3]

(1996) 179-186.

19. T. Norby, Solid State Ionics, 40-41 (1990) 857-862.

20. H. Iwahara, H. Uchida, K. Ogaki, and H. Nagato, J. Electrccrem. Soc. 138 [1] (1991) 295-299.

21. T. Yajima, H. Iwahara, K. Koide, K. Yamamoto, Sensors and Actuators B 5 (1991) 145-147.

22. T. Yajima, K. Koide, H. Takai, N. Fukatsu, T. Ohashi and I. Iwahara, Solid State Ionics 79 (1995) 333-357.

23. T. Yajima, K. Koide, H. Takai, N. Fukatsu, T. Ohashi and I. Iwahara, Sensors and Actuators B 13-14 (1993) 697-699.

24. T. Yajima, H. Iwahara, N. Fukatsu, T. Ohashi and K. Koide, Keikinzoku 42 [5] (1992) 263-267.

25. A.H.Setiawan and J.W.Fergus, Ceramics Transactions 130 (2002) 47-56.

26. M.W. Chase, NIST-JANAF Thermochemical Tables, 4d‘ ed., J. Phys. Chem. Ref. Data, Monograph 9(1998).

27. R.T. De: eff, Them.cdynan:ics in Materials Science, (Mc.Graw-Hill Inter. Ed., New York, 1993) 496_

TANYA JAWAB

Patttan L.P.S.

Apakah selama perioda adaptasi waktu 40 menit suhu leburan tetap di maintain sekitar 700°C ?

Achmad Hanafi

– Ya, tetap 700°C karena elektronik furnace mempunyai thermostat.

Adopted from : UNISTEK. No. 1 Volume Januari 2007

Karakterisasi dan Fungsi Protein-Protein Spesifik dari Lateks Karet serta Peranannya dalam Produksi Karet

R Ukun MS Soedjanaatmadja, P Soedigdo, Toto Subroto, O Suprijana, Muljadji Agma, dan Dian Siti Kamara

Jurusan Kimia, Universitas Padjadjaran

Karet (Hevea brasiliensis) alam merupakan komoditas ekspor nonmigas yang cukup potensial dan dapat diandalkan sampai saat ini. Sebelum Perang Dunia II sampai tahun 1959-1960 Indonesia merupakan negara produsen karet nomor satu di dunia, tetapi kini Indonesia merupakan negara produsen karet setelah Malaysia. Malaysia berhasil dalam pembibitan klon-klon unggulan yang menghasilkan lateks lebih banyak karena dukungan sektor penelitian, Rubber Research Institute, yang sangat intensif.

Protein spesifik, seperti hevein, hevamin, dan pseudohevein yang terdapat di dalam lateks diduga memiliki peranan penting baik dalam proses aliran lateks maupun pertahanan pohon karet terhadap pengaruh luar, mikroorganisme, serangga, atau penyadapan. Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek biokimia dan menginventarisasi sumber daya alam baik untuk meningkatkan produksi lateks maupun memanfaatkan proteinnya sebagai anticendawan.

Dari hasil penelitian ini diperoleh cara untuk proses isolasi dan pemurnian hevein, hevamin, dan pseudohevein dengan tingkat kemurnian yang baik. Jenis sampel B-serum hasil liofilisasi yang diproses melalui tahapan beku-cair merupakan materi yang paling baik untuk mengisolasi hevein.

Kandungan hevein pada lateks karet klon GT-I dan PR-261 lebih tinggi daripada klon LCB-1320. Nisbah hevein dan protein dasar pada klon GT-I dan PR-261 lebih besar dari satu, sedangkan pada klon LCB-1320 lebih kecil dari satu. Nisbah hevein dan hevamin pada klon GT-1, PR-261, dan LCB-1320, masing-masing ialah 12.9, 11.7, dan 3.05. Ada korelasi antara nisbah hevein dan hevamin (lebih tepatnya nisbah hevein dan protein dasar) dengan jumlah lateks yang dihasilkan oleh setiap klon karet. Makin besar nilai nisbah tersebut, maka akan semakin tinggi kuantitas lateks yang dihasilkan.

Hevein dan pseudohevein merupakan protein yang memiliki bobot molekul dan muatan yang hampir sama, namun dengan tehnik HPLC fase terbalik, keduanya dapat dipisahkan dan dimurnikan dengan baik. Hevein dan pseudohevein merupakan protein-protein yang memiliki afinitas pengikatan kitin, jadi keduanya merupakan protein pengikat kitin.

Hevein dan pseudohevein merupakan agens anticendawan yang cukup kuat untuk menghambat cendawan Aspergillus niger. Keduanya merupakan agens penstabil suspensi karet . Hevein dan pseudohevein juga merupakan protein yang pada bagian C-terminalnya tercabik-cabik. Pada struktur hevein, di samping ada komponen utama yang mengandung C-terminal asam aspartat (BM 4718), ada juga yang mengandung tambahan asam amino serina serta serina-glisina dengan nisbah 8:1:1. Pada struktur pseudohevein terdapat komponen yang mengandung bagian C-terminal 3-glisina, 1-glisina, dan tanpa glisina dengan nisbah 2:4:3:1.

Kemampuan psudohevein mengikat (GlcNAc)4 tidak begitu banyak berbeda dibandingkan dengan hevein, meskipun asam amino pada posisi nomor 21 untuk kedua protein tersebut memiliki perbedaan, yaitu tirosina pada pseudohevein dan triptofan pada hevein. Hevein dan pseudohevein dapat diisolasssi dari limbah cair pabrik karet dan massih dapat dimanfaatkan sebagai agens anticendawan karena keduanya masih utuh, tidak terdenaturasi. Hasil analisis simulasi molecular dynamic untuk hevein dan pseudohevein menunjukkan dua bentuk struktur protein yang hampir identik dengan adanya beberapa perbedaan asam amino pada posisi tertentu.

Adopted from : Hibah Bersaing

Perbandingan Analisis menggunakan Spektrofotometer dan Atomic Absorbtion Spectrofotometer (AAS). (2)

    • Menggunakan Spektrofotometer

Spektrofotometer bekerja berdasarkan penyerapan sinar yang dihasilkan oleh sampel yang bewarna pada panjang gelombang tertentu. Spektrofotometer dapat mengidentifikasi logam yang ada dalam sampel bila sampel itu bewarna, namum sulit diidentifikasi pada sampel yang tidak menghasilkan perubahan warna atau kadar logam dalam sampel sangat kecil sekali.

    • Menggunakan AAS

Cara kerja AAS adalah suatu teknik analisis unsur yang didasarkan pada absorbsi sinar oleh atom bebas. Atom menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu yang mempunyai energi untuk mengubah tingkat elektron suatu atom. Dengan absorbsi berarti atom memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Walaupun sampel yang mengandung logam yang akan dianalisis tidak menghasilkan warna atau kadarnya sangat kecil sekalipun, masih dapat terbaca oleh AAS. Jadi tingkat ketelitian AAS lebih tinggi dibandingkan spektrofotometer.

Tabel : Perbandingan Antara Spektrofotometer Dengan AAS

No.

Parameter

AAS

Spektrofotometer

1.

Pereaksi / Reagent yang digunakan

Lebih sedikit, pereaksi digunakan hanya pada preparasi awal saja, yaitu K2Cr2O7 dan asam kuat konsentrasi rendah

Lebih banyak, karena masing-masing parameter menggunakan peraksi yang berbeda

2.

Mekanisme Analisis

Lebih cepat dan mudah dalam pengerjaan

Jauh lebih lama dan rumit dalam pengerjaan

3.

Harga / cost Analisis

Lebih murah karena sedikitnya pereaksi yang digunakan walaupun banyak parameter yang akan dianalisis

Lebih mahal karena banyaknya pereaksi yang digunakan untuk semua paramater

4.

Preparasi awal

Lebih mudah dan hanya melakukan sekali preparasi untuk semua parameter analisis

Lebih rumit dan preparasi untuk masing-masing parameter berbeda

5.

Mekanisme alat / panjang gelombang

Tidak mengatur panjang gelombang, hanya mengganti lampu katoda sesuai dengan parameter analisa

Masing-masing parameter harus dilakukan pengesetan panjang gelombang terlebih dahulu

6.

Volume sampel

Lebih sedikit karena sekali preparasi hanya berjumlah + 50 mL

Lebih banyak karena masing-masing parameter volume sampelnya berbeda

Adopted by @_pararaja

Produksi Cairan Kulit Biji Jambu Mete sebagai Bahan Baku Industri Cat dan Komponen Pelunak Gesekan Sepatu Rem Kendaraan

A Zainal Abidin, Tatang Hernas, Sri Yuliani, dan Illah Sailah
Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung


Produk utama dari tanaman jambu mete ialah biji gelondong kacang mete dengan hasil samping berupa kulit biji mete yang mengandung CNSL (cashew nut shell liquid). CNSL merupakan sumber fenolat alami yang sangat berpotensi sebagai pengganti sumber fenol berbasis fosil. Pemanfaatan CNSL di Indonesia belum dilakukan secara maksimum karena kurangnya penerapan teknologi, baik pada teknik pengolahan kulit biji menjadi CNSL maupun pada teknik pengolahan CNSL menjadi bahan baku seperti untuk cat, vernis, dan sepatu rem. Sementara itu, kebutuhan cat dan impor rem di Indonesia semakin meningkat. Tujuan penelitian ini ialah menghasilkan CNSL untuk bahan baku industri cat dan sepatu rem kendaraan.


Tahap pertama penelitian diarahkan pada pemilihan teknik ekstraksi CNSL, meliputi metode penggorengan, pengempaan, dan ekstraksi dengan pelarut. CNSL dari ketiga metode ini dianalisis rendemen, sifat fisiko-kimia, dan mutunya. Hasil ekstraksi terbaik didapat dengan metode pengempaan yang dilakukan pada suhu 125°C dan tekanan 200 kg/cm2 selama 15 menit. Metode ini menghasilkan rendemen 19.6% dengan viskositas 540 cP, bobot jenis 1.0099, kadar bahan atsiri 0.311%, bilangan asam 84.24, bilangan penyabunan 121.38, dan bilangan iodin 109.30.


Selanjutnya, CNSL dibuat vernis dengan menambahkan formaldehida dan bahan pengering. Hal ini dimungkinkan karena CNSL mengalami polimerisasi ketika kontak dengan oksigen bebas membentuk lapisan yang tipis, keras, dan kering. Produk terbaik diperoleh dari perlakuan pemberian bahan pengering MnO2 5% dan nisbah formaldehida terhadap CNSL 0.6:1 yang ditunjukkan dengan waktu kering selama 3 jam dan bobot jenis 0.8300 g/mL.


Tahap ketiga penelitian ialah pembuatan komponen pelunak gesekan sepatu rem dengan cara mempolimerisasi CNSL dengan formaldehida pada kondisi asam dan basa. Polimer yang dihasilkan memenuhi standar ASTM D 494-46 untuk komponen pelunak gesekan sepatu rem dan dihasilkan dari reaksi antara formaldehida dan CNSL pada kondisi basa dengan nisbah mol 0.9:1 pada berbagai komposisi penambahan heksametilena tetraamina (7.5, 10.0, 12.5, dan 15%).

Adopted by @_pararaja from Hibah Bersaing VIII

download e-book

jika ada yg suka baca.. kumpul-kumpulin e-book

dijaman sekarang, sesuatu yg simpel, sachet dan nyaman…apalagi tiap kamar sudah ada komputer.. klo dahulu siswa bawa, jinjing buku2 tebel. sekarang setebel apa buku juga tidak susah bawan harus punya…

tinggal dowload disini, klik aja…

http://www.pdf-search-engine.com/termokimia-pdf.html

http://www.pdf-search-engine.com/mekatronika-pdf.html

http://www.njouba.com/mekatronika-ebook.html

moga bisa manfaat

Mengenal Istilah Standardisasi

Seiring dengan perkembangan globalisasi yang menimbulkan persaingan global yang kian ketat dan keras. Maka yang terjadi selanjutnya adalah persaingan dalam memberikan produk yang terbaik. Namun semua produk yang dianggap terbaik tentunya mempunyai parameter tersendiri sesuai dengan aturan yang telah ada. Aturan inilah yang kemudian disebut sebagai standarnya atau standardisasi. Berikut ini sekelumit kamus tentang istilah Standardisasi:
1. Mutu
Gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat.
2. Kebijakan Mutu
Keseluruhan maksud dan tujuan organisasi yang berkaitan dengan mutu yang dinyatakan secara formal oleh pimpinan puncak.
3. Jaminan Mutu
Seluruh perencanaan dan kegiatan sistematik yang diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu barang atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu.
4. Manajemen Mutu
Aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu.
5. Sistem Mutu
Merupakan struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
6. Pengendalian Mutu
Teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
7. Audit Mutu
Pengujian yang sistematik dan mandiri untuk menetapkan apakah kegiatan mutu dan hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan dan apakah pengaturan-pengaturan yang disebut ini diterapkan secara efektif dan sesuai untuk pencapaian tujuan.
8. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Suatu sistem mutu, manajemen mutu dan pengendalian mutu melalui pendekatan sistematik mengenai identifikasi bahaya (hazard), pengamatan dan pengawasan untuk menjamin keamanan makanan.
9. Titik Kontrol (Control Poit)
Setiap tahapan dalam proses yang diawasi secara fisika, kimia maupun biologis (microbiologis).
10. Tindakan Perbaikan (Corrective Action)
Prosedur yang dilakukan apabila kesalahan atau penyimpangan terjadi atau batas kritis tidak tercapai atau terlewati.
11. Titik-titik kritis (Critical Control Point = CCP)
Tiap tahapan dalam proses yang apabila tidak diawasi dengan baik dapat mengganggu keamanan (safety), mutu (quality), keselamatan (wholesomeness) atau menimbulkan penipuan/penyimpangan secara ekonomi (economic fraud).
12. Penyimpangan/Kekurangan (Critical Defisiensi)
Penyimpangan terhadap ketentuan yang telah ditetapkan untuk mempertahankan keamanan (safety), kesehatan dan kebersihan (Wholesomeness) serta untuk mencegah terjadinya kerugian ekonomi.
13. Batas Kritis (Critical Limit)
Tetapan ambang/batas yang tidak boleh dilewati yang mana harus diawasi setiap ccp.
14. Rancangan HACCP (HACCP Plan)
Dokumen yang menjelaskan sistem pengawasan mutu berdasarkan HACCP dari suatu perusahaan.
15. Bahaya/potensi bahaya
Resiko atau peluang adanya sifat-sifat pada makanan yang tidak dapat diterima secara biologis (microbiologis), fisika dan kimia yang mana dapat menyebabkan terganggunya kesehatan konsumen ataupun menyebabkan terjadinya penyimpangan produk dari kriteria yang telah ditentukan.
16. Analisa Bahaya (Hazard)
Proses untuk mengidentifikasi peluang atau resiko terjadinya bahaya (hazard) baik yang bersifat biologis, fisika, kimia maupun ekonomi (economic fraud).
17. HACCP-Based System
Cara pendekatan non tradisional dalam pemeriksaan produk untuk mengontrol bahaya (hazard) dalam makanan. Sistem ini adalah hasil dari penerapan rencana HACCP.
18. Produk Beresiko Kecil (Low Risk Product)
Produk (seafood) yang beresiko kecil bagi kesehatan konsumen apabila disiapkan diolah/disiapkan dengan cara tradisional/konvensional.
19. Kekurangan Secara Mayor (Major Deffisiensi)
Penyimpangan besar dari rencana yang telah ditetapkan yang dapat menghambat tujuan mempertahankan keamanan produk, kesehatan dan kebersihan, serta mencegah terjadi penipuan ekonomi (economic fraud).
20. Kekurangan Minor (Minor Deffisiensi)
Kegagalan suatu bagian sistem HACCP yang tidak memberi pengaruh-pengaruh besar terhadap kemampuan fasilitas yang ada untuk memenuhi persyaratan sanitasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
21. Prosedur Monitoring (Monitoring Prosedure)
Jadwal pengujian/pengamatan yang dicatat oleh petugas perusahaan untuk laporan dari temuan ditiap ccp.
22. Tindakan Pencegahan (Preventive Measures)
Tiap tindakan yang akan menghambat/mencegah timbulnya bahaya (hazard) pada produk.
23. Proses
Suatu kegiatan atau operasi untuk memanen, memproduksi, menyimpan, menangani, mendistribusikan atau menjual produk.
24. Kekurangan/Kesalahan Serius (Serius Diffesiensi)
Penyimpangan yang serius dari rencana yang telah dibuat untuk mempertahankan terpeliharanya keamanan, kesehatan dan kebersihan, serta mencegah terjadinya economic fraud. Dan apabila penyimpangan itu terus berlanjut akan menyebabkan produk tidak aman, tidak sehat dan higiene serta tidak sesuai dengan spesifikasi produk (misbranded).
25. Produk Beresiko Tinggi (Substantial Risk Product)
Produk (seafood) yang dapat mengakibatkan bahaya terhadap kesehatan konsumen apabila disiapkan/diolah dengan cara tradisional/konvensional. Sebagai contoh adalah produk-produk siap dimakan dan siap dihidangkan, yang mana apabila mengandung bakteri pathogen biotoxin atau terkontaminasi zat kimi ata fisika dapat membahayakan kesehatan konsumen.
26. Pemeriksaan Terhadap Sistem (System Audit)
Pemeriksaan mendadak (tanpa pemberitahuan) terhadap keefektifan perusahaan melaksanakan rancangan HACCP yang telah disetujui (sesuai dengan validasi).
27. Validasi (Validation)
Evaluasi terhadap kesempurnaan, keberfungsian dan keefektifan dari perusahaan dalam melaksanakan rancangan/program HACCP.
28. Verifikasi (Verification)
Peninjauan secara periodik oleh perusahaan untuk menentukan keefektifan secara keseluruhan dalam rancangan HACCP.
29. Verifikasi Audit (Audit Verification)
Peninjauan mendadak oleh petugas pemerintah (Competent Authority) sesuai prosedur yang telah ada.
30. Verifikasi
Suatu proses persetujuan dan pengesahan penerapan sistem HACCP dan/atau SNI Seri 9000 melalui proses audit dan review.
31. Review
Pemantauan kembali pelaksanaan sistem HACCP dan/atau SNI Seri 19-9000 melalui auditing.
32. Inspeksi
Kegiatan-kegiatan seperti : pengukuran pemeriksaan, pengujian, pengukuran dengan perbandingan satu atau lebih karakteristik barang atau jasa, dan dibandingkan dengan persyaratan tertentu untuk menetapkan kesesuaian.
33. Lembaga Sertifikasi
Lembaga yang mempunyai tugas melakukan kegiatan penilaian kesesuaian terhadap persyaratan tertentu, dimana hasil penilaian dinyatakan dengan sertifikat (sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan, produk, personel, sistem keamanan pangan (Hazard Analysis and Critical Control Point – HACCP)
34. Inspeksi Teknis
Kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap suatu pekerjaan, produk dan atau jasa, proses, sarana dan prasarana yang spesifik, yang mengacu kepada spesifikasi teknis dengan memperhatikan segi keamanan, keselamatan dan lingkungan yang ditentukan.
35. Sertifikasi
Proses yang berkaitan dengan pemberian sertifikat oleh suatu lembaga sertifikasi.
36. Sertifikasi Sistem Mutu
Kegiatan pemberian sertifikat sistem mutu kepada perusahaan yang telah mampu menerapkan sistem mutu menurut SNI seri 19-9000 dan/atau HACCP yang diacu dan akui di dalam kegiatan organisasinya untuk menghasilkan produk dan/atau jasa tertentu.
37. Sertifikasi Produk
Kegiatan pemberian sertifikat produk dan/atau jasa kepada perusahaan yang telah mampu menghasilkan suatu produk dan/atau jasa sesuai dengan SNI dan telah mendapat sertifikat mutu.
38. Sertifikasi Hasil Uji
Kegiatan pemberian sertifikat yang menyatakan bahwa pengujian atas contoh produk yang telah diuji sesuai dengan standar/spesifikasi teknis tertentu.
39. Sertifikasi Inspeksi Teknis
Kegiatan pemberian sertifikat yang menyatakan hasil inspeksi teknis terhadap kelaikan kerja suatu produk/sistem/instalasi yang telah sesuai dengan spesifikasi/standar tertentu.
40. Sertifikasi Personil
Kegiatan pemberian sertifikat yang menyatakan bahwa personil yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan teknis tertentu yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan standardisasi.
41. Sertifikat
Adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
42. Tanda Sertifikasi Sistem Mutu
Tanda sertifikasi yang dipergunakan oleh perusahaan yang telah memperoleh sertifikat sistem mutu.
43. Pemeriksaan (Audit)
Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi terhadap perusahaan yang telah mendapat sertifikat.
44. Asesmen Mutu
Pengujian sistematik dan mandiri untuk mengetahui apakah kegiatan yang berkaitan dengan mutu telah dilakukan sesuai dengan rencana, konsisten dan efektif mencapai tujuan.
45. Sistem
Prosedur yang orientasinya meliputi pencegahan dan perbaikan terhadap hal-hal yang menyimpang dari standar spesifikasi pada setiap proses produksi sedini mungkin.
45. Asesor (Pengawas Mutu)
Petugas yang telah disertifikasi dan dikualifikasi untuk melaksanakan asesmen dalam rangka akreditasi.
47. Penilik Mutu (Inspektor)
Petugas yang telah disertifikasi dan dikualifikasi untuk melaksanakan pengawasan mutu di lingkungan Departemen Pertanian.
48. Spesifikasi
Dokumen yang menguraikan persyaratan barang atau jasa yang harus dipenuhi.
49. Laboratorium
Laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian dan atau kalibrasi, dimana hasil pengujian dan atau kalibrasi dinyatakan dengan sertifikar/laporan hasil uji atau sertifikat kalibrasi.
50. Badan Akreditasi
Institusi yang melaksanakan dan mengelola suatu kegiatan akreditasi dan memberikan akreditasi.
51. Penerapan Standar
Kegiatan menggunakan standar oleh pelaku usaha
52. Lembaga Inspeksi
Lembaga yang melakukan pemeriksaan kesesuaian barang dan atau jasa terhadap persyaratan tertentu, dimana hasil pemeriksaan dinyatakan dengan sertifikat hasil inspeksi.
53. Mutual Recognation Arrangement – MRA
Kesepakatan diantara dua pihak atau lebih untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau keseluruhan aspek satu dengan yang lain dalam hal hasil-hasil penilaian kesesuaian (misal laporan pengujian)


Adopted by @_pararaja from : InfoLAB.

Osmosis-Puffing sebagai Alternatif Proses Pengeringan Sayuran dan Buah-Buahan

Daniel Saputra, Basuni Hamzah, dan Rindit Pambayun
Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Sriwijaya

Pengeringan hasil pertanian yang umum dilakukan tidak memberikan mutu prima bagi produk yang dihasilkan. Produk pengeringan prima hanya dapat dihasilkan oleh teknologi pengeringan beku yang padat energi dan mahal. Teknologi alternatif yang dapat ditawarkan ialah puffing dengan gas CO2 yang menghasilkan mutu kompetitif terhadap pengeringan beku, tetapi teknologi ini masih menggunakan energi panas pada awal dan akhir pengeringan. Untuk mengatasi kelemahan ini diusulkan untuk mengombinasikan metode dehidrasi osmosis dengan puffing menggunakan gas CO2.

Penelitian ini bertujuan meminimumkan penggunaan panas dalam pengeringan dengan mengombinasikan teknologi osmosis dan puffing dengan gas CO2. Pada proses pengeringan osmosis, buah-buahan atau sayuran dimasukkan ke dalam suatu media osmotik yang mempunyai tekanan osmotik lebih besar daripada tekanan osmosis bahan yang akan dikeringkan sehingga air keluar dari bahan ke arah media untuk menyeimbangkan tekanan osmosis. Akibat pemindah-an massa (air) tanpa perubahan fase ialah mutu produk, dalam hal ini warna dan nilai gizi, tetap tinggi. Perlakuan dilanjutkan dengan mempuffing produk dengan gas CO2 dan diteruskan dengan pengeringan menggunakan fluidized dryer yang berakibat volume dan bentuk produk kering akan menyerupai volume dan bentuk buah segar.

Penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama ialah menentukan peubah yang mempengaruhi osmosis dan tahap kedua ialah melihat pengaruh peubah ini pada mutu puffing bahan. Peubah yang mempengaruhi osmosis yang diteliti ialah jenis bahan, media osmosis, konsentrasi, suhu, lama perendaman, dan penggunaan campuran sari buah.
Pada tahap pertama telah dipilih buah nenas kultivar Queen yang relatif banyak tersedia di Palembang dan sekitarnya, mempunyai potensi pasar, dan tersedia sepanjang tahun. Jenis media osmotik yang digunakan dipertimbangkan berdasarkan bahan tambahan pada makanan. Pada penelitian ini digunakan gula pasir dan glukosa. Jenis, konsentrasi media osmotik, dan lama perendaman dalam larutan berpengaruh nyata pada pengurangan air dan peningkatan padatan. Konsentrasi gula terbaik ialah 50% dan media yang terbaik ialah sukrosa komersial (gula pasir). Suhu media dan laju aliran osmotik juga menunjukkan pengaruh nyata pada pengurangan air dan peningkatan padatan. Suhu terbaik 50oC dan laju aliran 4 l/menit. Penggoyangan tidak mempengaruhi pengurangan air dan peningkatan padatan. Nisbah sampel:larutan nyata mempengaruh peningkatan padatan tetapi hanya berpengaruh pada nisbah antara 1:5 dan 1:15, tetapi tidak berpengaruh nyata pada nisbah antara 1:5 dan 1:10. Nisbah sampel terhadap larutan yang akan digunakan ialah 1:5.

Penggunaan sirup sari buah dapat membantu mengeluarkan air dari bahan, mempertahankan warna buah dan aroma, serta meningkatkan rasa buah kering. Penggunaan bahan elektrolit seperti KCl dan NaCl dapat meningkatkan laju pengeluaran air secara nyata. Pengaruh negatif KCl dan NaCl dapat ditutupi dengan rasa buah yang digunakan atau mengombinasikan dengan larutan gula. Penggunaan KCl dan NaCl memberikan pengaruh negatif terhadap volume spesifik hasil puffing dengan menurunkan volume spesifik lebih rendah daripada tanpa KCl dan NaCl.

Adopted by @_pararaja from : Hibah Bersaing VI

Bakteri bacillus sebagai mikroba pengikat logam Lumpur Lapindo

Oleh : ASTARI YANUARTI, AJENG RITZKI PITAKASARI, DAN RACH ALIDA BAHAWERES (SURABAYA)

Genangan lumpur di Sidoarjo membuat Umi Marwati gelisah. Peneliti mikrobiologi dari Jurusan Biologi Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, itu khawatir pada dampak buruk lumpur yang telah menggenangi ribuan hektare lahan dan ratusan rumah. Pangkalnya, lumpur luapan sumur Banjarpanji itu mengandung banyak unsur logam, seperti merkuri, plumbum, dan copper. “Pohon-pohon pun mulai menguning. Ada apa ini?” kata Umi. Dengan modal seadanya, perempuan kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, 14 Mei 1966, itu lalu mengajak dua mahasiswa mencari solusi hemat penghilang kadar logam dalam lumpur. Menurut dia, lumpur yang sudah minim kandungan logam juga lebih aman digunakan untuk produk olahan lumpur menjadi batu bata, genteng, atau keramik. Masalahnya, master lulusan Program Studi Mikrobiologi Institut Pertanian Bogor itu menilai model penggunaan tawas untuk menetralkan lumpur kurang efektif. Selain biayanya mahal, metode ini tak menjamin kontaminasi dengan zat-zat lain saat pemindahan lumpur. “Maka, saya ingin menggunakan mikroorganisme untuk menyerap zat-zat toksik dalam lumpur,.” kata ibu dua anak itu.


Penggunaan mikroba yang juga dikenal dengan nama bioremediasi ini lebih ramah lingkungan, murah, dan tanpa efek samping. Umi menjelaskan, jenis mikroba yang paling cocok adalah bakteri bacillus. Bakteri ini tergolong “aneh” karena bisa hidup di lumpur yang mengandung logam. Bahkan bisa mengikat logam sehingga mengurangi kandungan logamnya. Semuanya berkat dua potensi yang dimiliki bakteri bacillus, yaitu phenol degrader (termasuk senyawa hidrokarbon yang menghasilkan minyak bumi) dan heavy metal accumulation (logam rendah). Umi sudah membuktikan keampuhan bakteri bacillus itu saat meneliti kandungan logam pada tanaman padi di Bekasi, Jawa Barat, dua tahun lalu.


Kandungan logam lahan yang diberi bakteri bacillus lebih sedikit dibandingkan dengan lahan yang tak diberi bakteri. Apabila logam tersebut telah terikat, proses fisiknya bisa lebih baik. Tapi, dari 10 bakteri genus bacillus yang bisa berkembang, hanya delapan yang cocok digunakan pada media lumpur, yaitu jenis BC-01, BC-02, BC-03, BC-04, BC-05, BC-06, BC-07, dan BC- 08. Sedangkan dua isolat, yakni B. Coagulans dan B. circulans, tak bisa hidup di lumpur. Penelitian mereka dimulai dengan mengambil 5 liter sampel lumpur di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Sampel lumpur ini diekstrak (dikocok dan diberi larutan buffer atau larutan untuk penyeimbang) di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Brawijaya. Lalu bakteri bacillus dicampurkan pada 10% lumpur yang telah diekstrak. Setelah beberapa jam, bakteri itu hidup dan berkembang biak. Secara bertahap, Umi menambahkan 50% lumpur yang diekstrak. Hasilnya sama. Akhirnya seluruh lumpur yang telah diekstrak dicampur dengan bakteri bacillus. “Bakterinya tetap hidup dan beranakpinak,” katanya senang. Beberapa jam kemudian, ia mengukur kandungan logam di lumpur. Hasilnya, bakteri bacillus bisa menyerap hingga 60% kandungan logam yang terdapat di lumpur Lapindo. Toh, Umi menyatakan, hasil ini bisa bervariasi saat diuji coba di lapangan. Sebab lebih banyak gangguan ketika diuji di lapangan. “Di laboratorium cenderung steril. Jadi, tingkat keberhasilannya di lapangan bisa kurang dari 100%,”ujar Umi. Berbeda dengan temuan Umi, Koordinator Supervisi Tim Penanggulangan Genangan Air dan Lumpur Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rasio Ridho Sani, menyebutkan bahwa lumpur Lapindo tak berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup.


Kesimpulan ini diperoleh setelah KLH melakukan tiga model tes. Pertama, toxicity characteristic leaching procedure (TCLP). Tes ini untuk mengetahui kandungan zat berbahaya lewat proses pengaliran air ke lumpur. Kedua, lethal dose 50 (LD50), tes untuk mengetahui apakah dosis zat di dalamnya membunuh hingga 50% organisme yang diuji saat itu. Dan lethal consentration 50 (LC50), untuk mengetahui konsentrasi yang dianggap membahayakan, yaitu: jika sanggup membunuh 50% organisme yang saat itu diuji dalam waktu yang ditentukan. “Dari dua tes terbukti, lumpur itu mencapai lebih di angka 50 dan tidak membahayakan,” kata pria yang biasa dipanggil Roy itu. Jadi, Roy melanjutkan, lumpur Lapindo aman digunakan untuk bahan bangunan ataupun keramik. Ia menganologikan lumpur Lapindo dengan bahan asbes putih yang terbukti tak memaparkan zat berbahaya. Harapannya, kajian ini bisa menyakinkan masyarakat dan perajin bahwa barang-barang olahan dari lumpur Lapindo tak membahayakan kesehatan manusia.

With original title : “Mikroba Pengikat Logam”

Upaya Peningkatan Mutu dan Daya Guna Limbah Dedak Padi

Gatot Siswo Hutomo, Mappiratu, dan Asriani Hasanuddin

Jurusan Budi Daya Pertanian, Universitas Tadulako

Dedak padi termasuk salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai bahan baku industri pakan dan pangan. Ketersediaan dedak di Indonesia cukup tinggi, yaitu berkisar 4.8 juta ton per tahun. Selain sebagai pakan ternak, dedak berpotensi sebagai bahan pangan karena mengandung pati dan minyak, serta sebagai bioproses karena mengandung lipase. Oleh karena itu, perlu kajian yang dapat meningkatkan mutu dan daya guna dedak melalui penerapan teknologi sederhana dan tepat guna. Tujuan penelitian ini ialah melakukan fraksinasi dan analisis proksimat hasil fraksinasi limbah dedak padi, mengkaji faktor yang berpengaruh terhadap produksi β-karoten, menentukan kondisi optimum untuk memproduksi pengemulsi monoasil gliserol (MAG) dan diasil gliserol (DAG) minyak dedak padi, dan mengkaji faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu tepung hasil pengolahan dedak dan aplikasinya pada pembuatan biskuit dan roti.

Dari penelitian ini ditemukan komposisi ransum ayam potong yang mengandung provitamin A hasil fermentasi dedak (fraksi I) yang cenderung mengurangi pembentukan lemak abdominal. Penggunaan dedak sebagai pakan unggas dapat diaplikasikan melalui fraksinasi (pengurangan serat kasar) dan fermentasi dengan cendawan oncom merah (peningkatan provitamin A). Hasil penelitian ini juga memberikan informasi tentang kondisi reaksi pembentukan MAG dan DAG serta waktu reaksi yang optimum. MAG dan DAG ialah senyawa turunan lemak atau minyak yang mempunyai fungsi sebagai bahan pengemulsi, aman digunakan untuk pangan, kosmetik, dan obat-obatan sehingga mempunyai prospek yang cerah. MAG dan DAG pada penelitian ini disintesis secara enzimatis, yaitu lipase sebagai biokatalis yang terdapat pada sekam (dedak fraksi III). Kondisi reaksi yang optimum untuk memperoleh kandungan MAG dan DAG yang tinggi ialah pada nisbah dedak fraksi III:gliserol:minyak:heksana ialah 10:1:2:50 dengan kondisi suhu 37°C dan pH 7.0 serta lama waktu reaksi 103 jam. Rendemen campuran MAG dan DAG yang diperoleh sekitar 90% kotor dengan menggunakan reaktor berkapasitas 10 liter.

Dari penelitian ini juga diperoleh tepung rendah lemak dan tinggi protein hasil pengolahan dedak fraksi II. Rendemen tepung rendah lemak dan tinggi protein terdiri atas tepung endapan 34% dan tepung dekantasi 60% yang diperoleh dari dedak fraksi II (tepung). Tepung rendah lemak dan tinggi protein digunakan pada pembuatan biskuit dan roti. Pada pembuatan biskuit dan roti tepung rendah lemak dan tinggi protein dapat mensubstitusi tepung terigu sampai 20%.


Adopted from Hibah Bersaing VIII

Pompa Air Tanpa Motor

Mungkin Anda sudah pernah mendengar tentang pompa hidran. Pompa ini mampu mengalirkan air tanpa bantuan mesin pemompa. Daya penggeraknya adalah tekanan dinamik yang ditimbulkan oleh gaya air yang meluncur dari suatu ketinggian.

Tekanan air itu kemudian diubah sebagai tenaga pendorong mengangkat air ke tempat sasaran yang lebih tinggi. Prinsip-prinsip tersebut pun ada dalam Pompa Air Tanpa Motor (PATM) karya Ade R Purnama dari Bandung, Jawa Barat. Hanya saja dia telah melakukan serangkaian uji coba yang menjadikan modifikasinya tersebut layak untuk diaplikasikan di lapangan dengan kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pompa hidran biasa. Bahkan temuan Ade telah mendapatkan hak paten pada tahun 1996.

Keunggulan

PATM tergolong unik karena memanfaatkan kekuatan alamiah berupa tekanan atau gaya air. Wajar bila alat ini dikatakan hemat karena tidak perlu menggunakan motor penggerak dan tidak memerlukan bahan bakar/tenaga listrik. Biaya perawatan pun kecil. Alat ini mampu bekerja terus menerus, 24 jam, dan mampu mengalirkan air sampai ketinggian ratusan meter dari sumber air. Tidak perlu ada operasionalisasi yang rumit, karena alat telah bekerja secara otomatis.

Sistem Kerja

Pompa ini memiliki tiga bagian utama yakni: Sumber air; dapat berupa danau, aliran sungai, kolam, atau bendungan kecil dengan debit paling sedikit 20 lt/detik/unit PATM Unit pompa; dipasang antara 18 dan 24 meter dari sumber air dengan posisi minimal 2 meter dan maksimal 5 meter permukaan air serta dihubungkan dengan pipa penghubung berukuran 6 inci (tipe menengah) Jaringan pipa pengeluaran dan pipa penghantar; dapat dipasang sepanjang puluhan kilometer apabila ketinggian antara sumber air dan daerah sasaran diukur tidak lebih dari 1.000 meter (QD).

Sistem kerja PATM diawali dengan aliran air dari sumber melalui pipa pemasukan atau pipa penghubung ke katup limbah. Gaya tekan air yang masuk ke dalam pompa akan mendorong katup pompa (katup limbah) ke atas sehingga tertutup dan menghentikan aliran air dalam pipa pemasukan. Penghentian aliran air secara tiba-tiba ini akan menghasilkan tekanan tinggi dalam pompa.

Tekanan tinggi akan mengatasi tekanan dalam ruang udara pada katup penghantar sehingga air dari sumber mengalir lagi dari pipa penghubung. Perputaran ini berlangsung berulang-ulang dengan frekuensi yang sangat cepat sehingga air mengalir melalui pipa pemasukan dan pengeluaran secara kontinyu. Pada dasarnya prinsip kerja PATM merupakan proses pengubahan energi kinetik ‘gaya gerak’ air menjadi tekanan dinamik sehingga menimbulkan momentum atau ‘pukulan air’ yang berkekuatan tinggi dalam pipa saluran. Tekanan ini mengakibatkan katup pompa dan katup penghantar dalam tabung pompa terbuka dan tertutup secara bergantian.

Tekanan dinamik diteruskan untuk menghasilkan daya tekan dalam pipa pemasukan sehingga memaksa air naik ke pipa pengeluaran dan didorong ke pipa penghantar. Jadi prinsip kerja PATM yaitu melipatgandakan kekuatan gaya dorong air.

Sumber air

PATM ini membutuhkan air yang cukup yakni minimal 20 liter/detik. Guna menjaga keberlangsungan pasokan air ke pipa pemasukan, air perlu dikumpulkan dalam bendungan.  

 

Adopted by @_pararaja

SEKILAS TENTANG GANGGANG DAN PENANGGULANGANNYA (bagian 1): GANGGANG (Algae).

Algae adalah mikroorganisme aerobic fotosintetik, dijumpai di mana saja yang tersedia cukup cahaya, kelembapan, dan nutrient sederhana yang memperpanjang hidupnya. Algae berukuran amat beragam, dari beberapa micrometer sampai bermeter-meter panjangnya. Organisme ini mengandung Klorofil serta pigmen-pigmen lain untuk melangsungkan fotosintesis, tersebar luas di alam dan dijumpai hampir di segala macam lingkungan yang terkena sinar matahari. Algae dapat hidup pada suhu optimum antara   20 -30 0C dan pada pH optimum antara 4 – 11.

Kebanyakan  Algae hidup di air, merupakan dasar atau permulaan kebanyakan rantai makanan akuatik karena kegiatan fotosintesisnya dan dikenal sebagai produsen primer bahan organic. Selain itu, dalam semua lingkungan, algae menghasilkan oksigen selama fotosintesis. Gas ini dimanfaatkan oleh binatang maupun organisme lain untuk respirasi aerobic.

Algae juga terdapat dalam tanah meskipun kehadirannya itu tidak mencolok Diperkirakan algae penting dalam stabilitas dan perbaikan sifat-sifat tanah dengan mengagregasi partikel-partikel dan menambahkan bahan organik.

Algae di seluruh tempat dan dapat menyebabkan gangguan pada pengairan tumbuhan, persediaan air minum, kolam air, kolam renang dan menara air pendingin.

I.           Manfaat Ganggang (Algae)

Algae dimanfaatkan manusia dalam banyak cara. Di negara-negara yang banyak dijumpai algae merah dan coklat, organisma ini digunakan sebagai pupuk. Tanah diatom, yang pada dasarnya merupakan sisa ganggang mati (diatom) digunakan sebagai bahan penggosok dalam pekerjaan-pekerjaan penggosokan. Juga telah dimanfaatkan untuk membuat penginsulasi panas dan dalam beberapa macam filter.

Algae dimanfaatkan sebagai makanan, terutama di negara-negara Timur. Orang Jepang membudidayakan dan memanen Porphyra, suatu ganggang merah, sebagai tanaman pangan. Ganggang merah menghasilkan dua poliskarida yang penting, keregen (lumut Irlandia) dan agar. Kedua bahan ini digunakan sebagai bahan pengemulsi, pembentuk sel, dan pengental dalam banyak makanan kita.

Sebagai kelompok algae bukanlah penyebab infeksi yng penting pada manusia.Meskipun hanya beberapa algae bersifat patogenik, satu diantaranya yaitu Prototheca, telah dilaporkan sebagai patogen yang mungkin menyerang manusia. Organisme itu ditemukan pada infeksi-infeksi sistemik dan subkutan, juga dalam bursitis, suatu peradangan pada persendian. Beberapa algae asal udara diimplikasikan dengan alergi karena penghirupan. Beberapa spesies menjadi parasit pada tumbuhan tingkat tinggi.

Beberapa Algae Akuatik menghasilkan toksin yang letal terhadap ikan dan hewan-hewan lain. Beberapa algae laut an menimbulkan kematian binatang akuatik dengan menghasilkan neurotoksin atau racun syaraf (salah satu racun paling ampuh yang diketahui).

II.        Morfologi Algae

Banyak spesies ganggang terdapat sebagai sel tunggal yang dapat berbentuk bola, batang, gada atau kumparan. Dapat bergerak atau tidak. Algae hijau uniseluler yang khas.

Algae mengandung nucleus yang dibatasi membrane. Setiap sel mengandung satu atau lebih kloroplas, yang dapat berbentuk pita atau seperti cakram-cakram diskrit (satuan-satuan tersendiri) sebagaimana yang terdapat pada tumbuhan hijau. Di dalam matriks kloroplas terdapat membrane tilakoid yang berisikan klorofil dan pigmen-pigmenpelengkap yang merupakan situs reaksi cahaya pada fotosintesis.

Algae berkembang biak secara seksual atau aseksual. Reproduksi aseksual berupa pembelahan biner sederhana. Reproduksi seksual dijumpai di antara algae. Dalam proses ini terdapat konyugasi gamet (sel seks) sehingga menghasilkan zigot.

III.    Fisiologis Algae

Algae adalah mikroorganisme aerobic fotosintetik, dijumpai di mana saja yang tersedia cukup cahaya, kelembapan, dan nutrient sederhana yang memperpanjang hidupnya.

Pertumbuhan algae berlangsung cepat di air yang diam dengan bantuan sinar matahari. Phosphat dan Nitrat dalam air dapat mendukung pertumbuhan Algae.

Beberapa spesies algae hidup pada salju  dan es di daerah-daerah kutub dan puncak-puncak gunung. Beberapa ganggang hidup dalam sumber air panas dan suhu setinggi 70 0C. beberapa algae beradaptasi pada tanah lembab, pepagan pohon, dan bahkan permukaan batuan.

Ganggang mempunyai tiga macam pigmen fotosintetik yaitu klorofil, karotenoid, dan fikobilin (ketiganya terdapat dalam kloroplas). Sebagai hasil fotosintetiknya, algae menyimpan berbagai produk makanan cadangan sebagai granul atau globul dalam sel-selnya. Ganggang hijau menyimpan pati seperti yang terdapat pada tumbuhan. Algae lain dapat menyimpan macam-macam karbohidrat, beberapa algae menyimpan minyak atau lemak.

IV. Beberapa kelas Algae

IV.1.    Chrysophycophyta (ganggang coklat-keemasan)

Spesies ini sebagian besar berflagela, kebanyakan adalah uniseluler, tetapi beberapa membentuk koloni. Warna khasnya disebabkan karena klorofilnya tertutup pigmen-pigmen berwarna coklat.

IV.2.    Bacillariophycophyta (Diatom)

Kelompok ini terdiri dari diatom-diatom yang terdapat baik dalam air tawar maupun dalam air asin serta dalam tanah lembap.Diatom dapat uniselluler, berkoloni atau berbentuk filamen dan dijumpai dalam berbagai bentuk dan rupa.

IV.3.    Euglenophycophyta (Euglenoid)

Ganggang uniseluler ini bergerak secara aktif dengan flagella, bereproduksi dengan pembelahan biner membujur.

IV.4.    Cryptophycophyta (kriptomonad)

Algae ini dinamakan kriptomonad, mempunyai dua flagella tak sama. Biasanya sell-sell memipih, berbentuk sandal dan dijumpai sendiri-sendiri, beberapa berdinding dan yang lain tidak berdinding. Cadangan makanan disimpan sebagai pati. Berkembang biak dengan membelah sel secara membujur.

IV.5.    Pyrrophycophyta

Mempunyai dinding sel yang nyata yang terdiri atas lempengan-lempengan yang mengandung selulosa. Hidup dalam air tawar dan air asin, beberapa genus dapat dijumpai sebagai pertumbuhan massif. Reproduksi sebagian besar dengan pembelahan sel aseksual.

IV.6.    Xanthophycophyta (algae hijau-kuning)

Secara khas selnya yang motil mempunyai dua flagel tak sama panjang, dan dinding selnya kerap kali berisikan silica. Produk cadangannya adalah minyak.

IV.7.    Liken

Lumut kerak atau liken merupakan organisme komposit yang terdiri dari ganggang atau sianobakterium dan cendawan yang tumbuh bersama dalam simbiosis mutualisme.

IV.8.    Chlorophycophyta (Algae hijau)

Merupakan kelompok organisme yang besar dan beragam, terutama terdiri dari spesies yang hidup di air tawar, walaupun sebagian ditemukan dalam air laut. Sebagian besar ganggang hijau mengandung satu kloroplas per sel yang berisikan pusat-pusat pembentukan pati.

Berbentuk uni seluler, filamen yang sekeliling tubuhnya banyak diselimuti oleh lender (polisakarida), atau berbentuk koloni sederhana, dan bergerak dengan menggunakan flagella. Termasuk ke dalam kelompok jasad-fotosintetik, karena banyak mengandung klorofil, di samping pigmen fikobilin (kebiru-biruan) dan fikosantin (kecoklatan) dan fikoeritrin (kemerah-merahan).

Umumnya hidup di dalam air secara bebas, pada tanah yang lembab, atau bersimbiosa dengan jasad lain, seperti pakupakuan (azolla) sampai tanaman tnggi (cassuarina).

Beberapa jenis algae ini berguna sebagai penambat Nitrogen pada tanah pertanian, tetapi ada juga yang dapat menyebabkan blooming pada air.

                       Ganggang hijau berkembang biak dengan membelah diri, dengan pembentukan zoospora aseksual berflagella, atau secara seksual yaitu isogami dan heterogami.

Bersambung…!

Sintesis Poliester Asam Lemak Gula dari Minyak Nabati sebagai Ingredien dalam Rangka Memproduksi Makanan Rendah Kalori

Sakidja, Deddy Muchtadi, dan Tien R Muchtadi
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor


Untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit kardiovaskular tanpa mengorbankan keinginan konsumen akan rasa dan tekstur lemak, perlu dirancang bahan makana yang dapat menggantikan sebagian lemak dalam makanan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum dalam sintesis poliester asam lemak gula (sugar fatty acid polyester) nonkalori dari minyak kelapa baik dengan sukrosa maupun dengan sukrosa oktaasetat. Hasil yang terbaik kemudian dicoba untuk digunakan sebagai ramuan untuk memroduksi makanan rendah kalori sebagai upaya menambah nilai minyak kelapa dan turut membantu menanggulangi masalah yang berkaitan dengan penyakit yang disebabkan oleh gizi lebih.

Percobaan diawali dengan pemurnian minyak kelapa kasar melalui netralisasi asam lemak bebas dan penghilangan gum dengan larutan NaOH 20°Be, pemutihan dengan menggunakan bleaching earth sebanyak 4% pada suhu 80-85°C, dan deodorisasi dengan memanaskan minyak pada suhu 150°C selama 15 menit di bawah atmosfer gas nitrogen. Hasilnya menunjukkan bahwa minyak kelapa kasar mempunyai bobot jenis 0.8976 g/cm3 pada 25°C, asam lemak bebas (sebagai laurat) 3.25%, bilangan asam 9.13, derajat asam 16.26, indeks bias 1.4528 pada 25°C, bilangan iodin 7.08, dan bilangan penyabunan 261.26. Setelah pemurnian diperoleh minyak kelapa dengan bobot jenis 0.9129 g/cm3, asam lemak bebas 0.43%, bilangan asam 0.03, derajat asam 0.05, indeks bias 1.4524, bilangan iodin 6.92, dan bilangan penyabunan 250.24. Kadar asam lemak bebas menurun secara mencolok.
Transmetilasi-basa minyak kelapa dilakukan dengan 2 cara: berdasarkan prosedur transesterifikasi dan yang berdasarkan metode metanolisis yang dikatalisis oleh natrium metoksida, CH3ONa. Ester metil asam lemak (FAME) yang dihasilkan dianalisis komposisinya dan kemudian dibandingkan dengan komposisi ester metil. Hasil analisis menunjukkan bahwa FAME yang diperoleh melalui kedua cara tersebut mempunyai komposisi yang hampir sama, namun rendemen (97.81% mol) dan kemurnian metil ester (100%) yang diperoleh melalui transesterifikasi lebih tinggi daripada yang disintesis dengan menggunakan katalis CH3ONa, yaitu rendemen 86.03% mol dengan kemurnian 92.2%. Metode transesterifikasi menghasilkan FAME dengan bobot molekul rata-rata 228 dan bobot molekul trigliserida 680, sedangkan metanolisis menghasilkan bobot molekul rata-rata 221 dan bobot molekul trigliserida 675. Jadi, sintesis ester metil yang didasarkan pada transesterifikasi lebih efisien dan selanjutnya digunakan untuk mensintesis ester metil sebagai bahan dasar sintesis poliester sukrosa.
Poliester sukrosa (SPE) disintesis melalui transesterifikasi sukrosa maupun interesterifikasi sukrosa oktaasetat. Kondisi optimum sintesis SPE dengan transesterfikasi ialah nisbah mol 1:16, katalis 4% dari bobot sukrosa, suhu reaksi 120°C, tekanan 5-10 mm Hg, waktu reaksi 7 jam, dan rendemen 83%. Produk memiliki bobot jenis 0.9635, indeks bias 1.456 pada 40°C. Kondisi optimum yang diperoleh melalui interesterifikasi ialah nisbah mol sukrosa oktaasetat terhadap FAME antara 1:10 dan 1:12, konsentrasi katalis NaOCH3 sebanyak 2% dari bobot total sukrosa oktaasetat plus FAME, suhu reaksi 105-110 °C, tekanan 0-5 mm Hg, waktu reaksi 2.5 jam. Rendemen yang diperoleh pada kondisi optimum ini ialah 46.74-47.10% mol atau 131-132% bobot. Sifat fisiko-kimia dan fungsional poliester sukrosa hasil sintesis: indeks bias 1.456 pada 25°C, bobot jenis 0.9533 pada 25°C, viskositas 486 cp, bilangan penyabunan 233, derajat substitusi (DS) 7.8, imbangan hidrofil-lipofil (HLB) 2.0. Viskositas polister sukrosa hasil sintesis (486 cp) jauh lebih tinggi daripada viskositas minyak kelapa (170 cp) yang digunakan sebagai bahan dasar.
Perilaku melebur sukrosa poliester lebih rendah daripada perilaku melebur minyak kelapa. Perilaku melebur sukrosa poliester adalah suhu onset 2.590°C, suhu puncak 10.540°C, dan suhu akhir 18.406°C, dengan kalor lebur 30.572 J/g. Perilaku melebur minyak kelapa ialah suhu onset 13.722°C, suhu puncak 24.250°C, dan suhu akhir 30.016°C dengan kalor lebur 106.241 J/g. Poliester sukrosa mempunyai 2 puncak sehingga diduga mempunyai 2 bentuk kristal. Analisis dengan kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa poliester sukrosa hasil sintesis, yang mempunyai DS antara 7 dan 8, terdiri atas 4 fraksi, yaitu poliester sukrosa dengan DS 5 sampai 8. Fraksi yang dominan (sekitar 86%) adalah poliester sukrosa dengan DS 8. Gugus fungsional fraksi poliester sukrosa DS 8 atau oktaester sukrosa yang dianalisis dengan spektroskopi inframerah menunjukkan adanya gugus asetat.
Uji daya cerna in vitro menunjukkan bahwa poliester sukrosa tidak dapat dihidrolisis atau dicerna sedangkan minyak kelapa dapat dihidrolisis oleh enzim lipase dari Candida cylindracea. Pengujian menunjukkan bahwa poliester sukrosa ini dapat diaplikasikan sebagai pengemulsi dalam formula es krim dan sebagai pengganti minyak dalam formula mayones. Overrun es krim standar, dengan menggunakan mentega sebagai sumber lemak 24.90% lebih tinggi daripada overrun es krim yang menggunakan sukrosa poliester sebagai pengganti lemak (13.60%). Akan tetapi overrun es krim standar yang menggunakan karboksimetil selulosa sebagai pengemulsi (24.90%) lebih rendah daripada overrun es krim yang menggunakan poliester sukrosa (31.26%). Sementara itu, mayones yang diformulasi dengan poliester sukrosa hasil sintesis mempunyai kestabilan sama dengan yang diformulasi dengan minyak jagung, baik pada suhu lemari pendingin maupun pada suhu kamar. Viskositas mayones dengan poliester sukrosa sebagai sumber lemak (75700 cp), lebih rendah daripada dengan mentega sebagai sumber lemak (96400 cp). Poliester sukrosa hasil sintesis tidak dapat digunakan sebagai penstabil untuk menggantikan fungsi kuning telur di dalam formulasi mayones; viskositasnya (213 cp) jauh lebih rendah daripada viskositas yang menggunakan kuning telur (96400 cp).


Adopted from : Hibah Bersaing VI

Mitigasi Bencana Pemanasan Global

Oleh : Arifin* (arifin_pararaja@yahoo.co.id).


Tanpa disadari oleh banyak orang, bahwa sebenarnya saat ini telah terjadi peningkatan suhu udara dunia akibat terjadinya pemanasan global. Gejala alam ini mulai diteliti secara aktif mulai dekade tahun 1980-an dan hasilnya sangat mengejutkan para ahli lingkungan karena kengerian akan dampak yang dikuatirkan muncul kemudian. Para ahli cuaca internasional memperkirakan bahwa planet bumi bakal mengalami kenaikan suhu rata – rata 3,5 oC memasuki abad mendatang sebagai efek akumulasi penumpukan gas rumah kaca.
Meskipun menurut perasaan temperatur di sekitar kita terlihat berfluktuasi secara tetap, namun pada kenyataannya dengan berdasarkan pada data yang ada, ternyata selama 50 tahun terakhir ini temperatur rata – rata bumi telah naik secara cepat. Untuk membayangkan efek rumah kaca ini sangat mudah. Baca lebih lanjut

SISTEM KALIBRASI

Filosifi kalibrasi
Bahwa setiap instrumen ukur harus dianggap tidak cukup baik sampai terbukti melalui kalibrasi dan atau pengujian bahwa instrumen ukur tersebut memang baik.


Definisi Kalibrasi
Kalibrasi adalah memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran atau nilai-nilai yang diabadikan pada suatu bahan ukur dengan cara membandingkan dengan nilai konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar Nasional atau Internasional.
Dengan kata lain: Baca lebih lanjut

Teori Pencelupan Serat – serat Tekstil (Dyeing of Textile fiber).

<!– @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } –>

By : Arifin_pararaja

Pencelupan merupakan suatu upaya dalam meningkatkan nilai komersil dari barang tekstil. Nilai komersil ini menyangkut nilai indra seperti warna, pola dan mode, dan nilai – nilai guna yang tergantung dari apakah produk akhir dipakai untuk pakaian, barang – barang rumah tangga atau penggunaan lain. Lagi pula, nilai – nilai guna sebagai pakaian tergantung pada tingkatan yang dikehendaki dari sifat – sifat penyesuaian seperti misalnya sifat – sifat pemakaian, sifat – sifat pengolahan, sifat – sifat perombakan dan sifat – sifat sebagai cadangan. Nilai – nilai ini dapat diberikan dengan cara – cara yang beraneka ragam oleh macam – macam bahan, seperti serat – serat kapas, benang – benang, kain tenun, dan kain rajut, bermacam – macam cara proses, termasuk pencelupan.

Serat tekstil sebagai bahan baku utama untuk industri tekstil memegang peranan sangat penting. Serat tekstil yang digunakan pada industri tekstil bermacam – macam jenisnya. Ada yang langsung diperoleh dari alam dan ada juga yang berupa serat buatan. Sifat serat tekstil yang digunakan akan mempengaruhi proses pengolahannya dan juga akan sangat menentukan sifat bahan tekstil jadinya.

Pemilihan zat warna yang sesuai untuk serat merupakan suatu hal yang penting. Pewarnaan akan memberikan nilai jual yang lebih tinggi. Efisiensi zat warna sangat penting dimana harga – bahan kimia cenderung mengalami kenaikan. Selain itu efektifitas kecocokan warna harus diperhatikan kerena merupakan faktor utama penentu mutu produk tekstil.

Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan menggunakan alat – alat tertentu pula.

Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.

Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu :

Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul cepat. Kemudian bahan tekstil dimasukkan kedalam larutan celup. Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat – zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam larutan.

Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga cukup besar dapat mengatasi gaya – gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.

Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran menentukan kecepatan celup.

Gaya – gaya ikat pada pencelupan

Agar supaya pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci, maka gaya ikatan antara zat warna dengan serat harus lebih besar daripada gaya – gaya yang bekerja antara zat warna dengan air. Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya ikatan yang menyebabkan adanya daya serap yaitu ;

  • Ikatan Hidrogen

Merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksil atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainnya. Contoh : zat warna direk, naftol, dispersi.

  • Ikatan Elektrovalen

Ikatan antara zat warna dengan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena gaya tarik menarik antara muatan yang berlawanan. Contoh : Zat warna asam, zat warna basa.

  • Ikatan non polar/ Van der Waals

Pada proses pencelupan daya tarik antara zat warna dan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul – molekul zat warna tersebut berbentuk memanjang dan datar. Contoh : zat warna direk, zat warna bejana, belerang, dispersi, dan sebagainya.

  • Ikatan kovalen

Misalnya zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat daripada ikatan – ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan.

Sifat – sifat pencelupan suatu zat warna sering direpresentasikan dalam suatu kurva pencelupan tertentu. Dari kurva tersebut diharapkan dapat diperoleh interpretasi yang lebih nyata tentang karakteristik zat warna dalam proses pencelupan.

Afinitas sesuatu zat warna umumnya merefleksikan kurva isotherm penyerapan, yakni kurva yang melukiskan perbandingan antar azat warna yang tercelup di dalam serat dengan zat warna di dalam larutan pada berbagai konsentrasi, diukur pada suhu yang sama. Apabila isotherm tersebut merupakan larutan sesuatu zat dalam sistem cairan dua fasa, maka akan diperoleh isotherm garis lurus menurut rumus Nerst.

Gambar 1. : Kurva Isoterm Penyerapan

Isotherm Langmuir, yaitu yang kerap kali dipergunakan dalam peristiwa pencelupan dimana serat-serat tekstil dianggap mempunyai tempat-tempat tertentu yang aktif dan terbatas yang dapat ditempati oleh molekul-molekul zat warna. Apabila tempat-tempat tersebut telah terisi, maka penyerapan zat warna akan berhenti meskipun konsentrasinya dalam larutan ditambah.

Gambar 2. : Kurva Isoterm Langmuir

Ds = Konsentrasi zat warna dalam larutan (g/liter).

Df = Konsentrasi zat warna dalam serat (g/ kg).

Kemudian isotherm yang ketiga yang juga banyak dipergunakan dalam pencelupan adalah isotherm Freundlich. Isotherm tersebut tidak mempunyai batas penempatan molekul-molekul zat warna dalam molekul serat, dan dapat dituliskan dalam suatu rumus atau bentuk kurva.

Gambar 3. : Kurva Isoterm Freundlich

Df = k (Ds)X

Dimana : Df = konsentrasi zat warna dalam serat

Ds = konsentrasi zat warna dalam larutan

x = pangkat suatu bilangan pecahan

k = suatu konstanta

Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Dalam pencelupan mempunyai tujuan – tujuan dan sasaran yang hendak dicapai antara lain :

  • Kerataan hasil pencelupan

    1. Keadaan bahan sebelum celup

  • Bebas dari minyak

  • Scouring/ Bleaching yang merata

  • Hasil merserisasi yang merata

  • Bahan tidak kusut

  • Tidak terjadi kostiksasi setempat

  • Penempatan bahan dalam mesin yang rapi

    1. Karakteristik zat warna

  • Kurva penyerapan zat warna

  • Kurva fiksasi zat warna

  • Sifat migrasi zat warna

    1. Proses pencelupan

  • Ikuti program yang telah ditentukan

  • Perhatikan urutan proses pemasukan zat warna dan obat bantu

  • Pemasukan zat warna garam alkali sesuai dengan waktu yang ditentukan.

    1. Pengaruh mekanisme bahan, mesin dan larutan.

  • Penempatan bahan dimesin

  • Kecepatan bahan dalam mesin – mesin menit per cycle

  • Bahan terlalu cepat terjadi kemacetan, friksi dan berbulu.

  • Bahan terlalu lambat mengakibatkan belang

  • Reproduksi yang baik

    1. Pengaruh liquor ratio

  • Jumlah garam dan alkali yang sama zat warna, dengan LR yang tinggi warna akan menjadi muda

  • Konsentrasi garam dan alkali berubah

    1. Stabilitas kualitas bahan

  • Gunakan asal material yang sama

  • Proses merserisasi yang sama

  • Proses dan kondisi S/B yang konsisten

  • Hilangkan sisa – sisa hidrogen peroksida dari S/B

    1. Pengaruh temperatur

  • Reaksi antara zat warna dengan bahan ditentukan oleh jenis dan jumlah alkali dan temperatur.

  • Effisiensi yang tinggi

Menyangkut beberapa hal :

    1. Faktor waktu, berhubungan ke produktifitas dan biaya.

    2. Penggunaan air, berhubungan dengan bagian konservasi air.

    3. Penyabunan, hubungannya dengan daya tahan luntur.

    4. Fiksasi yang tinggi, hubungannya dengan penyabunan dan air limbah.

Proses persiapan pencelupan meliputi pelarutan zat warna, penggunaan air dan zat pelunak air yang dipakai, persiapan bahan, pemasakan, pengelantangan. Metode pencelupan bermacam – macam tergantung efektifitas dan efisiensi yang akan diharapkan. Metode pencelupan bahan tekstil diantaranya adalah :

  • Metode pencelupan, Mc Winch, Jet/ over flow, package, dan beam.

    1. Metode normal proses, penambahan garam secara bertahap.

    2. Metode all – in proses.

    3. Metode migrasi proses.

    4. Metode isotermal proses.

  • Metode pencelupan cara jigger

  • Metode pencelupan cara pad – batch.

Teknik pencelupan lainnya adalah sistem kontinyu atau semi kontinyu, exhoution, teknik migrasi, cara carrier atau pengemban, cara HT/HP atau tekanan dan suhu tinggi, cara thermosol, dengan pelarut organik, dengan larutan celup tuggal/ ganda, cara satu bejana celup, dengan pemeraman, dan sebagainya.

Sebelum dilakukan pencelupan maka bahan tekstil harus dilakukan pretreatment terlebih dahulu supaya hasil celup sempurna. Diantara proses tersebut adalah :

Singieng : Menghilangkan bulu – bulu yang timbul pada benang atau kain akibat gesekan – gesekan yang terjadi pada proses pertenunan, proses ini dimaksudkan supaya permukaan kain akan menjadi rata, sehingga pada proses pencelupan akan didapatkan warna yang rata dan cemerlang.

Dezising : Menghilangkan zat – zat kanji yang melapisi permukaan kain atau benang, sehingga dengan hilangnya kanji tersebut penyerapan obat – obat kimia kedalam kain tidak terhalang.

Scouring : Menghilangkan pectin, lilin, lemak dan kotoran atau debu – debu yang ada pada serat kapas. Zat – zat ini akan menolak pembasah air sehingga kapas yang belum dimasak susah dibasahi yang menyebabkan proses penyerapan larutan obat – obat kimia dalam proses – proses berikutnya tidak terjadi dengan sempurna.

Bleaching : Menghilangkan zat – zat pigmen warna dalam serat yang tidak bisa hilang pada saat proses scouring, sehingga warna bahan menjadi lebih putih bersih dan tidak mempengaruhi hasil warna pada saat proses pencelupan dan pemutihan optical.

Mercerizing : Memberikan penampang serat yang lebih bulat dengan melepaskan putaran serat atau reorientasi dari rantai – rantai molekul selulosa menyebabkan deretan kristalin yang lebih sejajar dan teratur. Proses ini akan menambah kilap, daya serap terhadap zat warna bertambah, memperbaiki kestabilan dimensi, kekuatan tarik bertambah, memperbaiki dan menghilangkan efek negative kapas yang belum matang/kapas mati.

Beberapa pretreatment kadang tidak harus semua dilakukan hal ini tergantung pada kebutuhan. Setelah selesai pengerjaan tersebut pencelupan dapat dilakukan misalnya pencelupan dengan sistem exhoution/ perendaman dan sistem kontinyu.

Hal – hal yang mempengaruhi proses pencelupan.

    • Pengaruh elektrolit

Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka zat warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda.

  • Pengaruh Suhu

Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi

  • Pengaruh perbandingan larutan

Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm terlihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan.

Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas (standing bath) celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula.

  • Pengaruh pH

Penambahan alkali mempunyai pengaruh menambah penyerapan. Meskipun demikian kerap kali dipergunakan soda abu untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk memperbaiki ke larutan zat warna.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada proses pencelupan.

Untuk memperoleh kerataan pencelupan ada dua cara yang dapat ditempuh yaitu dengan pengendalian adsorpsi dan peningkatan migrasi terutama dengan adisi Leveling Agent. Kurva pencelupan diproyeksikan untuk mengendalikan proses pencelupan. Beberapa kurva yang sering dipakai adalah :

  • Exhoustion curve (kurva isotermis)

Yaitu kurva yang menunjukkan jumlah zat warna yang teradsorpsi sebagai persentasi dari jumlah zat warna yang digunakan mula – mula pada berbagai unit waktu dan temperatur yang konstan.

  • Temperature curve

Kurva ini menggambarkan persentasi penyerapan zat warna pada berbagai temperatur pencelupan pada suatu konsentrasi tertentu.

  • Time, Temperature curve

Kurva ini dibuat terlebih dahulu menentukan waktu dan temperatur yang dicapai sehubungan dengan waktu tersebut. Zat warna yang terserap pada setiap waktu/ temperatur dinyatakan sebagai persentasi dari konsentrasi yang digunakan, pada temperatur maksimum penerapan zat warna dinyatakan sebagai fungsi dari waktu.

  • Adsorption curve

Kurva adsorpsi ini dapat diperoleh dengan mencelup bahan dengan zat warna pada konsentrasi tertentu.

  • Daerah Pencelupan Kritis

Berdasarkan uji statistik diperoleh ketentuan bahwa kerataam pencelupan ditentukan oleh kerataan distribusi dari 80% zat warna yang dipakai. Penyerapan zat warna pada prinsipnya mengikuti kurva distribusi statistik normal. Karena kerataan pencelupan ditentukan pada daerah penyerapan 80% zat warna maka daerah ini disebut pula daerah pencelupan kritis. Karena pada daerah pencelupan kritis pembagian zat warna yang menentukan kerataan terserap, maka sudah selayaknya pada daerah ini kecepatan pemanasan dilakukan lebih perlahan.

  • Diagram Proses Pencelupan

Proses pencelupan yang optimal ialah proses yang mengatur parameter – parameter pencelupan sedemikian rupa hasil pewarnaan yang baik diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin tanpa mengurangi daya kerataan dan reproduksi yang baik. Parameter proses pencelupan yang paling utama adalah waktu dan temperatur.

Diagram proses pencelupan adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara temperatur dan waktu pencelupan atau dengan kata lain diagram yang menunjukkan kecepatan penaikan/ penurunan temperatur dan lamanya waktu pada suatu temperatur tertentu. Makin lambat penaikan temperatur makin kecil resiko ketidakrataan tapi dilain pihak makin rendah produktivitas.

Diagram proses pencelupan yang rasional adalah diagram yang mengatur kecepatan penaikan temperatur sehingga hasil yang baik dapat dicapai dalam waktu yang sesingkat mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memperlambat penaikan temperatur pada daerah pencelupan kritis dan mempercepat penaikan temperatur diluar daerah kritis tersebut.

* Referensi ada pada penulis.

Belajar Manajemen Perusahaan. Chapter. 16 : Benchmarking

Definisi :
Bencmark adalah :
– Suatu pengukuran terhadap pelaksanaanfungsi, operasi atau bisnis yang berkaitan dengan yang lain, seperti : referensi
– Proses pengukuran produk, jasa dan praktek kegiatan yang dilakukan secara terus menerus terhadap para pesaing yang paling ulet.

Benchmarking juga dapat didefinisikan :
• sebuah alat yang bermanfaat bagi keefektifan sebuah biaya
• memperbolehkan organisasi untuk belajar dari pengalaman organisasi lain

Tujuan Benchmarking
• Untuk mempertinggi keefektifan organisasi
• Untuk mempertinggi prestasi organisasi
• Untuk mencapai status kelas dunia

Tiga pendorong utama Ledakan Benchmarking (Benchmarking boom)

1. Persaingan Global : perusahaan perusahaan harus mengikuti persaingan, untuk melebihi atau sama dengan praktek-praktek terbaik
2. Tanda Penghargaan Mutu : Minat yang terus meningkat untuk memperoleh quality award
3. Perbaikan Terobosan kesadaran manajemen yang meningkat tentang sampai sejauh mana perusahaan dapat tertinggal di belakang para pesaing global mereka.

Jenis jenis benchmarking berdasarkan bentuknya :
1. Benchmarking internal, pembuatan perbanding dengan bagian lain di dalam organisasi yg sama
2. Benchmarking pesaing, lebih sulit dilaksanakan karena merupakan kerahasian suatu organisasi,
3. Benchmarking fungsional, perbandingan organisasi yang tidak bersaing seperti pergudangan, jasa boga dll.
4. Bencmarking umum (Generic Benchmarking): perbandingan proses-proses bisnis yang berlaku pada berbagai fungsi dan dalam indiustri yang berbeda.

3 Macam Benchmarking
• Benchmarking proses berfokus pada proses tertentu dan sistem operasi
• Benchmaking pelaksanaan kerja (kinerja) Berfokus pada harga, mutu teknis, ciri tabahan pada produk/jasa, kecepatan, daya tahan dan karakteristik kinerja lainnya
• Benchmarking strategi menjelajahi industri industri, mencari tahu strategi terbaik yang telah mensukseskan suatu perusahaan untuk bertahan dalam persaingan

Benchmarking memungkinkan anda untuk :
• Meningkatkan prestasi bisnis
• Mempelajari & Meningkatkan praktek terbaik
• Mencapai sasaran yang realistis
• Memasukkan peningkatan² dlm strategi
• Menggunakan praktek terbaik sebagai inspirasi dalam mengadakan pembaharuan
• Berfokus keluar
• Mempunyai tujuan tertentu mengenai peningkatan
• Mengukur peningkatan

Darimana Anda Harus Memulai :
• Jangan tunggu krisis
• Kerjakan ditempat yg secara realistis mungkin untuk dilaksanakan
• Bentuk tim benchmarking, terdiri dari pengambil keputusan dan ahli di suatu proses
• Ketahuilah perusahaan perusahaan lain yang masuk kelas dunia dalam bidang yang serupa
• Tetapkan kunci untuk mensukseskan bisnis yang hendak ditingkatkan
• Tentukanlah pengukuran pelaksanaan kerja perusahaan
• Seleksi proses proses inti
• Dipadukan dng kegiatan perbaikan mutu yg lain
• Dihubungkan dengan kegiatan² perencanaan diperusahaan

Darimana informasi dapat diperoleh ?
• Relasi (pemasok/pelanggan
• Media massa, karya ilmiah,
• konsultan & perantara
• Asosiasi dagang
• Karyawan

Kapan Benchmark dilakukan :
• Saat proses sedang berlangsung
• Saat pengecekan pelaksanaan secara teratur sedang dilakukan
• Saat meng-update benchmark untuk peningkatan berkelanjutan
• Saat peninjauan kegiatan yang sedang dibencmark untuk memastikan bahwa kegiatan tsb masih merupakan faktor sukses yang penting
• Saat mengetahui adanya faktor dan parameter baru

Apa yg dapat di benchmark ?
• Setiap bagian dari bisnis seperti :
o Penjualan per karyawan
o Biaya kegiatan distribusi
o Pengiriman yang terlambat
o Tingkat penolakan (rejects)
o Luas gudang
o Waktu yang diperlukan untuk satu kali proses
o Waktu untuk melayani pesanan
o Waktu yang diperlukan untuk memperkenalkan produk baru
o Jumlah perubahan yang terjadi pada perekayasaan

Siapa yg dapat dibenchmark ?
• Depertemen atau divisi lain
• Pesaing
• Industri lain yg berbeda

Siapa yg akan dilibatkan ?
• Para karyawan – yang mengetahui dengan baik tentang proses dan dapat mengevaluasi peningkatan yang potensial
• Para manajer – dapat menyiapkan kepemimpinan dan dukungan, dan
bertanggung jawab bagi strategi dan proses komunikasi
• Dukungan eksternal – Dapat menyediakan fasilitas bagi ahlinya, pemindahan keahlian ke dalam organisasi dan membantu belajar mengenai keorganisasian

2 Jenis Proses Dalam Organisasi
• proses inti yaitu bahwa proses tersebut merupakan proses dasar untuk menuju ke tujuan strategis organisasi, contoh pabrik.
• proses pendukung yaitu bahwa proses tersebut mendukung kegiatan infrastruktur organisasi, contohnya SDM.

Keempat dimensi dari pengukuran proses adalah :
• Produktivitas
• Kualitas
• Pengiriman/Ketetapan waktu
• Pembaharuan

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum, selama, dan setelah memulai prakarsa benchmarking.
1. Adakah kesenjangan kinerja didalam organisasi anda?
2. Komitmen dari atasan.
3. Team kerja benchmarking kita memerlukan satu atau dua orang yang mau bertindak sebagai fasilitator bagi tim kerja itu.
4. Sindrom potong kompas, mengharapkan terlampau cepat bila memecahkan persoalan.
5. Memadukan benchmarking dengan upaya mutu terpadu lainnya.
6. Proses bisnis internal harus akrab dengan proses-proses bisnis didalam organisasi.
7. Melaksanakan penelitian bencmarking

Proses bencmarking
1. Mengidentifikasi subyek benchmarking
2. Mengidentifikasi perusahaan-perusahaanpembanding.
3. Menentukan metode pengumpulan data dan mengumpulkan data.
4. Menentukan kesenjangan pesaingan yang ada.
5. Memproyeksikan kinerja masa depan.
6. Mengkomunikasikan penemuan dan mendapatkan pengakuan.
7. Menetapkan sasaran-sasaran berdasarkan fungsi.
8. Mengembangkan rencana kegiatan.
9. Menerapkan rencana dan memantau kemajuan.
10. Menyesuaikan kembali ukuran Benchmarking.

Kunci untuk melakukan benchmarking yang berhasil
1. Pahami dahulu proses anda sendiri dengan seksama dan menyeluruh.
2. Kunjungan jangan direncanakan sebelum penelitian diatas meja cukup dilakukan untuk memperoleh informasi perusahaan yang terbaik.
3. Fokusnya harus pada penerapan terbaik bidang industri.
4. Harus ada kemauan membagi informasi, kunjungan timbal balik direncanakan bila mana perlu.
5. Informasi peka selalu dijaga kerahasiaannya.
6. Jangan memusatkan pada hasil akhir, praktek dan prosesnya yang perlu dipahami.
7. Benchmarking harus merupakan proses yang berkesinambungan

Keuntungan Benchmarking
• Meningkatkan mutu organisasi
• Mengantar ke posisi “hemat biaya”
• Menciptakan keterlibatan untuk Merubah
• Memaparkan ide baru dan memperluas sudut pandang
• Meningkatkan kepuasan karyawan lapangan Mempertinggi tingkat maksimum potensi kinerja organisasi
• Kepuasan relasi

@_pararaja

Jenis Limbah Cair Pada Industri

Dengan pesatnya pertumbuhan industri – industri di Indonesia maka air limbah industri perlu perhatian yang ekstra hati – hati.

Air imbah industri dapat merupakan campuran komplek mengandung zat –zat tertentu, baik organic maupun anorganik.

Susunan kimia dari limbah industri tergantung pada jenis bahan yang diproses dan zat – zat yang dipakai dalam proses tersebut.

Untuk mempermudah pemantauan perlu mengetahui karakteristik air limbah industri. Tabel dibawah ini menunjukan beberapa contoh jenis limbah cair pada industri

Table : limbah cair dari industri

Jenis Industri

Jenis Limbah

Farmasi

Roti

Gula

Bir

Pengolah susu

Makanan dalam kaleng

Semen

Plastik dan bahan sintetis

Detergen

Pulp dan kertas

Kulit

Tekstil

BOD, suspensi solid, vitamin.

BOD, lemak gula.

BOD, COD, suspensi solid, total dissolved solid, ammonia,panas (suhu.)

BOD, nitrogen, pati, alcohol,.

BOD, COD, total dissolved solid, pH, sulfida.

BOD, suspensi solid, koloid, pH, minyak, bakteri, klorida

Total dissolved solid, suspensi solid, pH, panas (suhu).

BOD, COD, suspensi solid, logam – logam

BOD, COD, suspensi solid, minyak dan lemak, pH, detergen.

BOD, COD, suspensi solid, total dissolved solid, zat warna, zat pengisi, ammonia, pH, bakteri.

BOD, COD, total solid, pH, sulfida, krom.

BOD, COD, zat warna, pH, suspensi solid, detergen, minyak, logam – logam, panas, bau.

Dari table tersebut di atas diketahui bahwa :

Secara umum parameter yang digunakan dalam pencemaran air antara lain, Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB = BOD) Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK = COD), bentos dan plankton, ditambah dengan karakteristik air buangan industri yang bersangkutan.

Pengukuran adanya pencemaran air buangan industri, domestik, dan air buangan dari aktivitas lainnya, dilakukan secara kimia, biologi, dan fisika.

Berat ringannya pencemaran, tergantung dari banyaknya buangan, jenis buangan dan jumlah air yang menampungnya.

SRATEGI DALAM PENAGGULANGAN BAHAYA NARKOBA DI KALANGAN PEMUDA

PENGERTIAN NARKOBA
1. Narkotika
Istiah narkotika berasal dari bahasa Inggris “Narcotics” yang berarti obat bius, sama artinya dengan “Narcosis” dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Secara umum pengertian narkotika adalah : suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/penglihatan karena pengaruhnya terhadap susunan saraf pusat.
Dalam Undang-Undang RI No 22/1997 tentang narkotika, yang termasuk narkotika adalah:
 Tanaman Papaver Somniverum, Opium mentah, Opium masak, Opium obat, Morfina.
 Tanaman Koka, daun Koka, Kokaina mentah, kokaina, Ekgonina
 Tanaman Ganja, daun Ganja
 Garam-garam dan turunan dari Morfina dan Kokaina.
 Bahan-bahan lain baik ilmiah maupun sintetic yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina dan Kokaina.
 Campuaran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan dalam a,b dan c yang secara keseluruhan dibagi atas tiga golongan (I, II dan
2. Psikotropika
Psikotropika bukan narkotika, tetapi memiliki efek samping dan bahaya yang hampir sama dengan narkotika. Secara umum Psikotropika adalah obat yang dapat menyebabkan ketergantungan, menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku disertai dengan timbulnya halusinasi, ilusi dan gangguan cara berfikir.
Jenis-jenis narkotika antara lain:
 Depressant : bekerja mengendorkan atau mengurangi aktivitas susunan saraf pusat, contoh: Sedati (pil KB),Rohipnol,Mogadom,Valium.
 Stimulat : bekerja mengaktifkan kerja susunan saraf pusat, contoh: amphetamine dan turunannya (ecstacy).
 Ecstacy : Merupakan obat yang sangat populer di kalangan para remaja Indonesi. Nama lain ecstacy dipasaran adalah : Ice, Adam, Eva, Flash, Dolpin, Dollar dll. Dimana dikalangan Interpol dikenal sebagai obat rekayasa (Drug Disigner) yang bersifat stimulatia (zat yang dapat meningkatkan daya tahan psikis dan phisik.
 Halusinogen: bekerja menimbulkan perasaan halusinasi atau khayalan, contoh: Lysergid Acid Diethylamide (LSD).
3. Bahan Berbahaya
Yang dimaksud bahan berbahaya, yaitu: bahan kimia meledak, mudah menyala/terbakar (minuman keras/spritus),oksidator,racun korosif (kosmetik/alat kesehatan), timbulkan iritasi, sentilasi luka dan nyeri, timbulkan bahaya elektronik, karsinogentik dan mutagenic (Zat pewarna/pemanis), etiologik/biomedik.
DAMPAK PENYALAH GUNAAN NARKOBA
1. Aspek Yuridis
Tindak Pidana narkotika
Sangsi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika sesuai UU. 22 Th 11997, diklasifikasikan sebagai berikut:
 Sebagai pengguna dikenakan ketentuan pidana pasal 78 dengan pidana 4 tahun.
 Sebagai pengedar dikenakan ketentuan pidana pasal 81 dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun/seumur hidup/mati + denda.
 Sebagai produsen dikenakan ketentuan pidana pasal 80 dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun/seumur hidup/mati + denda.
Tindak Pidana Prikotropika
Sangsi bagi pelaku penyalahgunaan Prikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997 sebagai berikut:
 Sebagai pengguna dikenakan ketentuan pasal 59 dan 62 dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun, maksimal 15 tahun + denda.
 Sebagai pengedar dikenakan ketentuan pasal59 dan 60 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun + denda.
 Sebagai prodosen dikenakan ketentuan pasal 80, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun + denda.
2. Aspek Medis
Kesehatan
Gangguan kesehatan yang bersifat kompleks diantaranya : merusak organ tubuh seperti jantung, ginjal, susunan saraf pusat, paru-paru dll, bahkan sampai pada kematian.
Mental
Merubah sikap dan prilaku secara drastic, karena gangguan persepsi daya piker, kreasi dan emosi sehingga perilaku menjadi menyimpang dan tidak mampu hidup secara wajar.
3. Aspek Sosial
Terhadap Pribadi
 Merubah keperibadian secara drastic, pemurung, pemarah dan tidak takut dengan siapapun.
 Timbul sikap masa bodoh,lupa sekolah ,rumah,tempat tidur.
 Semangat belajar/bekerja turun bahkan dapat seperti orang gila.
 Tidak ragu melakukan sex bebas karena lupa dengan norma-norma.
 Tidak segan-segan menyiksa diri untuk menghilangkan rasa nyeri atau menghilangkan sifat ketergantungan obat bius.
 Pemalas bahkan hidup santai.
Tehadap Keluarga
 Tak segan mencuri uang/ menjual barang di rumah untuk beli narkoba.
 Tidak menghargai barang milik di rumah, seperti memakai kendaraan sembrono hingga rusak bahkan hancur sama sekali.
 Mengecewakan harapan keluarga, keluarga merasa malu di masyarakat.
Terhadap Kehidupan Sosial
 Berbuat tidak senonoh (jahil/tidak sopan) terhadap orang lain.
 Tak segan mengambil milik tetangga untuk tujuan yang sama.
 Mengganggu ketertiban umum,seperti mengganggu lalu lintas.
 Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum misalnya tidak menyesal bila melakukan kesalahan.
FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOBA
a. Lingkungan
Faktor lingkungan menyangkut teman sebaya, orang tua,dan remaja (individu) itu sendiri.Pada masa remaja, teman sebaya menduduki peran utama pada kehidupan mereka, bahkan menggantikan peran keluarga/orang tua dalam sosialisasi dan aktivitas waktu luang dengan hubungan yang bervariasi dan membuat norma dan sistim nilai yang berbeda.
Faktanya: Pada masa remaja terjadi jarak fisik dan Psikologis yang cendrung berakibat penurunan kedekatan emosi,dan kehangatan, bahkan cendrung timbul konflik remaja denganorang tua. Konflik keluarga membuat remaja tergantung pada teman sebaya uantuk dukungan emosi.
b. Faktor Individu
Selain faktor lingkungan,peran genetik juga merupakan komponen yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan narkoba, setidaknya untuk beberapa individu. Sederhananya, orang tua pelaku penyalahgunaan narkoba cendrung menurun kepada anaknya, terlebih pada ibu yang sedang hamil.
Contoh: Variabel Intra Individu : Seperti agresifitas, pemberontak, kurang percaya diri.
Satu studi menunjukan bahwa agresi pada anak kelas 1 SD terlibat penggunaan narkoba pada usia 10 tahu kemudian. Kecemasan dan depresi juga berpengaruh terhadap penyalahgunaan narkoba.
Faktor-faktor individu lainnya adalah: Sikap positif terhadap “minum*quot;. Sifat mudah terpengaruh, kurangnya pemahaman terhadap agama, pencarian sensasi atau kebutuhan tinggi terhadap “excitment”.
c. Faktor Teman Sebaya
Teman sebaya memiliki pengaruh yang paling dasyat terhadap penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Anak dari keluarga baik-baik, nilai sekolah baik, lingkungan baik cenderung telibat narkoba jika teman-temannya menggunakan narkoba.
d. Faktor Sekolah, Kerja, dan Komunitas
 Kegagalan Akademik
 Komitmen rendah terhadap sekolah : datang sekolah hanya untuk ketemu teman , merokok, lalu bolos.
 Transisi sekolah : peralihan jenjang sekolah yang berakibat penurunan prestasi memberi andil dalam penyalahgunaan narkoba.
e. Faktor komunitas
Biasanya akibat : komunitas permisif terhadap hukum dan norma, kurang patuh terhadap aturan,status sosial ekonomi.
STRATEGI PENANGANAN
Secara prinsip penangulangan penyalahgunaan narkoba akan lebih baik dan efektif jika dilakukan sejak dini (upaya preventif) secara simultan dan holistik,yaitu sinergi peran keluarga/orang tua, masyarakat termasuk pemuda, aparat kepolisian dan individu pemakai yang bersangkutan.
Faktor-faktor penyebab merupakan demand yang mempengaruhi orang menjadi pemakai.Sementara produsen dan pengedar bertindak sebagai supply. Ini merupakan mata rantai yang harus diputus sebagai upaya penanggulangannya. Keluarga dan masyarakat mungkin lebih tepat melakukan penanganan dari aspek demandsupply. Upaya teknis yang dapat dilakukan berdasarkan aspek demand antara lain sebagai berikut: sementara aparat kepolisian dapat terfokus pada Pendektesian Terhadap Anak.
 Perhatikan perubahan pada diri si anak (bohong,bolos,bengong bego, dan bodoh);
 Perhatikan prestasi, aspirasi dan masalh yang ada di sekolah.Perhatikan kegiatan keagamaan si anak dan harga diri si anak.
 Perhatikan perubahan emosi dan hubungan anak dan orang tua.
Pendekatan Psikologis
Faktor Individu
 Ciptakan hubungan akrab dalam keluarga.
 Ciptakan kesadaran bahwa keberhasilan dan kegagalan merupakan usaha sendiri, orang lain hanya Fasilitator
 Libatkan secara intensip si anak terhadap aktivitas keagamaan.
Faktor Keluarga
 Ciptakan keharmonisan dalam keluarga , hilangkan jarak antara orang tua dengan membangun suasana demokratis.
 Ciptakan komunikasi yang produktif dan terapkan aturan yang jelas.
Faktor Teman Sebaya, Sekolah dan Lingkungan
 Perhatikan prestasi belajar anak dan terus memberi semangat.
 Cermati latar belakang dan prilaku teman-teman terdekat si anak.
 Cermati jika ada perubahan kebiasaan si anak dari biasanya.
 Lakukan pengawasan terhadap alat-alat sekolah, jikalau ada hal yang aneh.
PERAN PEMUDA
a. Penting sekali menumbuhkan kesadaran akan bahayanya penyalahgunaan narkoba, sehingga paling sedikit dapat memproteksi diri dari pengaruh luar (ajakan teman).
b. Penting sedikit mengenal dan memahami apa itu narkoba, agar tahu mana sesuatu yang berbahaya sehingga memperkecil diperdaya orang.
c. Menjadi yang terdepan dalam keluarga untuk menghidarkan anggota keluarga dari bahaya penyalahgunaan narkoba, jangan sebaliknya menjadi pelaku.
d. Menumbuhkan gagasan-gagasan dalam bentuk kegiatan positif (kreatif) yang dapat mengalihkan perhatian teman-teman sebaya untuk terpengaruh oleh narkoba.
e. Dapat menjadi mitra aparat, setidaknya sebagai informasi terhadap indikasi penyalahgunaan narkoba

I Ketut Gde Adi Saputra. 2007”Peran Generasi Muda Dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba”.Bali : BITD-Kerta Sabha

Strategi pengelolaan lingkungan akibat perubahan iklim global.

Sering kita kurang memahami perbedaan istilah antara iklim (climate) dan cuaca (weather).
Iklim adalah besaran rata-rata dari fenomena fisis cuaca, yaitu variasi ekstrem dari musim yang berlangusng secara lokal, regional atau global. Pada suatu daerah tertentu cuaca dapat berubah dengan cepat dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam. Perubahan ini antara lain dapat meliputi terjadinya perubahan suhu, fenomena pergeseran waktu terjadinya presipitasi, fenomena perubahan intensitas angin dan akumulasi awan. Itulah mengapa “ramalan cuaca” menjadi sangat penting, khususnya di negara-negara seperti di Eropa dan di Amerika, yang disiarkan berulang kali dalam sehari melalui radio atau televisi. Berbeda dengan cuaca, iklim dipengaruhi oleh terjadinya perubahan orbit bumi terhadap matahari, perubahan enersi matahari yang memancar ke bumi, perubahan-perubahan fenomena fisis yang terjadi di lautan dan didaratan. Jadi pada dasarnya iklim dikontrol oleh fenomena alamiah kesetimbangan enersi antara bumi dan atmosfer yang berlangsung dalam kurun waktu yang lebih lama. Sinar matahari yang sampai ke bumi (visible light) diserap oleh permukaan bumi dan oleh atmosfer. Sebagian dari energi yang diserap tersebut secara seimbang dipancarkan kembali sebagai enersi infra merah yang lebih bersifat panas. Gas karbon dioksida, metana, uap air, awan dan partikel-partikel aerosol yang terdapat di atmosfer bumi, mempunyai sifat menyerap panas dari radiasi infra merah tersebut. Dengan terjadinya peningkatan konsentrasi gas-gas tersebut di atmosfer maka lebih banyak panas yang diserap dan dipantul balikkan, sehingga menyebabkan kenaikan suhu di permukaan bumi kita. Inilah yang dinamakan efek rumah kaca (greenhouse effect).
Angin dan arus laut mendistribusikan panas ke permukaan bumi. Kondisi inilah yang kemudian meyebabkan kecenderungan terjadinya peru-bahan iklim yang ditandai dari berbagai peru-bahan fenomena alam, misalnya naiknya suhu udara, perubahan intensitas presipitasi, pergeseran dan ketidak aturan pergantian musim, perubahan tekanan udara dan lain sebagainya. Dampak dari segala perubahan tersebut akan membawa pengaruh terhadap pola kehidupan di muka bumi ini.
Seperti telah dikemukakan bahwa terjadinya efek rumah kaca disebabkan oleh sejumlah massa berupa gas atau pertikel-pertikel halus yang ada di atmosfer, misalnya gas karbon dioksida, methane uap air dan partikel-partikel halus berupa debu yang berasal dari letusan gunung berapi. Efek rumah kaca ini sebenarnya sudah terjadi sejak beratus bahkan beribu tahun yang lalu, karena uap air dan karbon dioksida secara alamiah sudah hadir secara seimbang di atmosfer bumi ini. Adanya karbon dioksida dan uap air alamiah di atmosfer yang dalam keadaan seimbang inilah yang menciptakan variasi suhu udara seperti yang kita rasakan selama ini. Sebab kalau misalnya di atmosfer ini tidak terdapat gas karbon dioksida dan uap air maka suhu udara di bumi akan menjadi 340C lebih rendah dari yang kita rasakan saat ini. Namun apabila kadar gas rumah kaca di atmosfer bumi ini meningkat terus melebihi kadar alamiahnya akibat perilaku dan tindakan manusia (external factors) maka akan diikuti peningkatan suhu udara global. Akselerasi pertambahan kadar karbon dioksida di alam ini seharusnya agak dapat dikurangi oleh vegetasi kawasan hutan dan tanaman lainnya yang memerlukan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesa. Namun ironisnya, manusia dengan dalih ingin memper-cepat laju pembangunan justru banyak mem-babat hutan dan membuka lahan.
Aktivitas manusia yang dapat menambah kadar karbon dioksida di atmosfer adalah semua kegiatan yang dikerjakan dengan menggunakan energi dimana energi tersebut diperoleh dari pembakaran bahan fosil, seperti batubara, minyak bumi dan gas alam. Sebagai produk samping utama dari energi yang diperoleh dari pembakaran bahan fosil tersebut adalah gas karbon dioksida yang makin lama akan makin memenuhi atmosfer bumi. Berapa banyak gas karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer bumi dapat di-ilustrasikan dengan data pada kondisi pada tahun 1997. Pada tahun 1997 tersebut telah diproduksi 5,2 milyard ton batubara, 26,4 milyard barrel minyak bumi dan 81,7 triliun kubik feet gas alam. Apabila bahan-bahan fosil tersebut dibakar untuk memperoleh energi maka akan dihasilkan karbon dioksida sebanyak 6,2 milyard metrik ton yang akan menyebar ke atmosfer bumi. Dari data yang dihimpun oleh UNEP menunjukkan bahwa kadar gas karbon dioksida di amosfer telah meningkat 31% sejak tahun 1975. Peningkatan gas karbon dioksida selama 20 tahun terakhir ini 75% berasal dari hasil pembakaran energi fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara).
Apabila penggunaan energi fosil terus berlangsung dan makin bertambah maka akumulasi gas karbon dioksida juga akan makin bertambah. Pada saat sekarang ini kadar gas karbon dioksida di atmosfer sudah mencapai lebih dari 360 ppm. Gas ini bersama dengan uap air dan gas rumah kaca lainnya seperti metana, menyelimuti atmosfer dan menyerap serta memantul balikkan sinar infra merah yang mengandung panas yang dapat meningkatkan suhu di muka bumi.
Kondisi ini akan menyebabkan efek berantai dimana dengan meningkatnya suhu udara akan menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas penguapan air permukaan dan air laut. Dengan meningkatnya intensitas penguapan air permukaan berarti menambah kadar uap air di atmosfer dan ini menambah konsentrasi gas rumah kaca. Dengan makin meningkatnya intensitas penguapan juga mengakibatkan meningkat dan berubahnya pola presipitasi di wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya banjir di suatu wilayah dan kekeringan di wilayah lainnya. Meningkatnya suhu udara secara global juga akan menyebabkan mencairnya es di kutup dan salju di pegunungan yang menyebabkan meningkatnya muka air laut dan terjadinya banjir besar di negara-negara wilayah sub tropis. Meningkatnya suhu akan menyebabkan juga terjadinya penurunan kadar air tanah (soil moisture content), sehingga tanah menjadi cepat kering dan memerlukan lebih banyak air untuk irigasi pertanian. Apabila kondisi tersebut berlangsung terus, apalagi kalau makin meningkat, maka akan terjadi apa yang dinamakan perubahan iklim (climate changes).
Pada abad ke 20 ini suhu udara di bumi rata-rata meningkat 0,6 ± 0,20C. Tahun 1998 adalah merupakan tahun terpanas sejak 1861. Antara tahun 1950 – 1993 suhu udara minimum pada malam hari naik 0,20 C setiap dekade. Akibat dari kenaikan suhu udara ini dari foto satelit diketahui bahwa sejak tahun 1960 luasan hamparan salju di wilayah kutub dan sekitarnya telah menyusut 10 %. Demikian pula ice cover di pegunungan-pegunungan juga mengalami penyusutan. Dari data paras air laut dicatat bahwa paras air laut pada abad 20 ini telah meningkat antara 0,1 – 0,2 m.
Pada bulan Februari 2001 UNEP (United Nations Environmental Programme) dan WMO (World Meteorogical Organization) telah mensponsori diadakannya suatu pertemuan para ahli di Geneva Switzerland. Pertemuan tersebut dinamakan Intergovernmental Panel on Climate Change 2001 (IPCC). Ada empat topik utama dimana salah satunya adalah yang dibahas oleh Working Group II yaitu tentang: Impact, Adaption and Vulnerability of Climate Change. Dalam laporanyang dipersiapkan oleh lebih dari 70 orang tenaga ahli dari berbagai negara, secara singkat dapat dikemukakan bahwa sistem alam dan kehidupan akan terpengaruh oleh terjadinya perubahan iklim, yang dimanifestasi-kan dari gejala-gejala sebagai berikut, yaitu:
• perubahan suhu udara yang variatif
• perubahan pola dan intensitas siklus hidrologi
• perubahan jumlah dan pola presipitasi
• terjadinya extreme weather events
• meningkatnya permukaan air laut akibat mencair-nya es di kutub bumi
• perubahan kadar air tanah (soil moisture) dan kondisi sistem hidrologi pada umumnya
Dari berbagai gejala yang dikemukakan tersebut maka dampak dari perubahan iklim ini akan mempengaruhi faktor-faktor kemanusian dalam aspek kebutuhan dasar, aspek sosial dan aspek budaya. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain akan menimbulkan berbagai masalah dalam:
• Ketersediaan sumber daya air
• Sekuriti suplai pangan
• Ekosistem perairan air tawar
• Ekosistem zona kelautan
• Pemukiman penduduk, egergi dan industri
• Sistem asuransi, financial services lainnya
• terjadinya ledakan timbulnya hama (baru)
• terjadinya perubahan distribusi vektor penya-kit dan sasaran penderitanya (host)
Dari masalah-masalah yang dapat timbul sebagai akibat perubahan iklim seperti yang dikemuka-kan di atas maka sangatlah penting apabila masalah perubahan iklim ini juga dimasukkan sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam menyusun strategi jangka panjang pengelolaan lingkungan.

*Wandowo, 2005; “Mewaspadai Terjadinya Krisis Sumber Daya Air Bersih”, P3TIR – BATAN

Penanggulangan Pencemaran oleh Limbah Cair Industri Pengolahan Hasil Pertanian Tingkat Menengah dan Rendah dengan Teknik Kolam Ganggang

Suwedo Hadiwiyoto, Supriyadi, dan Endang Sutriswati Rahayu
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Penanggulangan limbah oleh industri besar tidak menjadi masalah, berbeda halnya dengan industri menengah dan kecil, mengingat sarana dan biaya pengoperasiannya yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mencari cara atau metode alternatif penanganan limbah cair dengan memodifikasi teknik kolam ganggang sehingga teknologi dan biaya pengadaan serta pengoperasiannya terjangkau oleh industri menengah ke bawah.


Teknik kolam ganggang atau lagoon merupakan cara pengolahan limbah cair dengan menafaatkan pertumbuhan ganggan fotosintesis dengan proses fakultatif anaerob serta merupakan cara yang paling sederhana dibandingkan cara-cara lainnya. Cara ini sangat cocok untuk negara berkembang. Kebutuhan oksigen hayati (BOD) dan kebutuhan oksigen kimia (KOK) dapat dikurangi sampai 60-80%. Pada dasarnya teknik kolam ganggang terdiri atas banyak kolam yang terbuat dari semen atau logam dengan kapasitas yang besar dan dilengkapi dengan berbagai peralatan pengendali, pengatur kondisi untuk menumbuhkan ganggang, penyaring, sedimentasi, denitrifikasi, dan klorinasi. Teknik ini dapat dimodifikasi sehingga menjadi peralatan yang sederhana dengan biaya relatif murah bagi industri menengah ke bawah. Modifikasi tersebut pernah dikerjakan di India pada tahun 1970-an dengan menggunakan dua kolam pengolah untuk mengolah limbah cair di pedesaan. Kolam pertama untuk menumbuhkan ganggang dan yang kedua untuk penjernihan. Meskipun demikian masih diperlukan beberapa alat seperti pompa dan bak penyaring.

Adopted from : Hibah Bersaing I

Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit sebagai Bahan Bangunan dan Furnitur

Edi Suhaimi Bakar, O Rachman, Muh Yusram Massijaya, dan Bahruni
Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor

Kelapa sawit sangat besar potensinya di Indonesia dengan luas tanaman lebih dari 2.9 juta ha sehingga Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Dengan laju pertumbuhan sekitar 8.5% per tahun, diperkirakan Indonesia akan melewati Malaysia pada tahun 2014 nanti. Namun, pemanfaatan biomassa kelapa sawit masih belum efisien, terbatas hanya pada buah untuk memproduksi minyak, serta sampai pada tingkat tertentu, pada sabut, tandan, dan pelepah untuk memproduksi serat. Biomassa batang dari hasil regenerasi tanaman tua setelah berumur 25-30 tahun yang merupakan massa terbesar belum dimanfaatkan, melainkan hanya dibakar atau dibiarkan jadi tumpukan limbah yang menimbulkan berbagai dampak lingkungan dan gangguan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi kayu sawit dari hasil peremajaan tanaman, mengetahui sifat-sifat dasarnya (fisik, mekanis, kimia, keawetan, dan pemesinan), serta memperbaiki kelemahan kayu sawit sehingga dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan furnitur. Pada bagian akhir juga dilakukan kajian sosial ekonomi dari pemanfaatan kayu sawit sebagai bahan bangunan dan furnitur.
Dari penelitian tahap pertama diketahui bahwa sepertiga bagian terluar batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan dalam bentuk kayu utuh untuk bahan bangunan perumahan. Bagian ini mencapai 30% volume batang bebas pelepah, mempunyai kelas kuat III-V dan kelas awet V, yang secara umum setara dengan mutu kayu sengon (Paraserianthes falcataria). Diketahui bahwa faktor kedalaman batang sangat mempengaruhi sifat-sifat dasar yang diuji: bagian tepi mempunyai sifat yang jauh lebih baik daripada bagian medium dan pusat. Sebaliknya, faktor ketinggian tidak memiliki kecenderungan tertentu, meskipun pada sebagian sifat-sifat mekanis menunjukkan penurunan mutu dengan semakin tingginya batang.
Dari penelitian tahap kedua diketahui bahwa kayu kelapa sawit sebaiknya digergaji dengan pola yang berbeda dengan penggergajian pada umumnya, yaitu menggunakan pola modified round sawing (MRS). Meskipun dapat diawetkan dengan baik dengan bahan pengawet Basilit-CFK dan Impralit-B1, sifat dan mutu pemesinan kayu kelapa sawit tergolong sangat jelek dengan persen bebas cacat berturut-turut sebesar 6 dan 12% untuk proses penyerutan dan pelubangan segi-empat, dan tergolong sedang dengan persen bebas cacat berturut-turut sebesar 50, 66, dan 62% untuk proses pembentukan, pengeboran, dan pengampelasan. Secara keseluruhan mutu pemesinan kayu kelapa sawit tergolong jelek, sehingga perlu diupayakan perbaikan mutu agar penggunaannya dapat diperluas. Selanjutnya diketahui bahwa perbaikan mutu dengan teknik impregnasi (perendaman) tidak berhasil meningkatkan mutu kayu kelapa sawit karena imprenasi tidak mampu masuk ke dalam kayu.
Pada penelitian tahap ketiga dilakukan perbaikan mutu kayu kelapa sawit dengan teknik kompregnasi, yaitu pemasukan bahan kompregnan resin fenol dengan bantuan tekanan dalam tangki tertutup. Dari hasilnya diketahui bahwa perlakuan kompregnasi dengan resin fenol dapat memperbaiki sifat fisis, mekanis, keawetan, dan pemesinan kayu sehingga cocok digunakan untuk bahan bangunan. Kondisi kompregnasi yang optimum ialah dengan konsentrasi larutan impregnan 30% dan waktu tekanan 60 menit. Secara umum mutu proses pemesinan kayu sawit terkompregnasi sebanding dengan jenis-jenis kayu komersial (mahoni, kamper, dan jati) yang biasa digunakan untuk furnitur. Sifat pengetaman, pembentukan (shaping), dan pengeboran kayu kelapa sawit terkompregnasi termasuk sedang hingga sangat baik (III-I) dan sifat pengampelasan sangat baik (kelas I).
Meskipun perlakuan kompregnasi kayu kelapa sawit memerlukan biaya yang relatif tinggi, harga akhir kayu kelapa sawit terkompregnasi masih dapat bersaing dengan kayu utuh lain yang mutunya sebanding. Bahkan kayu kelapa sawit terkompregnasi mempunyai nilai lebih dalam hal warna dan tekstur serat sehingga sangat cocok digunakan untuk furnitur mutu tinggi. Dari hasil wawancara diketahui pula bahwa masyarakat masih menunjukkan kepercayaan yang rendah terhadap kayu kelapa sawit sebagai alternatif baru untuk bahan bangunan dan furnitur (terutama dari segi kekuatan dan keawetan), sehingga perlu dilakukan sosialisasi yang tepat dari hasil-hasil perbaikan mutu yang telah dicapai kepada masyarakat.

Adopted from : Hibah Bersaing VI

mesin etanol skala rumahan


untuk melihat gambar lebih jelas klik dua kali

Prinsip pembuatan etanol sangat sederhana, etanol berkadar 6-12% dimasukan ketangki evaporator dan dipanaskan sampai temperatur 78 C (titik didih etanol). Temperatur ini perlu dijaga karena jika temperatur didalam evaporator melewati 80 C, uap air akan ikut masuk kealat destilasi. uap etanol dialirkan alat destilasi, dialam alat destilasi uap etanol akan terkondensasi menjadi etanol cair. Baca lebih lanjut

Terowongan Pengatrol Kadar Etanol 2

Inilah terowongan mini yang mampu menaikkan kadar etanol hingga 99,8%. Terowongan itu terbuat dari pipa PVC berdiameter 10 cm. Di dalamnya terdapat membran berbahan baku polivinilalkohol yang mirip kabel. Bioetanol yang melewati terowongan itu akan melonjak kadar kemurniannya sehingga bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar. Baca lebih lanjut

Belajar Manajemen Perusahaan. Chapter. 11. : Solusi bidang Manufaktur melalui MRP9000

MRP9000(tm) menyediakan sarana berupa sistem pengendali bagi kegiatan manufaktur, yang menggabungkan filosofi dari MRPII dan teknik penyelenggaraan operasional yang menjadi standar kendali mutu yang lazim dikenal dengan sebutan ISO 9000 itu.

Standar kendali atas kualitas tersebut akan membentuk sebuah sistem yang terintegrasi secara penuh, sebuah paket software manufaktur yang benar-benar lengkap, yang memungkinkan aktivitas bisnis menjadi cukup kompetitif guna bersaing secara internasional.

Paket MRP ini bekerja dengan Microsoft Access yang bekerja dalam platform Windows NT dan SQL server. MRP9000 menawarkan kemampuan olah yang benar-benar akrab bagi penggunanya, dalam lingkungan operasi client server pada format Windows yang sudah sangat populer saat ini, seraya menerapkan pula sarana bantu yang benar-benar sempurna yang akan menyediakan kesempatan bagi manufaktur untuk memasuki arena persaingan global yang semakin ketat dewasa ini.

MRP9000 dirancang berdasarkan software manufaktur yang sudah teruji keberhasilannya, PRO:MAN, yang sudah diterapkan pada ratusan pengguna manufaktur di seluruh dunia, untuk bisa memenuhi kegiatan bisnis yang terdiri dari aktivitas memproduksi-dan-menyimpan-sebagai-persediaan atau yang bisnisnya adalah memproduksi-berdasarkan-pesanan.

Sistem bakunya meliputi software untuk inventory control, penjualan dan pemasaran, pembelian, perencanaan produksi, MRP/CRP, pengendalian manufaktur, serta laporan keuangan yang lengkap. Sejumlah tambahan juga tersedia meliputi Multi-Location/Lot Tracking, Quoting/Estimating, Physical Inventory, Shop Floor Control, TeleData, Return Material Authorization, Engineering Change Order, dan TeleData. Semua modul tersebut bekerja secara integrated dan dioperasikan dalam modus online dan real-time.

Proven Cycle Design (Siklus desain yang teruji)

MRP9000 terdiri dari lima buah siklus yang lengkap dan integrated, yang terdiri dari Inventory, Sell, Plan, Make, dan Buy.

Semua siklus tersebut ditayangkan dalam bentuk grafis yang menggambarkan diagram alir, serta bekerja secara bebas satu sama lainnya, meski tetap terintegrasi secara penuh.

Informasi dimasukkan pada sebuah siklus akan bisa digunakan oleh siklus lain yang berkaitan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya duplikasi masukan data.

Microsoft Access 97

MRP9000 ditulis dengan menggunakan Microsoft Access. Dengan catatan penjualan yang mencapai lebih dari 10-juta keping saat ini, maka boleh dibilang kalau Access adalah salah satu dari software database yang paling populer selama ini.
Berdasarkan catatan yang dikeluarkan oleh Microsoft, saat ini frekuensi penjualan Access terjadi tiap sembilan detik sekali dibagian manapun di dunia ini. Access akan terus-menerus dikembangkan dan diperbaiki, dan akan menjadi bendera utama paket database dari Microsoft.

Keadaan seperti itu merupakan sebuah petunjuk yang sangat penting mengenai betapa terjaminnya pengguna software MRP9000 in, mengingat Microsoft Access akan terus berkembang menjadi standar database yang mendunia. Versinya yang untuk SQL Server sudah pula diluncurkan, yang akan memberikan kemampuan untuk diterapkan di kelas bisnis tingkat yang mana pun, serta memiliki kemampuan handal yang menjadi kebutuhan organisasi bisnis besar pada umumnya.

Interconnectability (saling terkoneksi dengan yang lain)

Karena MRP9000 bekerja pada Microsoft Access maka hubungannya dengan aplikasi-aplikasi lain keluaran Microsoft seperti Excel, E-Mail, Project, Word, dan lain sebagainya, akan berlangsung secara mulus tanpa hambatan.
Dengan kemampuannya tersebut maka aplikasi MRP9000 semakin meluas pula kemampuannya sehingga sistem mampu menghasilkan informasi lebih banyak, meliputi grafis, jaringan, dan konektivitas perkantoran secara menyeluruh.

Microsoft Access juga memiliki seperangkat standar untuk melakukan hubungan dengan sistem database lain melalui ODBC (Open Data Base Connectivity), yang memungkinkan data-data yang berasal dari sistem database lain untuk saling termanfaatkan dengan program-program, pelaporan, dan grafik yang terdapat di MRP9000.

Mudah dioperasikan.

MRP9000 mudah diinstal dan sekaligus juga mudah pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan panduan operasionalnya yang menggunakan tampilan grafis yang menerapkan format Windows sepenuhnya. Tak dibutuhkan waktu lama untuk mempelajarinya, khususnya bagi mereka yang masih baru mengenalnya, dibandingkan dengan aplikasi-aplikasi manufaktur yang lain. Ini disebabkan oleh penggunaan ilustrasi grafis yang sempurna untuk menggambarkan aliran dan urutan proses masing-masing manufaktur pemakai sistem ini, serta adanya fasilitas bantu, ‘help’, yang bisa langsung dipanggil untuk memberikan uraian yang jelas sebagai penjelasannya, dengan cara meng-klik-nya saja.

 

Adopted from : Intuitive Manufacturing System, Inc.

Pemanfaatan dan Peningkatan Sifat-sifat Pulp Daur Ulang

Nyoman Wistara, W Syafii, DS Nawawi, dan G Ibnusantosa

Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor

Meningkatnya tekanan masyarakat terhadap industri pulp dan kertas yang berpotensial mencemari lingkungan hidup mendasari penelitian peningkatan mutu proses, penghematan pemakaian sumber serat, dan pencarian bahan baku serat alternatif.  Salah satu sumber serat alternatif potensial ialah dari kertas daur ulang. Masalah pemanfaatan kertas daur ulang terletak pada teknologi pendauran dan peningkatan sifat kekuatannya. Peningkatan sifat kekuatan pulp daur ulang dapat dilakukan melalui teknik fraksinasi, perlakuan kimia, dan substitusi dengan pulp asli.

Penelitian ini ditujukan untuk mencari teknik peningkatan sifat pulp daur ulang melalui teknik fraksinasi, perlakuan kimia, dan substitusi dengan pulp asli alternatif. Eksplorasi bahan baku serat alternatif melibatkan pula pencarian teknik pulping dan pemutihan non-konvensional yang relatif ramah lingkungan.

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama ialah penelitian tentang cara fraksinasi kertas daur-ulang (OCC) dan peningkatan sifat pulp daur ulang melalui berbagai metode pemulihan ECF. Dalam tahap kedua, proses kraft diterapkan untuk memasak batang ubi kayu (Manihot sp.). Penelitian tahap ketiga merupakan kelanjutan usaha eksplorasi sumber dan proses pemasakan bahan baku serat alternatif.

Sekitar 65-77% pulp dari OCC bekas dapat didaur ulang dengan sifat kekuatan tertentu yang telah ditingkatkan melalui proses pemulihan. Indeks tarik pulp fraksinasi manual berkisar 60.01-80.49 N.m/g dan 47.95-62.24 N.m/g untuk fraksinasi otomatis (nilai SNI minimum 60 N.m/g).  Nilai indeks sobek fraksi pulp berkisar 9.14-13.9 mN.m2/g (nilai SNI minimum 9 mN.m2/g). Sifat dan mutu pulp yang difraksinasi secara manual lebih baik daripada sifat dan mutu pulp hasil fraksinasi otomatis.

Pulp kraft batang ubi kayu dengan mutu relatif baik diperoleh dengan kondisi pemasakan alkali aktif 17%, sulfiditas 20%, suhu maksimum 170oC, nisbah cairan:bobot bahan (L/W) 4:1, dan total waktu pemasakan selama 3.5 jam.  Indeks sobek pulp sebesar 5.78 Nm2/g, yang lebih rendah daripada syarat minimum pulp kraft kayu daun jarum SNI (9 Nm2/g) tetapi lebih tinggi daripada pulp kraft putih kayu daun lebar SNI ( 5 Nm2/g). Indeks tariknya, 78.42 Nm/g, melampaui syarat minimum indeks tarik pulp kraft kayu daun jarum putih SNI (60 Nm/g). Rendemen pemasakan hanya 27.86% dan tergolong rendah bila dibandingkan dengan rendemen proses kraft untuk kayu (40-55%). Bilangan kappa yang diperoleh 37.93. Pulp batang kayu ini diduga akan sesuai untuk digunakan sebagai substitusi sebagian pulp daur ulang agar produk yang dibuat berkekuatan rendah memiliki kekuatan tinggi.

Kondisi proses soda-etanol yang dipakai memasak 3 jenis sumber serat baru, yaitu kulit kayu waru laut, kulit kayu dadap dan kayu dadap, ialah alkali aktif 20%, suhu maksimum 180oC, waktu tuju 1 jam, waktu pada suhu maksimum 2 jam, L/W 15, dan konsentrasi etanol beragam dari 0 hingga 50%. Rendemen tertinggi hasil pemasakan kayu dadap diperoleh pada konsentrasi etanol 40%, yaitu 39.21% dengan bilangan kappa rendah (18.01). Rendemen tertinggi hasil pemasakan kulit kayu dadap diperoleh pada konsentrasi etanol 50%, bilangan kappa tertendah (19.66) dicapai dengan konsentrasi etanol 40%. Rendemen tertinggi pemasakan kulit kayu waru laut diperoleh pada konsentrasi etanol 50% yaitu 49.12% dengan bilangan kappa rendah (16.48).  Jika dilihat dari selektivitas delignifikasi proses, maka selektivitas tertinggi untuk pemasakan kayu dadap dan kulitnya terjadi pada konsentrasi etanol 40% yang masing-masing sebesar 41.88 dan 38.12. Kondisi proses ini lebih selektif daripada proses soda konvensional (kontrol) yang selektivitasnya masing-masing 39.86 dan 12.75 untuk kayu dadap dan kulitnya.  Selektivitas proses soda-etanol untuk kulit kayu waru laut ialah 58.75 dengan konsentrasi etanol 30%, yang jauh melebihi selektivitas proses soda konvensional terhadap bahan baku ini (18.28). Proses soda-etanol merupakan proses yang cukup baik untuk menyediakan serat asli dari bahan yang diteliti dan dapat menjadi alternatif proses soda konvensional maupun proses kraft yang berpotensi tinggi mencemari lingkungan hidup.

Adoptrd from : Hibah Bersaing VIII

 

BAHAN BERBAHAYA YANG DILARANG UNTUK PANGAN

Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi

(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya BagiKesehatan).

Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor antara lain industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan adanya aneka produk yang berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun hal yang perlu kita waspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah(misuse) sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan. Bahan kimia berbahaya yang sering disalah gunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di bawah ini diketengahkan sejumlah tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut.

  • Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep; campuran pembersih.
  • Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga lain; bahan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan peledak; dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas; bahan untuk pengawet mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat (slow- release fertilizer) dalam bentuk urea formaldehid; bahan untuk pembuatan parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood); dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan pembersih karpet.
  • Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk pewarna biologik.
  • Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat; juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta formalin. Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/ Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai BahanBerbahaya, memuat sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan termasuk rhodamin B dan kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan manusia.

Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari masing-masing keempat bahan berbahaya tersebut adalah sebagai berikut:

  • Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala.
  • Formalin (larutan formaldehid), paparan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan terhenti.

Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang(cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan.

  • Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
  • Kuning metanil dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.

Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.

Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif terbatas, dan pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena itulah kita sebagai konsumen hendaknya perla berhati-hati dalam memilih produk pangan antara lain dengan mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung bahan terlarang. Misalnya, tahu yang mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras, kenyal namun tidak padat, bau agak menyengat (bau formalin), tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25o C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C).

Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik produk pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/ pasar swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar . Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet), media cetak ( koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan, seminar dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi perubahan perilaku dari mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran mereka sehingga mau dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri. Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang aman (safety culture) di tengah masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini Badan POM bersama jajarannya yaitu Balai Besar POM/ Balai POM secara rutin melakukan pengawasan dan pengamanan termasuk melakukan sampling terhadap sejumlah sampel yang diduga mengandung bahan berbahaya antara lain: tahu, mie basah, kerupuk, ikan asin dan sebagainya untuk dilakukan uji laboratorium terhadap produk- produk tersebut, serta melakukan tindakan pengamanan yang sesuai.

Dalam rangka meminimalisir praktek penggunaan bahan kimia yang salah dalam pangan maka Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak dapat melakukannya sendiri. Terdapat sejumlah aspek yang bukan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Salah satu diantaranya adalah pengaturan di bidang tata niaga dan distribusi bahan berbahaya yang merupakan kompetensi dari Departemen Perdagangan.

Baru-baru ini Departemen Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 04/M-Dag /Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, yang diamandemen dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.8/M-DAG/PER/6/2006. Peraturan ini ditetapkan dengan maksud agar kasus penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya pada pangan dapat dicegah atau paling tidak dikurangi dengan cara mengendalikan pasokan bahan berbahaya tersebut melalui mekanisme distribusi yang jelas. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa yang boleh memproduksi bahan berbahaya di dalam negeri adalah perusahaan yang sudah memiliki izin sebagai Produsen Bahan Berbahaya (PB2) dan PB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PAB2) atau melalui Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DTB2). Selanjutnya, bahan berbahaya boleh diimpor oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (ITB2) yang berhak mendistribusikan secara langsung kepada PAB2. Importasi bahan berbahaya juga boleh dilakukan oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) untuk kepentingan produksinya sendiri. DTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2 dan Pengecer terdaftar Bahan Berbahaya (PTB2) dan PTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2. Surat izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya untuk DTB2 dan PTB2 dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dan gubernur di propinsi PTB2 tersebut berada. Pembinaan dan pengawasan terhadap IPB2, ITB2, DTB2, PTB2 dilakukan oleh Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan departemen/ instansi yang terkait. Pada peraturan menteri tersebut, diatur 54 jenis (terlampir) bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam pangan.

 

DAFTAR JENIS BAHAN BERBAHAYA

NO

NAMA BAHAN

NOMOR CAS *)

KEMASAN TERKECIL DISTRIBUTOR DAN PENGECER

KEPERLUAN LAIN DILUAR PANGAN

LABORATORIUM / PENELITIAN

1.

Alkannin

23444-65-7

1 kg

25 g

2.

Asam Borat

10043-35-3

1 kg

25 g

3.

Asam Monokloroasetat

79 – 11 – 8

1 l

25 ml

4.

Asam Nordihidroguaiaretat

500-38-9

1 kg

25 g

5.

Asam Salisilat

69-72-7

1 kg

2,5 g

6.

Auramin

2465-27-2

1 kg

10 g

7.

Amaran

915-67-3

1 kg

10 g

8.

Besi (III) oksida

1309-37-1

1 kg

10 g

9.

Bismut Oksiklorida

7787-59-9

1 kg

25 g

10.

Boraks

1303-96-4

5 kg

25 g

11.

Coklat FB

12236-46-3

1 kg

25 g

12.

Dietil Pirokarbonat

1609-47-8

1 kg

25 g

13.

Dulsin

150-69-6

1 kg

5 g

14.

Formaldehid larutan

50-00-0

10 l

25 ml

15.

Hijau Amasid G

5141-20-8

1 kg

25 g

16.

Indantren Biru R

81-77-6

1 kg

10 g

17.

Kalkozin Magenta N

569-61-9

1 kg

25 g

18.

Kalium Borat

7758-01-2

1 kg

50 g

19.

Kalium Klorat

3811-04-9

1 kg

5 g

20.

Kobalt Asetat

71-48-7

1 kg

5 g

21.

 

Kobalt Klorid

 

7646-79-9

 

1 kg

 

5 g

 

22.

 

Kobalt Sulfat

 

10124-43-3

 

1 kg

 

5 g

 

23.

 

Krisoidin

 

532-82-1

 

1 kg

 

50 g

 

24.

 

Krisoin S

 

547-57-9

 

1 kg

 

10 g

 

25.

 

Kumarin

 

91-64 – 5

 

1 kg

 

5 g

 

26.

 

Kuning Anilin

 

2706-28-7

 

1 kg

 

10 g

 

27.

 

Kuning Mentega

 

60-11-7

 

1 kg

 

10 g

 

28.

 

Kuning Metanil

 

587-98-4

 

1 kg

 

25 g

 

29.

 

Kuning AB

 

85-84-7

 

1 kg

 

10 g

 

30.

 

Kuning OB

 

131-79-3

 

1 kg

 

10 g

 

31.

 

Magenta I

 

632-99-5

 

1 kg

 

25 g

 

32.

 

Magenta II

 

26261-57-4

 

1 kg

 

25 g

 

33.

 

Magenta III

 

3248-91-7

 

1 kg

 

25 g

 

34.

 

Merah Sitrus No.2

 

6358-53-8

 

1 kg

 

25 g

 

35.

 

Minyak Oranye SS

 

2646-17-5

 

1 kg

 

25 g

 

36.

 

Minyak Oranye XO

 

3118-97-6

 

1 kg

 

25 g

 

37.

 

Nitrobenzen

 

98-95-3

 

1 l

 

25 ml

 

38.

 

Nitrofurazon

 

59-87-0

 

1 kg

 

5 g

 

39.

 

Natrium Salisilat

 

54-21-7

 

1 kg

 

5 g

 

40.

 

Oranye G

 

1936-15-8

 

1 kg

 

25 g

 

41.

 

Oranye GGN

 

523-44-4

 

1 kg

 

25 g

 

42.

 

Orcein

 

1400-62-0

 

1 kg

 

5 g

 

43.

 

P 400

 

553 – 79 – 7

 

1 kg

 

5 g

 

44.

 

Paraformaldehid

 

30525-89-4

 

1 kg/ 1 fl (100 tab)

 

5 g

 

45.

 

Ponceau 3R

 

3564-09-08

 

1 kg

 

5 g

 

46.

 

Ponceau 6R

 

5850-44-2

 

1 kg

 

5 g

 

47.

 

Ponceau SX

 

4548-53-2

 

1 kg

 

10 g

 

48.

 

Rhodamin B

 

81-88-9

 

1 kg

 

1 g

 

49.

 

Sinamil Antranilat

 

87-29-6

 

1 kg

 

10 g

 

50.

 

Skarlet GN

 

3257-28-1

 

1 kg

 

10 g

 

51.

 

Sudan 1

 

842-07-9

 

1 kg

 

25 g

 

52.

 

Tiourea

 

62 – 56 – 6

 

1 kg

 

25 g

 

53.

 

Trioksan

 

110-88-3

 

1 kg

 

25 g

 

54.

 

Violet 6B

 

1694-09-3

 

1 kg

 

10 g

 

Aplikasi Senyawa Poliol Untuk Perbaikan Mutu dan Daya Simpan Makanan Tradisional Setengah Basah Berbasis Pati

Harijono, E Zubaidah, dan Yahya

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

 

Penelitian ini bertujuan, pertama, mendapatkan kadar campuran senyawa gliserol dan sorbitol, K-sorbat dan dan campuran antioksidan BHA/BHT untuk menghasilkan produk olahan tradisional berbasis pati dan kaya lemak, yaitu wingko dan jenang, yang bermutu dan berdaya simpan lebih baik daripada yang dibuat dengan cara tradisional.  Kedua, menetapkan kadar senyawa poliol dan campuran bahan pengawet Na-bensoat, K-sorbat, Na-metabisulfit, dan asam sitrat yang tepat dalam pembuatan getuk dan tape panggang serta memperoleh cara pengolahan yang tepat untuk menghasilkan getuk instan yang bermutu.

Pada makanan berbasis pati dan kaya lemak, hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan campuran gliserol dan sorbitol dengan tingkat penggunaan masing-masing sebesar 0.5% dan 1.5% ternyata dapat menghasilkan wingko yang bermutu baik dan tahan disimpan sampai 12 hari, dibandingkan yang tradisional yang hanya tahan sampai 5-6 hari. Jika didalam proses pembuatannya juga ditambahkan K-sorbat (1000 ppm) dan campuran BHA/BHT (1:1) 100 ppm maka dihasilkan  wingko yang dapat disimpan sampai 16 hari.  Pada pembuatan jenang ketan, perlakuan pasteurisasi santan sampai 30 menit dan penggunaan gliserol 0.1% dapat memperbaiki mutu jenang ketan. Jika perlakuan itu digabungkan dengan pemberian K-sorbat 1000 ppm dan BHA/BHT (1:1) 100 ppm dapat dihasilkan jenang yang dapat bertahan mutunya sampai 16 hari, atau 8 hari lebih lama dibandingkan jenang ketan yang diolah secara tradisional. 

Getuk dan tape panggang bermutu dapat diperoleh dengan menggunakan gliserol 1% dan sorbitol 1% serta pemanggangan pada suhu 150 oC selama 45 menit  untuk getuk atau 40 menit untuk tape. Apabila  ditambahkan campuran pengawet 500 ppm Na-bensoat, K-sorbat (500 ppm), Na metabisulfit (250 ppm), dan asam sitrat (500 ppm) masa simpannya dapat diperpanjang dari 8 hari menjadi 12 hari untuk getuk panggang dan dari 5 hari menjadi 12 hari untuk tape panggang. 

Penggunaan cara pemisahan senyawa fenol diikuti dengan pemanasan basah pada suhu sedang (di bawah 100 oC) atau tinggi (di atas 100 oC) dengan penambahan senyawa poliol tertentu pada kadar di bawah 3% ternyata dapat dihasilkan tepung getuk instan yang apabila dilakukan rehidrasi menjadi getuk siap konsumsi dan  sifat-sifatnya dalam beberapa hal lebih baik daripada getuk yang dibuat dari ubi kayu segar.

Adopted from : Hibah Bersaing

 

 

Teknologi Proses Ekstrasi Membran Cair Emulsi untuk Pengolahan Krom dari Limbah Elektroplating

Buchari, Kris Tri Basuki, Prayitno, A Sulaeman, B Bundjali, M Sodiq Ibnu, Kun Sri Budiarsih, M Ali Zulfikar, dan Djokowidodo

Departemen Kimia, Institut Teknologi Bandung

 

Proses pelapisan logam dasar oleh logam krom secara listrik (electroplating) menghasilkan limbah cair yang mengandung krom(VI) dalam konsentrasi yang relatif tinggi, rata-rata antara 180 hingga 500 ppm. Mengingat krom(VI) termasuk bahan kimia yang berbahaya, keberadaannya di lingkungan perlu dicermati. Proses pengolahan konvensional yang telah diterapkan ialah cara kimia, dengan menambahkan garam besi(II) ke dalam limbah cair itu. Besi(II) teroksidasi menjadi besi(III) dan krom(VI) tereduksi menjadi krom(III). Selanjutnya, besi(III) dan krom(III) diendapkan sebagai hidroksidanya melalui penambahan basa. Cara ini dinilai tidak ekonomis mengingat garam besi(II) berharga mahal dan masih memerlukan tindak lanjut terhadap limbah padat hasil pemisahan tersebut. 

Pemisahan krom(IV) secara membran cair emulsi akan dicobakan untuk mengatasi masalah tersebut. Membran cair emulsi dibuat dengan mendispersikan fase internal ke dalam fase membran. Pada kasus penanganan limbah cair proses electroplating, emulsi yang digunakan ialah jenis air dalam minyak atau lainnya. Fase membran mengandung surfaktan dan senyawa pengemban (carrier). Selanjutnya emulsi dikontakkan dengan fase umpan. Penelitian ini mempelajari berbagai kondisi yang mempengaruhi ekstraksi. Pembuatan emulsi dioptimasi dengan mempelajari parameter  komposisi membran, nisbah volume fase organik terhadap fase internal, kecepatan pengadukan, dan lama pengadukan. Parameter ekstraksi yang dipelajari ialah nisbah volume fase umpan terhadap fase emulsi, kecepatan pengadukan, waktu kontak, dan komposisi fase internal.

Proses pemisahan ditempuh melalui 2 tahap, yakni tahap pembuatan emulsi dan tahap ekstraksi. Emulsi dibuat dengan mencampurkan fase organik dengan fase internal. Fase organik terdiri atas larutan surfaktan sorbitan monoo-leat (SPAN-80), senyawa pengemban yang dipelajari: trioktil amina (TOA), tridesil amina (TDA), di-2-etil heksil fosfat (D2EHPA), tributil fosfat (TBP), dan trioktil fosfin oksida (TOPO) dalam pelarut kerosen. Fase internal yang dipelajari ialah larutan NAOH, NA2CO3, NaCl, dan NaHCO3, dengan konsentrasi tertentu. Parameter yang dipelajari ialah komposisi fase organik, komposisi fase internal, kecepatan pengadukan, lama pengadukan, dan nisbah volume fase organik terhadap fase internal. Pengadukan kuat dilakukan dengan menggunakan Ultra Turrax T-50 dari Janbe and Kunkel Ikan Laboratecnek. Selanjutnya emulsi dikontakkan dengan fase umpan yang telah mengandung krom(VI). Pada tahap pertama, fase umpan merupakan larutan simulasi sedangkan pada tahap kedua, larutan umpan berupa limbah cair yang diperoleh dari industri electroplating di kawasan Bandung. Parameter ekstraksi yang dipelajari ialah nisbah volume fase umpan terhadap fase emulsi, waktu kontak, kecepatan pengadukan, dan komposisi fase umpan. Konsentrasi krom dalam limbah selama proses ekstraksi ditentukan dengan metode spektrofotometri serapan atom.

Berikut ini dikemukakan beberapa kesimpulan dari penelitian ini. Konsentrasi surfaktan terbaik SPAN-80 5% v/v, dan konsentrai fase internal larutan (NH4)2CO3 1%. Penggunaan TOA, TDA, D2EHPA, dan TBP sebagai senyawa pengemban tidak memberikan perbedaan yang berarti. Konsentrasi optimum larutan pengemban ialah 5% v/v. Kecepatan pengaduk 75000 rpm, selama 5 menit. Nisbah volume fase organik terhadap fase internal ialah 1:1. Konsentrasi krom(VI) dalam fase umpan 100 ppm. Nisbah volume fase umpan dan emulsi 3:1, dan waktu kontak 15 menit dengan pengadukan 300 rpm. Sebagai fase internal, hasil terbaik diberikan oleh larutan Na2CO3. Konsentrasi fase internal yang optimum ialah 1% atau sekitar 0.3 M. Sementara itu, senyawa pengemban yang dipelajari, dengan konsentrasi optimum 5% (v/v) untuk TOA, TDA, D2EHPA, TBP, dan TOPO 1.2% (w/v) akan memberikan ekstraksi krom yang melampaui 95%. Nisbah volume fase organik terhadap fase internal terbaik ialah 1:1. Konsentrasi krom dalam fase umpan ialah 100 ppm dalam suasana asam sulfat berkisar 0.1 M. Nisbah volume fase umpan terhadap fase emulsi optimum pada 3:1 tetapi dengan nisbah 5:1 masih mampu mengekstraksi hingga 80%. Pengulangan ekstraksi dengan memanfaatkan kembali komponen penyusun emulsi yang diperoleh dari deemulsifikasi, masih mampu mengekstraksi krom hingga 70% pada pengulangan ketiga. Dari penelitian ini ditemukan adanya krom sekitar 0.1 ppm di dalam rafinat, yang mengindikasikan adanya kebocoran membran.

 

Adopted from : Hibah Bersaing VI

 

Rekayasa Cita Rasa Madu Lebah dan Upaya Peningkatan Produksinya dengan Menggunakan Umpan Senyawa Sintetik

Warsito, M Yunus, Edy Priyo Utomo, dan Totok Himawan

Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya

Untuk memenuhi permintaan akan madu yang semakin meningkat, peternak lebah masih menggunakan teknik yang tetap bergantung pada keadaan alam sekitar. Akibatnya, produksi terbatas dan cita rasa madu semata-mata bergantung pada jenis bunga yang tersedia. Di sisi lain, peternak enggan memelihara lebah lokal (Apis indica) dan lebih suka memelihara lebah impor (A. mellifera) yang produktivitasnya tinggi, tidak ganas, dan tidak mudah meninggalkan sarangnya. Untuk mengangkat citra lebah lokal, dalam penelitian ini disintesis senyawa feromon ratu, trans-9-okso-2-dekenoat (9-ODA) dan senyawa atraktan beraroma, meliputi isoamil asetat, anetol, metil eugenol, dan sitronelol. Senyawa sintetik tersebut digunakan sebagai umpan untuk menciptakan sistem beternak lebah agar dapat berproduksi sepanjang tahun dan hasil madunya memiliki aroma dan cita rasa madu sesuai dengan yang diinginkan serta tidak bergantung pada jenis bunga di lokasi peternakan.

Bahan dasar dan jalur sintesis didasarkan pada analisis retrosintesis dari senyawa target. Hasil sintesisnya dicirikan dengan metode spektroskopi (ultraviolet, inframerah, resonansi magnetik inti proton) dan kromatografi gas-spektrometri massa. Aktivitas setiap senyawa diuji dengan metode olfaktometri dan metode cawan petri untuk mengetahui perilaku lebah dalam merespons senyawa hasil sintesis. Senyawa sintetik juga diujikan di lapangan (Tretes, di Kabupaten Pasuruan).

Feromon ratu lebah, yaitu 9-ODA, dapat disintesis dari prekursor sikloheptanon dengan melalui 4 macam senyawa antara: 1-metilsikloheptanon hasil protonasi dan metilasi sikloheptanon, 1-metilsikloheptena hasil reaksi dehidrasi 1-metilsikloheptanol, 1-metil-1,2-sikloheptanadiol hasil oksidasi 1-metilsikloheptena, dan 7-ketooktanal hasil oksidasi prekursor 1-metil-1,2-sikloheptanadiol. Senyawa atraktan beraroma isoamil asetat diperoleh dari esterifikasi amil alkohol, anetol disintesis dari prekursor dasar anisol dan melalui prekursor antara p-bromoanisol dan estragol, metil eugenol diperoleh dari metilasi eugenol, dan sitronelol dari hasil protonasi sitronelal. Rendemen sintesis 9-ODA 22.4%, isoamil asetat 85.0%, anetol 82.5%, metil eugenol 81.2%, dan sitronelol 76.8%.

Feromon 9-ODA hasil sintesis dapat mempengaruhi perilaku lebah pekerja dan lebah jantan. Dalam penggunaannya selama 2 bulan 23 hari, senyawa ini mampu meningkatkan kecepatan pembuatan sisiran dan produksi madu hingga 1.77 kali dibandingkan kontrol. Penggunaan senyawa atraktan beraroma yang meliputi isoamil asetat, anetol, dan metil eugenol yang diujikan di ruang olfaktometer mampu mempengaruhi perilaku lebah pekerja tetapi pemakaiannya sebagai umpan tidak cukup efektif mempengaruhi produksi madu. Penggunaan sitronelol selain dapat mempengaruhi produksi 1.45 kali lebih tinggi juga dapat memberikan cita rasa pada madu yang dihasilkan. Senyawa feromon dan atraktan seperti yang telah dicobakan dalam penelitian ini dapat disintesis dengan mudah oleh peternak karena bahan dasarnya mudah diperoleh, yaitu berupa minyak daun sereh dan minyak daun cengkeh. Hal yang menarik ialah karena rendemen sintesisnya yang tinggi.

Adopted from : Hibah Bersaing VI

 

 

Campuran Batu Bara Air Lokal sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak : Ciri Pembakaran dan Pengembangan Prototipe Nosel Burner

Toto Hardianto, TA Fauzi Soelaiman, Aryadi Suwono

Laboratorium Termodinamika, PPAU-IR, Institut Teknologi Bandung

Berdasarkan perkiraan teoretis, Indonesia memiliki cadangan batu bara sekitar 36 miliar ton yang setara dengan kebutuhan energi kalor pembakaran Indonesia selama 350 tahun. Akan tetapi 70% di antaranya ialah batu bara peringkat rendah (lignit), yang kandungan airnya sangat tinggi sehingga nilai kalor pembakarannya rendah dan tidak dapat memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan untuk pemakaian dalam negeri (PLN, industri, produksi briket) maupun untuk komoditas ekspor. Oleh karena itu perlu diusahakan agar batu bara tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi termal (bahan bakar) yang layak. Proses yang dapat dilakukan ialah menaikkan mutu batu bara dan kemudian memfungsikannya sebagai pengganti bahan bakar minyak dengan modifikasi sedikit-dikitnya peralatan yang semula memakai bahan bakar minyak. Hal ini memungkinkan pada sektor industri dan sektor pembangkit tenaga yang banyak memakai burner bahan bakar minyak, yang sangat dominan bila dilihat dari sisi kuantitas pemakaian bahan bakar.

Penelitian ini dipumpunkan pada pemakaian batu bara yang sudah ditingkatkan mutunya untuk pengganti bahan bakar minyak, yaitu sebagai bahan bakar pada burner industri. Batu bara terlebih dahulu dicampur dengan air yang selanjutnya disebut sebagai campuran batu bara air (CBA) dengan komposisi tertentu sehingga kekentalannya mirip dengan bahan bakar minyak berat. CBA digunakan langsung pada burner untuk dibakar. Pemahaman tentang ciri pembakaran yang meliputi segi pengkabutan CBA, konsentrasi batu bara pada CBA, nisbah CBA dan udara pada pengkabutannya, tekanan semprotan, dan bentuk nosel terlebih dahulu diperdalam. Selanjutnya dirancang dan dibuat prototipe nosel burner yang memenuhi harapan pembakaran CBA, lalu diuji di laboratorium. 

Hasil pengujian menunjukkan bahwa modifikasi sistem nosel burner yang semula memakai minyak berat memungkinkannya untuk dipakai oleh CBA, dengan perhitungan daya kalor yang harus disesuaikan lagi. Bentuk batu bara menjadi CBA juga memudahkan cara pengangkutannya, yaitu dengan sistem jaringan pipa yang sebelumnya dipakai untuk sistem jaringan bahan bakar minyak. Hasil penelitian ini masih perlu dielaborasi untuk mendapatkan kondisi pembakaran yang stabil.

Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian jangka panjang terpadu mengenai usaha pemberdayaan hasil tambang batu bara Indonesia yang menjadi topik unggulan Laboratorium Termodinamika PPAU-IR-ITB pada 10 tahun terakhir, yang meliputi penelitian perbaikan dengan menggunakan steam drying dan coating, bricketing, transportasi CBA menggunakan pipa, dan perluasan materi penelitian pada gambut sebagai cikal bakal batu bara yang juga banyak ditemui di Indonesia.
 
Adopted from : Hibah Bersaing

 

 

 

Sintesis Oleokimia dan Turunan Oleokarbohidrat sebagai Komoditas Bahan Kimia Agroindustri

Hemat R Brahmana, Mimpin Ginting, Adil Ginting, dan Magdalena Tarigan

Jurusan Kimia, Universitas Sumatera Utara

Kelapa sawit merupakan sumber fine chemicals yang dapat dihilirkan ke berbagai bentuk bahan komoditas. Di samping itu, sumber bahan karbohidrat seperti ubi kayu dapat diubah menjadi sorbitol dan glukosa yang dapat diesterifikasi dan dieterifikasi dengan asam lemak untuk digunakan sebagai bahan surfaktan yang luas penggunaannya pada industri pangan, farmasi, dan kosmetika. 

Minyak kelapa sawit dan inti sawit segera terinteresterifikasi oleh metanol/NaOH pada suhu kamar dengan pengadukan kuat selama 30 menit untuk menghasilkan metil ester asam lemak (MEAL, 98%) serta gliserol yang terpisah dalam dua fase. Bahan pewarna karotenoid yang terlarut bersama MEAL dapat dipisahkan dengan cara penyabunan yang diikuti ekstraksi. MEAL dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel dan bahan dasar oleokimia atau melalui interesterifikasi dengan turunan karbohidrat untuk membentuk surfaktan. Penelitian ini bertujuan mensintesis oleokimia dan turunan oleokarbohidrat.

Reaksi interesterifikasi terhadap minyak nabati lebih efisien serta efektif dilakukan dengan alkohol/NaOH (30 menit, suhu kamar) dibandingkan dengan alkohol/H2SO4, biarpun dengan bantuan pelarut aromatik toluena (2 jam, refluks). Pemisahan MEAL campuran lauh lebih efektif dibandingkan dengan pemisahan asam lemak bebas campuran ke dalam bentuk fraksi tunggalnya masing-masing. Pemisahan karotenoid tidak menimbulkan emulsi apabila dilakukan melalui interesterifikasi, asalkan pemisahan baru dilakukan setelah MEAL yang mengandung karotenoid disabunkan lalu dipisahkan secara ekstraksi pelarut organik.

Sintesis amida asam lemak yang banyak digunakan sebagai pemlastis pada industri polimer maupun sebagai bahan pemantap karet pekat dapat dilakukan melalui reaksi amidasi antara asam lemak maupun MEAL dengan urea pada suhu 160°C selama 2 jam. Reaksi esterifikasi dan eterifikasi antara asil dan alkil klorida asam lemak dengan turunan garam natrium karbohidrat dapat dilakukan dengan bantuan katalis perpindahan dua fase tridodesil amina atau trietil amina hidroklorida.

Adopted from Hibah Bersaing I

Produksi Pigmen untuk Bahan Pewarna Makanan Menggunakan Substrat Limbah Industri Pangan

Srikandi Fardiaz, Betty SL Jenie, Winiati P Rahayu, Lilis Nuraida, Anton Apriyantono, Ratih Dewanti, dan Hermanianto

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor

Sampai saat ini penggunaan bahan pewarna sintetik untuk makanan masih dominan, selain harganya lebih murah, proses produksinya juga lebih cepat dibandingkan dengan bahan pewarna alami yang umumnya berasal dari tanaman. Akan tetapi, banyak hasil penelitian membuktikan bahwa beberapa bahan pewarna sintetik berbahaya bagi kesehatan sehingga tidak aman untuk dikonsumsi. Tujuan penelitian ini ialah memproduksi pigmen mikrob yang memerlukan proses produksi lebih cepat daripada pigmen tanaman, serta menguji ketahanannya terhadap proses pengolahan dan keamanannya, dan menerapkannya dalam pengolahan pangan.

Dalam tahap pertama berhasil diisolasi berbagai mikrob penghasil pigmen dan setelah diuji intensitas warna yang dihasilkan, dipilih dua spesies mikrob yang diteliti lebih lanjut, yaitu kapang Monascus purpureus yang menghasilkan warna merah dan kapang Neurospora sitophila yang menghasilkan warna kuning-oranye. Produksi pigmen dari kedua spesies kapang tersebut kemudian diteliti dalam tahun kedua menggunakan berbagai limbah industri pangan sebagai susbtrat untuk memproduksi pigmen, baik limbah padat maupun cair. Hasilnya menunjukkan bahwa komposisi optimum untuk memproduksi pigmen angkak oleh M. purpureus ialah limbah cair tapioka dengan penambahan ampas tapioka 2%, NH4NO3 0.15%, KH2PO4 0.25%, dan MgSO4.7H2O 0.10% pada pH 6.0, dengan inkubasi selama 7 hari pada suhu 30oC. Media untuk produksi pigmen N. sitophila yang terbaik ialah campuran ampas tapioka 75%  dan dedak padi 25% yang ditambah mineral sebanyak KH2PO4 0.5%, MgSO4.7H2O 0.2%  dan CaCl.2H2O 0.2%  pada pH 5.6, dengan waktu inkubasi selama 6 hari pada suhu 25oC. 

Pengujian stabilitas pigmen terhadap berbagai proses pengolahan yang dilakukan pada tahun ketiga menunjukkan bahwa pigmen angkak yang dihasilkan oleh M. purpureus relatif stabil terhadap berbagai proses pengolahan, sedangkan pigmen N. sitophila kurang stabil terhadap proses pengolahan, terutama proses pemanasan dan pengeringan. Oleh karena itu percobaan penerapan pigmen kapang pada produk pangan dalam tahap selanjutnya hanya dilakukan terhadap pigmen angkak. Setelah diteliti sifat toksisitas pigmen angkak, ternyata pigmen ini cukup aman digunakan dalam proses pengolahan pangan.

Pigmen angkak dimanfaatkan sebagai pengganti sebagian nitrit dalam proses pengolahan daging yang dikuring seperti ham dan sosis daging sapi, baik dalam memperbaiki warna merah produk daging maupun dalam menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk spora seperti Bacillus cereus dan B. Stearother-mophilus. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan warna merah produk yang diinginkan serta penghambatan terhadap pertumbuhan dan perkecambahan spora bakteri B. cereus dan B. stearothermophilus dalam produk ham dan sosis daging sapi, penggunaan nitrit dalam larutan kuring dapat diturunkan dari 125 ppm menjadi 80 ppm dengan penambahan pekatan pigmen angkak sebanyak 2.5 g/kg daging. Akan tetapi, formulasi larutan kuring yang lebih baik perlu dikembangkan untuk meningkatkan stabilitas warna merah produk selama penyimpanan.

 

Adopted from : Hibah Bersaing II

 

Produksi Minyak Kaya Asam Lemak Omega-3 dengan Teknik Interesterifikasi Asidolisis Enzimatik

Slamet Budijanto, Jenny Elisabeth, Purwiyatno Hariyadi, dan Anton Apriyantono

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor

 

Banyak peneliti telah melaporkan pengaruh asam lemak omega-3 (n-3) baik EPA (eicosapentaenoic acid) maupun DHA (docosahexanoic acid) terhadap kesehatan manusia baik itu terhadap pencegahan penyakit kardiovaskular (jantung koroner dan aterosklerosis), kanker, dan tumor, maupun terhadap gangguan kesehatan lainnya. Selain itu DHA merupakan komponen otak yang berperan dalam kecerdasan seseorang dan retina. Sumber utama asam lemak omega-3 yang utama ialah dari produk hasil laut. Banyak kendala untuk memanfaatkan produk laut, karena keragaman kandungan dan bau amis yang kurang disukai. Maka diperlukan upaya untuk mengembangkan produk laut menjadi produk yang lebih bisa diterima. Interesterifikasi asam lemak omega-3 terutama EPA dan DHA dilakukan pada minyak ikan tuna dan minyak sawit kasar (CPO, crude palm oil). Hasil modifikasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai nutrifikan pada produk pangan terutama pada susu, makanan bayi, serta makanan ibu hamil dan menyusui. Tujuan penelitian ini ialah mengembangkan teknik produksi minyak kaya omega-3 dengan memanfaatkan pre-cook oil dari ikan tuna/cakalang serta memperkaya minyak sawit dengan asam lemak omega-3.

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap. Pada tahap pertama dioptimasi reaksi interesterifikasi antara konsentrat omega-3 dan minyak ikan tuna. Dari keempat lipase (Rhizomucor miehei, Candida antartica, Pseudomonas sp., dan Chromo-bacterium viscosum) yang dicobakan semuanya mampu menginkoorporasikan asam lemak omega-3 ke molekul trigliserida. Berdasarkan pertimbangan untuk aplikasinya maka dipilih lipase R. miehei dan C. antartica karena kedua enzim ini sudah tersedia secara komersial. Dengan kedua enzim lipase tersebut, konsentrasi omega-3 pada trigliserida dapat ditingkatkan dari 14% menjadi kurang lebih 35% yang berarti peningkatan 2.5 kali.

Pada tahap kedua telah dipelajari (1) aktivitas dan stabilitas lipase R. meihei dan C. antartica pada reaksi asidolisis antara konsentrat asam lemak omega-3 dan minyak sawit kasar dalam media bebas pelarut dan (2) studi mikroenkapsulasi minyak ikan tuna kaya asam lemak omega-3. Inkoorporasi omega-3 pada minyak sawit kasar terjadi selama 3 jam waktu inkubasi untuk lipase C. antartica dan 6 jam untuk lipase R. meihei. Asam lemak omega-3 yang berhasil diinkoorporasi pada suhu 40, 50, dan 60oC, masing-masing 62.9, 137.6, 117.8 mg/g untuk lipase C. antartica dan 108.5, 115.3, 162.4 mg/g untuk lipase R. miehei.

Dari hasil pengujian stabilitas enzim diketahui bahwa umur pakai enzim lipase R. meihei pada suhu 40, 50, dan 60oC, masing-masing ialah 7403, 5204, dan 3872 menit. Sementara itu, umur pakai C. antartica masing-masing ialah 6000, 4899,  dan 4773 menit. Enzim terdenaturasi pada kisaran 40-60oC. Energi deaktivasi lipase R. meihei ialah 31393 kal/mol dan untuk C. antartica 4117 kal/mol. Dari perhitungan produktivitas enzim lipase yang digunakan yang didasarkan pada jenis enzim, suhu reaksi, dan produktivitas asam lemak omega-3 yang terinkoorporasi pada trigliserida diketahui bahwa produktivitas tertinggi didapat dari C. antartica suhu 50oC dan waktu inkubasi 3 jam, yaitu 72.990 g per g enzim dan lipase imobil tersebut dapat dipakai berulang-ulang sebanyak 27 kali.

Pada penelitian ini juga dilakukan kajian enkapsulasi minyak ikan untuk mempermudah aplikasi produk trigliserida yang dihasilkan. Kondisi pengeringan yang terbaik didapatkan sebagai berikut: suhu inlet 180oC, suhu outlet 90oC, kecepatan aliran udara 20 l/menit, dan kecepatan aliran emulsi 5 ml/menit. Waktu homogenisasi optimum 10 menit dengan formulasi sebagai berikut: total bahan pengisi 45 g, minyak ikan 30 g dilarutkan dengan air sebanyak 250 ml. Komposisi bahan pengisi yang digunakan ialah sebagai berikut: beta siklodekstrin, padatan sirup jagung, kalium kaseinat, isolat protein kedelai, dan bahan pengemulsi. Dengan formula dan kondisi tersebut didapatkan efisiensi 90.2%.

 

Adopted from Hibah Bersaing VI

 

Pengembangan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Plastik

Muh Yusram Massijaya, B Tambunan, YS Hadi, Edi Suhaimi Bakar, dan H Marsiah

Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor

 

Indonesia ialah salah satu negara terpadat penduduknya di dunia dengan pertambahan sekitar 2.5% per tahun. Meningkatnya jumlah penduduk menyebab-kan kebutuhan akan kayu bangunan (konstruksi) maupun untuk perabot rumah tangga terus meningkat, bahkan diperkirakan lebih cepat dari pertambahan penduduk itu sendiri. Pemanfaatan limbah kayu dan plastik sebagai bahan baku papan komposit sampai saat ini belum mendapat perhatian serius di Indonesia, sementara volume limbah kayu yang ada sangat besar. Selain itu, limbah plastik menimbulkan persoalan tersendiri bagi lingkungan karena bahan ini sangat sulit terdekomposisi. Jika kedua potensi limbah ini digabungkan menjadi bahan baku pembuatan papan komposit, maka diharapkan akan tercipta suatu produk papan komposit baru yang memiliki ketahanan terhadap mikroorganisme perusak yang lebih tinggi dan memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik daripada produk panel kayu yang ada selama ini. Penelitian ini bertujuan mengembangkan suatu jenis papan komposit dari limbah kayu dan plastik yang berkualitas tinggi, ramah lingkungan serta ekonomis. Baca lebih lanjut

Pengaruh Surfaktan Linear Alkylbenzena Sulfonat dalam Mempercepat Bioremediasi Limbah Minyak Bumi

(Studi Kasus : Pengelolaan Lingkungan di Lapangan Minyak Duri – PT Caltex Pacific Indonesia, Riau)

Putu Suardana

Abstrak :

Kegiatan produksi minyak bumi selain menghasilkan produk minyak mentah (crude oil), juga menghasilkan limbah minyak burrd. Limbah minyak tersebut masih mengandung kadar hidrokarbon minyak bumi yang relatif tinggi, beberapa senyawa N, 5, 0, logam-logam termasuk unsur logam berat dan unsur lainnya. Apabila limbah tersebut tidak dikelola atau dikelola kurang baik, maka dapat berdampak terhadap lingkungan hidup seperti terjadinya pencemaran tanah, air permukaan, air tanah dangkalfaquifer dan terganggunya kesehatan masyarakat setempat atau kehidupan makhluk hidup lainnya. Upaya perlindungan lingkungan hidup dapat dilakukan dengan cara mengelola limbah tersebut agar lingkungan hidup tidak tercemar dan kelestarian fungsinya dapat terus dipertahankan.

Salah satu alternatif pengolahan limbah minyak tersebut adalah dengan memanfaatkan bioteknologi berupa teknik bioremediasi. Walaupun teknik bioremediasi ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain waktu yang diperlukan untuk menjalankan prosesnya cukup lama, teknik ini dinilai mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan penerapan teknik bioremediasi ini dibandingkan dengan cara fisika dan kimiawi antara lain. adalah biaya pengolahan limbah yang diperlukan lebih murah karena menggunakan teknologi sederhana, menghilangkan kontaminan tanpa merusak materi terkontaminasi, tidak menimbulkan dampak lanjutan/baru dan aman bagi lingkungannya.

Penekanan dari pemanfaatan teknik ini secara konvensional adalah bagaimana mengupayakan kondisi lingkungan mikroorganisme agar mampu mendegradasi limbah minyak bumf seperti temperatur, oksigen, kelembaban tanah, pH, nutrisi dan lainnya. Selain melakukan upaya tersebut di atas, keefektifan proses biodegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi dapat ditingkatkan dengan caracara lain seperti penggunaan surfaktan yang bersifat biodegradable sebagai agen pemecahan awal senyawa kontaminan tersebut dan menginokulasikan mikroorganisme eksogen untuk menambah jumlah populasi dan mengaktivasi mikroorganisme indigen pendegradasi limbah minyak tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui kecepatan dan efisiensi biodegradasi limbah minyak Duri akibat penambahan surfaktan LAS.

b. Mengetahui pengaruh pemberian EM4 didalam proses biodegradasi limbah minyak Duri.

Hipotesis penelitian adalah penggunaan surfaktan LAS didalam proses biodegradasi limbah minyak bumi akan dapat meningkatkan ketersediaan biologis (bioavailabiiity) limbah tersebut dan lebih banyak lagi limbah minyak bumi yang dapat dilepaskan dari butir-butiran tanah untuk didegradasi oleh mikroorganisme. Penelitian dilakukan di Minas Strategic Business Unit (SBU) PT CPI dengan memberikan berbagai macam perlakuan terhadap variabel yang diteliti secara Iangsung di lapangan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistern kornposit dan pengujian sampel tersebut dilakukan di beberapa laboratorium uji. Berdasarkan hasil pengujian sampel tersebut dapat diambil kesimpulan yang korelasional dengan melihat kecenderungan (trend) dari variabel-variabel yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar minyak (Total Petroleum Hydrocarbon) sesuai fungsi waktu. yang diindikasikan dengan berkurangnya kandungan parafinik, aromatik, jumlah karbon organik (Total Organic Carbon).

Kesimpulan :

1. Hasil biodegradasi limbah minyak bumi dengan cara bioremediasi konvensional adalah sebesar 11,6%. Hasil biodegradasi cara tersebut dapat ditingkatkan menjadi maksimal sebesar 29% dengan penambahan konsentrasi surfaktan LAS 2,25% dan EM4 sebanyak 250 ml dalam waktu 31 hari.

2. Penambahan surfaktan sodium LAS menyebabkan Iuas permukaan antara minyak dengan air semakin besar sehingga mampu meningkatkan ketersediaan biologis kontaminan tersebut untuk keperluan metabolisme mikroorganisme yang diindikasikan dengan adanya penurunan tegangan permukaan minyak bumi dan peningkatan persentase penurunan kadar TPH.

3. Pemberian EM4 mampu meningkatkan jumlah populasi mikroorganisme dan mengaktivasi baik mikroorganisme indigen maupun EM4 pendegradasi limbah minyak Duri, yang diindikasikan dengan adanya peningkatan jumlah populasi mikroorganisme dan peningkatan persentase penurunan kadar TPH sesuai dengan fungsi waktu.

Saran :

1. Proses biodegradasi limbah minyak Duri dengan API Gravity rendah perlu dibantu dengan menggunaan surfaktan yang bersifat biodegradable untuk dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi proses degradasi yang terjadi.

2. Studi lebih lanjut mengenai upaya lebih mengefektifkan kerja mikroorganisme indigen dozninan pendegradasi limbah minyak Duri sebaiknya dilakukan untuk dapat meningkatkan hasil biodegradasi limbah tersebut.

3. Isolasi mikroorganisme indigen pendegradasi limbah minyak Duri perlu dipertimbangkan untuk dikaji lebih dalam agar dapat lebih mengefektifkan hasil biodegradasi yang ingin dicapai.

Adopted from : kepustakaan UI-Thesis S2.

 

Meredam Turbulensi – Membuat Air Mengalir (Jauh) Lebih Cepat

Oleh Yuli Setyo Indartono

Mahasiswa S3 di Graduate School of Science and Technology, Kobe University, Japan. Peneliti Istecs dan Ketua Divisi Teknologi Energi Indeni www.indeni.org

 

Berdasarkan sifat alirannya, pada umumnya terdapat tiga jenis aliran fluida: laminar, transisi, dan turbulen. Pada aliran laminar, fluida mengalir tenang tanpa diiringi oleh pusaran (vortek) meskipun terdapat gangguan di sepanjang aliran fluida. Sebaliknya, pada aliran turbulen, aliran fluida bersifat chaos (terlihat tak beraturan) yang dicirikan dengan keberadaan pusaran-pusaran (vortek) fluida. Kondisi transisi merupakan daerah peralihan antara laminar dan turbulen; daerah ini merupakan wilayah aliran yang tidak stabil sehingga sering digambarkan sebagai garis putus-putus dalam diagram alir fluida.

 

Pusaran-pusaran dalam aliran turbulen dikenal dengan sebutan eddy. Eddy ini memiliki ukuran yang bervariasi, dari orde kilometer, misalnya eddy pada pergerakan atmosfer atau debu antar-galaksi, hingga yang berorde mikron, misalnya yang terjadi pada aliran turbulen di dalam pipa. Keberadaan eddy tentu saja mengkonsumsi energi aliran; pada skala makro hal tersebut dicirikan dengan tingginya koefisien gesek pada aliran turbulen (dibandingkan dengan aliran laminar pada bilangan Reynolds yang sama). Tingginya koefisien gesek berpengaruh secara langsung kepada besarnya penurunan tekanan dan pada akhirnya kepada besarnya energi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida.

 

Dalam beberapa hal, aliran turbulen diharapkan terjadi; misalnya pada proses pencampuran (mixing). Pencampuran bahan-bakar dan udara di dalam silinder motor bakar, pencampuran zat pewarna dalam suatu larutan, dsb., akan sangat diuntungkan bila aliran bersifat turbulen. Karena komponen kecepatan arah normal pada aliran turbulen juga cukup besar, maka perpindahan panas pada jenis aliran ini juga sangat tinggi. Di sisi lain, untuk keperluan transportasi fluida, aliran turbulen tidak diharapkan karena berkorelasi dengan tingginya energi pengaliran.

 

Penurunan gaya drag (Drag Reduction = DR) pada aliran turbulen adalah fenomena turun drastisnya gesekan permukaan (skin friction) pada suatu fluida akibat penambahan sejumlah kecil aditif pada fluida tersebut. Fenomena ini ditemukan secara terpisah oleh Toms pada tahun 1949, dan Mysels juga pada tahun 1949, pada masa Perang Dunia II (Denn, 2004). Sekitar sepuluh tahun kemudian, fenomena DR mendapatkan perhatian dari berbagai peneliti di seluruh dunia karena kemampuannya dalam menghemat energi. DR didefinisikan oleh Savin pada tahun 1961 sebagai berikut (Shenoy, 1984):

(1)

dengan delta pN adalah penurunan tekanan per-satuan panjang pipa pada solven/pelarut (tanpa aditif) akibat gesekan, sedangkan delta pS adalah penurunan tekanan per-satuan panjang pipa pada larutan (solven dan aditif) akibat gesekan. Harga DR bisa mencapai 80% yang mengindikasikan sangat besarnya potensi penghematan energi yang dihasilkannya. Untuk kecepatan alir yang sama, efek DR akan menurunkan penggunaan energi secara signifikan; sedangkan bila daya pemompaan adalah tetap, maka efek DR akan menghasilkan peningkatan kecepatan yang signifikan.

 

Terdapat beberapa jenis aditif yang memiliki efek DR signifikan. Aditif-aditif tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa jenis berikut ini (Shenoy, 1984): (1) Polimer, (2) Suspensi partikel padat, (3) Aditif biologis, dan (4) Surfaktan. Namun demikian, hanya polimer dan surfaktan yang mendapatkan perhatian luas dari peneliti karena tingginya DR yang bisa dihasilkan keduanya (bisa mencapai lebih dari 80%), juga karena keduanya mudah didapat. Selain menggunakan aditif, beberapa peneliti menyelidiki fenomena DR pasif, seperti riblets, kekasaran permukaan tertentu, dinding aktif dan pasif, dsb. Namun bila dibandingkan dengan aditif, DR pasif memiliki kemampuan yang jauh lebih rendah.

 

DR pada larutan polimer dan surfaktan

 

Polimer merupakan aditif yang sangat menarik, karena hanya dengan beberapa ppm (part per million – bagian per sejuta) polimer ber-berat molekul tinggi, aditif ini bisa menimbulkan DR yang sangat besar. Banyak sekali penelitian yang telah didedikasikan untuk menyelidiki fenomena DR pada larutan polimer (baik pada larutan aqueous ataupun organik) dan juga keterkaitan antara sifat larutan dengan DR nya. Aplikasi DR menggunakan polimer yang paling berhasil adalah transportasi minyak mentah melalui jalur pemipaan. Pada tahun 1979, Alyeska Pipeline Service Company memulai penggunaan aditif polimer sebagai penurun gaya drag di dalam pipa ber-diameter 1,2 m sepanjang 1.287 km pada Trans Alaskan Pipeline System (TAPS). Dua belas stasiun pemompaan semula direncanakan pada sistem tersebut, sebelum dipertimbangkannya penggunaan aditif polimer untuk menimbulkan efek DR di dalam jalur pemipaan. Pada tahun 1980 – 1981 Perusahaan Alyeska membatalkan pembangunan dua stasiun pemompaan karena aditif polimer ternyata mampu menggantikan peran kedua stasiun pemompaan tersebut (Motier dkk., 1996). Namun perlu dicatat bahwa aditif polimer akan mengalami degradasi permanen akibat tegangan geser yang tinggi, oleh karena itu, aditif ini tidak cocok digunakan dalam sirkulasi aliran tertutup.

 

Virk dkk. (1970) mempostulasikan keberadaan tiga zona pada profil kecepatan rata-rata untuk larutan aditif polimer. Dimulai dari dinding pipa menuju sumbunya, zona aliran tersebut adalah: (1) Zona viskos, (2) Zona interaktif, yang kemudian disebut sebagai sub-lapisan elastik (Virk, 1975), dan (3) Zona turbulen Newtonian. Berdasar sembilan hasil pengujian pada saat itu, Virk dkk. (1970) mendefinisikan sebuah asimptot DR maksimum (Maximum Drag Reduction Asymptote = MDRA) untuk larutan polimer sebagai berikut:

(2)

 

Bentuk pangkat untuk persamaan di atas adalah:

(3)


Persamaan ini telah dikonfirmasi oleh banyak sekali pengujian menggunakan larutan polimer encer (dilute), dan benar bahwa koefisien gesek di atas tidak bergantung kepada diameter pipa, konsentrasi polimer, berat molekul polimer, ukuran koil polimer, dsb. (Aguilar dkk., 2001).

 

Surfaktan adalah singkatan dari “surface-active agent”. Kata tersebut merujuk pada molekul organik atau senyawa yang belum diformulasikan yang memiliki sifat surface-active (Shenoy, 1984). Molekul surfaktan selalu terdiri dari kombinasi bagian yang larut ke dalam air (hidrofilik) dan bagian yang tak larut ke dalam air (hidrofobik). Bagian hidrofobik sangat sulit larut dalam pelarut polar (seperti air); hal ini dikompensasi oleh bagian head-group hidrofiliknya. Berdasarkan sifat ion head-groupnya, surfaktan dibedakan dalam jenis nonionik, anionik, dan kationik (Bewersdorff, 1966).

 

Salah satu keunggulan utama surfaktan kationik dibandingkan dengan anionik adalah bahwa surfaktan kationik tidak mengalami presipitasi akibat keberadaan ion kalsium (Shenoy, 1984). Chou dkk. (1989) menunjukkan bahwa berbagai jenis surfaktan kationik bisa bekerja pada rentang temperatur yang luas, mulai dari sekitar 2 hingga 110oC. Surfaktan nonionik stabil secara secara mekanik ataupun kimiawi. Surfaktan ini juga tidak mengalami presipitasi akibat keberadaan ion kalsium sehingga bisa digunakan dalam air yang tidak murni, air laut, brackish water, atau larutan brine pekat (Shenoy, 1984). Namun, surfaktan nonionik hanya efektif pada rentang temperatur yang sempit. Oleh karena itu, Zakin dkk. (Nguyen, 2005) menyimpulkan bahwa surfaktan kationiklah yang memiliki potensi yang baik untuk diterapkan dalam sistem pendinginan dan pemanasan distrik (district heating and cooling systems).

 

Di atas kosentrasi kritik, molekul surfaktan terlarut akan mulai membentuk agregat, yang disebut sebagai micelle. Bila konsentrasinya ditingkatkan, micelle akan tumbuh sampai seluruh volumenya diisi oleh rantai hidrokarbon. Dengan menambahkan beberapa jenis garam (elektrolit), atau menggunakan counter-ion kuat yang sesuai, gaya tolak elektrolitik dari head group bisa ditekan, dan molekul-molekul surfaktan akan tersusun lebih rapat hingga membentuk micelle berbentuk semacam tongkat (rod-like) atau semacam disk (disc-like) (Gyr and Bewersdorff, 1995). Banyak peneliti mempercayai bahwa rod-like (atau thread-like) micelle merupakan penyebab utama munculnya fenomena DR pada larutan surfaktan. Struktur mikro thread-like micelle yang langsung diamati menggunakan cryo-TEM dalam larutan ethylene glycol / water bisa dikaitkan dengan efek DR yang terjadi pada larutan tersebut (Zhang dkk., 2005).

 

Surfaktan tidak mengalami degradasi permanen akibat tegangan geser yang tinggi. Pada saat dikenai tegangan geser yang tinggi, surfaktan hanya mengalami degradasi sementara untuk selanjutnya kembali ke dalam bentuknya yang semula. Pengujian menggunakan small angle neutron scattering di dalam aliran turbulen menunjukkan bahwa micelle tidak rusak akibat tegangan geser dinding kritik yang berlebihan, namun mengalami perubahan orientasi dan superstructure (Bewersdorff and Ohlendorf, 1988). Orientasi dan superstructure tersebut segera pulih manakala tegangan geser yang tinggi tadi dihilangkan. Hal ini merupakan keunggulan utama surfaktan terhadap polimer dalam hal penggunaannya di dalam sirkulasi aliran tertutup. Selain itu, beberapa studi sistematik yang dilakukan oleh industri kimia, dan didokumentasikan di dalam beberapa paten Eropa dan Amerika, telah menuntun kepada penemuan bahwa surfaktan dengan konsentrasi di bawah 100 ppm mampu menghasilkan DR (Gyr and Bewersdorff, 1995).

 

Terdapat konsensus bahwa MDRA surfaktan lebih tinggi dibandingkan dengan polimer (Aguilar dkk., 2001). Zakin dkk. (1996), mengajukan MDRA baru untuk surfaktan. MDRA ini valid dalam rentang :

(4)


Virk dkk. (1996) juga mencatat bahwa larutan surfaktan yang memiliki bilangan Reynolds yang tinggi,

memiliki harga

yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan MDRA polimer. Hal ini berarti bahwa MDRA surfaktan bisa lebih tinggi dibandingkan dengan polimer.
Gambar 1 di bawah ini menunjukkan koefisien friksi larutan polimer (polyethyleneoxide (PEO) 50 ppm) dan surfaktan (Ethoquad O/12 900 ppm) bersama dengan MDRA dari Virk dan Zakin.


Gambar 1 DR larutan polimer (polyethyleneoxide (PEO) 50 ppm) dan surfaktan (Ethoquad O/12 (EO/12) 900 ppm). Data PEO didapatkan dari Usui (1974), sedangkan data EO/12 dari Indartono dkk. (2005)

 

Gambar 1 menunjukkan lebih rendahnya koefisien friksi larutan polimer dan surfaktan dibandingkan dengan pelarutnya (fluida Newtonian). Selisih antara koefisien friksi fluida pelarut (solvent) dan larutan yang mengalami DR; dibandingkan dengan koefisien friksi fluida pelarut, didefinisikan sebagai besarnya DR serupa dengan yang ditunjukkan oleh Persamaan (1). Bilangan Reynolds pada Gambar 1 di atas dihitung menggunakan viskositas air, bukan viskositas masing-masing larutan. Hal ini dilatarbelakangi oleh dua hal: (1) Rendahnya konsentrasi polimer menyebabkan viskositas larutan polimer tidak berbeda signifikan terhadap viskositas air, (2) Sulitnya mendapatkan harga viskositas surfaktan yang bisa digunakan dalam perhitungan bilangan Reynolds karena adanya fenomena SIS (Shear Induce Structure) dan karena viskositas surfaktan umumnya dipengaruhi oleh jarak celah antar plat rheometer. Meski menggunakan viskositas fluida Newtonian, DR tetap bisa dihitung dengan cara seperti pada Persamaan (1).

 

Dapat dilihat pada Gambar 1 di atas bahwa koefisien friksi terendah larutan polimer nampak menyentuh garis MDRA Virk. Sedangkan koefisien friksi terendah larutan surfaktan tidak bersentuhan dengan garis MDRA Zakin. Hal ini disebabkan karena jarak masuk hidrodinamik (hydrodynamics entrance length) larutan surfaktan hingga mencapai kondisi berkembang mantap (fully developed) sangat besar; bisa mencapai lebih dari 1000 L/D (L adalah panjang aliran yang tidak mengalami gangguan alir, dan D adalah diameter pipa). Sedangkan panjang pipa yang dipergunakan untuk pengukuran koefisien friksi larutan surfaktan pada Gambar 1 di atas hanya memiliki harga L/D sekitar 300. Karena koefisien friksi memiliki harga yang lebih tinggi pada daerah aliran berkembang (developing flow), maka seperti dapat kita saksikan pada Gambar 1, koefisien friksi larutan surfaktan tidak sampai menyentuh MDRA Zakin.

 

Tingginya konsentrasi surfaktan yang digunakan pada Gambar 1 di atas diprediksikan akan menyebabkan lebih tingginya harga viskositas larutan surfaktan dibandingkan dengan larutan polimer. Perhitungan bilangan Reynolds menggunakan viskositas air menyebabkan koefisien friksi larutan surfaktan berposisi di sebelah kanan larutan polimer. Bisa disaksikan juga dalam Gambar 1 keberadaan fenomena efek diameter pada koefisien friksi polimer dan surfaktan. Fenomena ini merupakan salah satu ciri khas fluida yang mengalami DR (terutama bila bilangan Reynolds nya dihitung menggunakan viskositas fluida Newtonian).

 

Perbedaan karakteristik antara koefisien friksi larutan polimer dan surfaktan, seperti dapat dilihat di Gambar 1, adalah adanya kenaikan koefisien friksi larutan surfaktan pada bilangan Reynolds yang tinggi; hal ini tidak terjadi pada larutan polimer. Larutan polimer dialirkan di dalam one-through system (tanpa sirkulasi), karena larutan polimer akan mengalami degradasi permanen bila dikenai tegangan geser yang tinggi. Maka di atas bilangan Reynolds kritiknya, larutan polimer tidak lagi memberikan efek DR. Larutan surfaktan dialirkan di dalam sistem tersirkulasi menggunakan pompa. Di dalam pompa, larutan surfaktan mengalami tegangan geser yang sangat tinggi, namun demikian, larutan surfaktan tetap menunjukkan kemampuan DR. Hal ini membuktikan bahwa micelle di dalam larutan surfaktan berkemampuan melakukan self-recovery – hal yang tidak dimiliki oleh molekul polimer. Kenaikan koefisien friksi larutan surfaktan secara bertahap di atas bilangan Reynolds kritiknya menunjukkan bahwa degradasi (temporal) yang dialami oleh micelle di dalam larutan surfaktan berlangsung secara bertahap, tidak sekaligus dialami oleh seluruh micelle.

 

Dalam Gambar 1 juga bisa diamati bahwa DR larutan surfaktan pada pipa ber-diameter 25 mm nampak lebih rendah dibandingkan dengan pipa ber-diameter 13 mm. Hal ini disebabkan pendeknya L/D pipa ber-diameter 25 mm dibandingkan dengan pipa ber-diameter 13 mm. Dengan demikian, kondisi hidrodinamik aliran di dalam pipa ber-diameter 13 mm lebih mendekati kondisi berkembang mantap bila dibandingkan dengan yang terjadi di dalam pipa ber-diameter 25 mm.

 

Adopted by : @_pararaja

Pembuatan Poliblen Degradabel Menggunakan Teknik Pengolahan Reaktif Poliolefin dan Serat Limbah Kelapa Sawit

Basuki Wirjosentono, Setiady Pandia, Nursjamsu Bahar, Rusdan Dalimunthe, Purboyo Guritno, Darwin Y Nasution, dan Erman Munir

Jurusan Kimia, Universitas Sumatera Utara

Limbah padat kelapa sawit mencapai 20 juta ton per tahun dan sampah plastik kemasan yang tidak degradabel masih menjadi masalah lingkungan. Plastik degradabel menggunakan pengisi pati kentang dan jagung masih terlalu tinggi harganya. Oleh karena itu terbuka kemungkinan memanfaatkan limbah sawit sebagai pengisi plastik kemasan yang degradabel. Kompabilitas plastik poliolefin dengan pengisi limbah sawit yang sangat rendah diharapkan meningkat dengan menggunakan teknik pengolahan yang melibatkan reaksi kimiawi. Penelitian ini bertujuan menghasilkan bahan plastik poliolefin degradabel menggunakan pengisi serat limbah kelapa sawit dan selanjutnya dapat menghasilkan ‘kayu plastik’ dari serat limbah kayu dan perkebunan.

Pengolahan poliblen polietilena dengan serbuk pulp tandan sawit dalam skala laboratorium menunjukkan kompabilitas optimum dengan komposisi 20% pengisi, 2% asam akrilat, dan sedikit benzoil klorida. Data mikroskop elektron payar (SEM) memperlihatkan pengompatibel aktrilat yang terkumpul pada fase pengisi pulp, yang menyiratkan keefektifan kerja kompabilitas.

Pengolahan reaktif skala ekstrusi dengan tambahan pendispersi parafin memperlihatkan tampilan poliblen yang lebih cerah dan homogenitas yang lebih baik, kekuatan tarik yang lebih rendah, tetapi kemuluran yang lebih baik dibandingkan tanpa pendispersi. Kadar pendispersi parafin optium yang memberikan tampilan, homogenitas, kemuluran terbaik, dan kekuatan tarik memadai ialah 5-10% berdasarkan bobot poliblen. Pendispersi asam stearat juga memberikan kerja sinergisme dengan pendispersi parafin.

Analisis poliblen poliprilena yang diolah dengan 10% asam akrilat dan dikumilperoksida (0.1%) menghasilkan kurva distribusi bobot molekul dengan adanya puncak tambahan pada daerah bobot molekul tinggi, yang menunjukkan terbentuknya taut-silang gugus akrilat dengan rantai polipropilena. Ini didukung dengan munculnya puncak endoterm tambahan pada termogram DSC. Pengamat-an dengan spektroskopi inframerah sebelum dan sesudah ekstraksi akrilat menunjukkan bahwa hampir semua akrilat tidak terekstraksi karena ‘terikat’ secara kimia-fisika pada rantai polipropilena.

Kandungan gabungan pendispersi yang optimum, dengan modulus poliblen yang maksimum dan homogenitas memadai ialah 3% parafin dan 2% tristearin. Perendaman poliblen selama 90 hari di dalam air suling, air sungai hulu, dan air sungai muara menunjukkan penurunan bobot spesimen uji rata-rata hanya 2%, yang berarti mikrob dalam ketiga jenis air tersebut tidak aktif mendegradasi sampel poliblen. Uji biodegradasi dengan mengubur sampel dalam tanah selama 30 hari memperlihatkan laju degradasi yang lebih cepat untuk semua sampel poliblen polipropilena dan polietilena, baik yang rapatan tinggi maupun rapatan rendah. Penurunan bobot dalam hal ini lebih besar dibandingkan uji biodegradasi dalam media bakteri Cellulomonas sp. 

Pada uji sifat keterolahan dengan cara cetak tekan, terlihat bahwa morfologi poliblen yang homogen hanya diperoleh bila kandungan serbuk pengisi <10%. Kandungan serbuk pengisi yang lebih tinggi pada umumnya mempercepat laju degradasi termal spesimen poliblen, tetapi masih lebih lambat dibandingkan jika serbuk pengisinya berupa amilum.

Kenaikan kadar laminasi karet alam pada permukaan pengisi tandan sawit menyebabkan naiknya kompatibilitas, naiknya kemuluran, turunnya kekuatan tarik, dan turunnya modulus. Modifikasi matriks poliprilena dengan peroksida menaikkan kompatibilitas, menaikkan modulus, menurunkan kekuatan tarik dan kemuluran. Modifikasi pengisi pulp dengan gugus stearat meningkatkan homoge-nitas, kekuatan tarik dan kemuluran. Di sisi lain, sampel poliblen termodifikasi peroksida mengalami oksidasi atau pemutusan serat, dan penambahan pemantap 2,6-di-tert-butil p-hidroksitoluena (BHT) dapat memperbaiki sifat termal. 

Pemekacahaya FeCl3 dapat menunjukkan kinerja memadai selama perlakuan fotodegradasi dibandingkan pemekacahaya komersial 4-metil benzofenon atau feriasetil asetonat. Data spektroskopi inframerah menunjukkan mekanisme pemekacahaya FeCl3 melalui pembentukan gugus karbonil dan hidroksil (reaksi Norris tipe I dan II). Kombinasi pemekacahaya FeCl3 dengan antioksidan BHT dan penyerap cahaya 2-hidroksi benzofenon dapat mengendalikan laju fotodegra-dasi poliblen. 

Dengan demikian, mekanisme degradasi hidrolisis dan biodegradasi poliblen di dalam medium berair telah menggambarkan kemungkinan degradasi bahan kemasan polimer pascapakai yang dibuang dalam saluran limbah, sungai, dan daerah pantai. Gabungan bahan pemantap dan pemekacahaya dapat dijadikan landasan dalam merancang masa pakai bahan poliblen di alam terbuka yang dipengaruhi cahaya ultraviolet dan sinar surya. Oleh karena itu, poliblen degradabel ini dapat digunakan pada industri film kemasan, lapisan penutup lahan pertanian, kantong sampah domestik, dan sebagainya.

 

Adopted by : @_pararaja from Hibah Bersaing V

 

MENGENAL SECARA SINGKAT GAS – GAS RUMAH KACA

Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada diatmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas-gas tersebut adalah :

 

Uap air (H2O)

Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat proses alami seperti penguapan air dari air laut, danau dan sungai. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Baca lebih lanjut

METODE PENGOLAHAN AIR

Air sangat penting dalam kehidupan manusia, senyawa ionik ini sangat vital eksistensinya dalam berbagai kegunanaan termasuk dunia industri. Kebutuhan akan air yang berkualitas sangat penting akan tetapi kuantitasnya yang memadaipun juga tidak kalah pentingnya. Ini menuntut sinergi teknologi yang compatible untuk menangani permasalahan air yang kian hari kualitas dan kuantitasnya menurun.

Air tidak bisa dilepaskan fungsinya dari dinamika industri karena hampir di semua industri pasti menggunakan air dalam proses produksinya. Di dalam industri air sangat banyak fungsinya tergantung dari jenis industri dan produk yang dihasilkan. Pada umumnya industri – industri menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti pelarut bahan kimia, mengencerkan bahan, umpan boiler, Colling Tower/ Chiller water, pembersihan area produksi, campuran produk, sebagai penunjang dalam fungsi kerja alat – alat produksi dan keperluan uji kualitas hasil produk olahan, untuk pemadam kebakaran dan sebagainya. Baca lebih lanjut

Pengaruh Cemaran Kimia Dalam Air Limbah Terhadap Lingkungan Dan Cara Pengolahan Serta Pembuangannya

Setiap kegiatan industri kimia, laboratorium, hotel, rumah sakit dan sejenisnya selalu menghasilkan limbah yang merupakan sisa pakai dan perlu dibuang, karena menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan bila tidak ditangani secara benar sebelum dibuang ke tempat pembuangan umum.

Ini berarti harus memperhatikan cara-cara pengolahan dan pembuangannya, berdasarkan pada sifat atau bahaya yang dapat ditimbulkan dan memperhatikan pula kemungkinan kerusakan pada sarana pembuangan maupun keselamatan kerja, karena tidak ada satu sistem pengolah limbah yang dapat mengatasi semua jenis limbah dan tergantung pada karakter limbah sehingga diperlukan analisa kimia maupun fisika untuk evaluasi dan karakterisasi. Baca lebih lanjut

Ozon, Kawan atau Lawan

(Oleh Dr Anto Tri Sugiarto MEng Peneliti KIM-LIPI)

Mendengar kata ozon, rasanya sudah tak asing lagi bagi kita. Ozon menjadi pusat perhatian, ketika masyarakat internasional ramai membicarakan akan diketemukannya “ozone hole” pada lapisan ozon di atas atmosfer daratan antartika oleh para peneliti dari BAS (British Antarctic Survey) pada tahun 1984.

Selain ozon di atas atmosfer, kita mengenal keberadaan ozon yang ada disekeliling kita. Ozon mulai banyak dipergunakan dalam berbagai kegiatan industri, pengawetan bahan makanan, dan sterilisasi peralatan kedokteran.

Disisi lain ozon merupakan gas beracun yang sangat berbahaya. Ozon merupakan zat yang mudah bereaksi dengan molekul lain disekitarnya. Ozon diudara dalam konsentrasi sekitar 1 ppm (satu dalam satu juta) dapat mengakibatkan orang sulit untuk bernapas, dan pada kandungan di atas 50 ppm, ozon akan dapat membawa kita pada kematian. Baca lebih lanjut

Belajar kimia

Apa sih yang di namakan kimia itu : adalah suatu proses perubahan atau pertukanaran dari suatu zat menjadi zat lain yang sederhana atau turunannya, sedangkan ilu kimia adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang struktur, proses, reaksi dan perubahan dari satu bagian yang terdapat di bumi ini Baca lebih lanjut

Rangkuman

Rangkuman  Laju reaksi

  1. Laju atau kecepatan didefinisikan sebagai jumlah suatu perubahan tiap satuan waktu. Satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun.
  2. Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju, yang ditentukan melalui percobaan dan tidak dari persamaan reaksinya.
  3. Penentuan persamaan laju dalam suatu percobaan, salah satunya dengan menggunakan metode laju awal.

Rangkuman  Teori Tumbukan

  1. Menurut teori tumbukan, reaksi dapat terjadi jika partikel pereaksi saling bertumbukan. Akan tetapi hanya tumbukan antar partikel yang memiliki energi minimum tertentu dan arah yang tepat yang menghasilkan reaksi. Sehingga, kelajuan reaksi bergantung pada: (a) frekuensi tumbukan, (b) freaksi partikel yang memiliki energi minimum tertentu, dan (c) freaksi yang mempunyai arah yang sesuai.
  2. Energi pengaktifan adalah energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif.
  3. Frekuensi tumbukan dapat diperbesar dengan memperbesar konsentrasi atau memperluas permukaan zat padat.
  4. Freaksi molekul yang mencapai energi pengaktifan dapat ditingkatkan dengan menaikkan suhu.
  5. Katalis adalah zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa dirinya mengalami perubahan kimia secara permanen.
  6. Katalisator dapat mempercepat reaksi karena membuat tahap reaksi dengan energi pengaktifan yang lebih rendah.
  7. Mekanisme reaksi adalah serangkaian reaksi tahap demi tahap yang terjadi berturut-turut selama proses perubahan pereaksi menjadi produk.
  8. Setiap tahap dalam mekanisme reaksi berlangsung dengan laju yang berbeda. Laju reaksi keseluruhan ditentukan oleh tahap yang berlangsung paling lambat.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Konsentrasi

Telah diuraikan dalam teori tumbukan, perubahan jumlah molekul pereaksi dapat berpengaruh pada laju suatu reaksi. Kita telah tahu bahwa jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1 liter larutan dinamakan konsentrasi molar. Bila konsentrasi pereaksi diperbesar dalam suatu reaksi, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat laju reaksi.

Bila partikel makin banyak, akibatnya lebih banyak kemungkinan partikel saling bertumbukan yang terjadi dalam suatu larutan, sehingga reaksi bertambah cepat. Perhatikan Gambar 8, apa yang terjadi bila dalam suatu kolam makin banyak perahu yang berjalan? Pasti akan terjadi banyak kemungkinan saling bertabrakan. Baca lebih lanjut

Teori Tumbukan

Pengaruh dari berbagai faktor tersebut terhadap laju reaksi dapat dijelaskan dengan teori tumbukan. Menurut teori ini, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antar partikel pereaksi. Akan tetapi, tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukan antar partikel yang memiliki energi cukup serta arah tumbukan yang tepat. Jadi laju reaksi akan bergantung pada tiga hal berikut: Baca lebih lanjut

Penentuan Persamaan Laju Reaksi

Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi secara kuantitatif hanya dapat diketahui dari hasil eksperimen. Sebagai contoh, penentuan persamaan laju dengan metode laju awal. Mari kita perhatikan reaksi antara hydrogen (gas) dengan nitrogen mono oksida (gas) yang secara kinetika dapat diamati dari perubahan tekanan campuran yang berkurang, karena empat molekul pereaksi menghasilkan tiga molekul produk menurut reaksi. 2H2 (g) + 2 NO (g) ———-2 H2O (g) + N2 (g) Baca lebih lanjut

Orde Reaksi

Salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi adalah konsentrasi, namun seberapa cepat hal ini terjadi? Menemukan orde reaksi merupakan salah satu cara memperkirakan sejauh mana konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju reaksi tertentu.

Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Sebagai contoh, v = k [A]m [B]n, bila m=1 kita katakan bahwa reaksi tersebut adalah orde pertama terhadap A. Jika n=3, reaksi tersebut orde ketiga terhadap B.

Orde total adalah jumlah orde semua komponen dalam persamaan laju: n+m+….

Pangkat m dan n ditentukan dari data eksperimen, biasanya harganya kecil dan tidak selalu sama dengan koefisien a dan b. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara jumlah pereaksi dan koefisien reaksi dengan orde reaksi. Secara garis besar, beberapa macam orde reaksi diuraikan sebagai berikut: Baca lebih lanjut

Komite Nasional Responsible Care® Indonesia

Definisi dan pendekatan kegiatan sukarela

Responsible Care® adalah tindakan sukarela berdasarkan prinsip “keputusan pribadi” dan tanggung jawab pribadi. Dengan Responsible Care®, perusahaan yang melegalisasi pembuatan atau menangani bahan kimia, membuat sebuah komitmen publik dalam prinsip manajemen mereka untuk melindungi Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan. Komitmen ini akan diimplementasikan dalam seluruh fase daur bahan kimia, dimulai dari pengembangan, pembuatan pabrik / proses produksi dan distribusi, konsumen terakhir serta pembuangan sampah/limbah. Setiap perusahaan diharapkan berusaha keras mencari setiap kemungkinan atau jalan untuk mencapai target dan tujuannya.

Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan

Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan meliputi perlindungan lingkungan, pengamanan operasional, pencegahan bencana, keselamatan dan kesehatan, serta keamanan atas produk bersubstansi kimia. Baca lebih lanjut

PEMANFAATAN ALGAE CHLORELLA PYRENOIDOSA UNTUK MENURUNKAN TEMBAGA (Cu) PADA INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

Benny Syahputra[*]

ABSTRAK

Ion tembaga (Cu) termasuk ion yang berbahaya apabila dibuang ke badan air karena bersifat toksik. Pengolahan kadar Cu dapat dilakukan dengan memanfaatkan algae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume algae yang paling efektif dan efisien dalam menurunkan kadar tembaga (Cu) limbah cair pelapisan logam.

Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat variasi volume algae (Chlorella pyrenoidosa 400 ml/l, 600 ml/l, 800 mI/I dengan waktu pengamatan 7 hari. Sampel limbah diambil sebanyak 4 liter per ember dengan jumlah ember 12 buah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (CRD) dengan 3 kali ulangan. Analisis kandungan tembaga (Cu) dilakukan sebelum dan sesudah pengamatan selama 7 hari di laboratorium Baca lebih lanjut

Perubahan Iklim Bahayakan Mutu Air, Pangan

Perubahan iklim diketahui telah membahayakan kualitas dan ketersediaan air dan pangan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi nutrisi dan kesehatan manusia.

Perubahan iklim juga menyebabkan badai, gelombang panas, kekeringan dan banjir yang lebih sering, dan telah memperburuk kualitas udara, kata Sekjen PBB dalam pernyataan tertulisnya.

“Peringatan Hari Kesehatan Dunia tahun ini adalah satu kesempatan untuk memperluas pandangan itu dengan menyoroti ancaman kesehatan yang kita hadapi akibat pemanasan global,” katanya. Baca lebih lanjut

MENGUNGKAP PROSES TERJADINYA HUJAN ASAM

Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahun dan teknologi (iptek), semakin tinggi pula aktivitas kegiatan ekonomi manusia, di antaranya dengan semakin pesatnya perkembangan proses industrialisasi dan sistem transportasi. Sebagai konsekuensi logis, maka semakin meningkat pula zat-zat polutan yang dikeluarkan kegiatan industri maupun transportasi tersebut. Keberadaan zat-zat polutan di udara ini tentu akan berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara. Salah satu dampaknya ialah dengan terjadinya hujan asam.

Istilah hujan asam pertama kali digunakan Robert Angus Smith pada tahun 1972. Ia menguraikan tentang keadaan di Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris. Hujan asam ini pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi asam. Deposisi asam terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup oleh asam yang ada dalam udara. Baca lebih lanjut

Bersandar pada beras Thailand

Jika ada yang disebut lumbung padi dunia, maka salah satunya adalah kawasan Suphan Buri, sekitar 150 km dari ibukota Thailand, Bangkok.Suphan Buri merupakan propinsi dengan tingkat produktifitas padi tertinggi di Thailand, dan Thailand selama beberapa tahun merupakan eksportir beras terbesar di dunia. Lahan di Suphan Buri bisa menghasilkan panen sampai 4 kali setahun, dan kesuburan tanah itu membuat warganya terbebas dari beban hutang.  

Beberapa tahun lalu, para petani di Suphan Buri terlilit hutang namun harga beras yang meningkat terus telah meningkatkan pendapatan mereka. Tahun ini harga beras eningkat sampai 50% dibanding tahun lalu dan diperkirakan masih akan terus meningkat. Baca lebih lanjut

Cerita di Balik Penemuan-penemuan Ilmiah

Oleh M. Alaudin (Mahasiswa S2 Kimia ITB)

Cerita di balik karya-karya besar para saintis menarik untuk dikaji. Sebuah cerita dapat menjadi inspirasi dan motivasi dalam berkarya. Ada satu hal yang menarik dari cerita-cerita di balik penemuan besar di bidang sains. Ternyata, tidak selamanya sesuatu yang hebat dilatarbelakangi oleh sesuatu yang luar biasa, diantaranya ada yang “hanya” disebabkan oleh ketidaksengajaan.

Daniel E. Koshland Jr., seorang profesor Biokimia molekuler dan Biologi sel di University of California, dalam artikelnya membagi proses-proses penemuan ilmiah menjadi tiga kategori (Science vol. 317, hal. 761). Kategori tersebut adalah “Charge, Challenge, dan Chance“, yang kemudian disebutnya dengan teori Cha-Cha-Cha. Penemuan yang termasuk dalam kategori Charge merupakan penemuan-penemuan yang didasarkan pada masalah-masalah yang sudah jelas namun belum ada penyelesaiannya atau penjelasannya secara ilmiah. Koshland memberikan contoh untuk kategori ini adalah penemuan teori gravitasi oleh Newton. Semua orang pada saat itu tentu tahu bahwa benda akan selalu jatuh ke bawah, namun tidak tahu bagaimana hal itu dapat terjadi. Setiap orang dapat saja mengalami hal yang sama dengan Newton, melihat buah apel jatuh dari pohon, tetapi tidak menyadari di balik kejadian itu ada suatu teori besar yang bisa muncul. Baca lebih lanjut

Ancaman Polutan Dalam Ruangan

Oleh Tomi Rustamiaji, S.Si (Institut Teknologi Bandung)

Kita umumnya berpikir otomotif dan industri adalah sumber utama dari polusi. Pakta Clean Air tahun 1970, direvisi tahun 1990, telah berhasil mengurangi beberapa emisi di ruang terbuka; namun ancaman polutan seseorang mungkin lebih besar berada di dalam ruangan dibandingkan di ruang terbuka.

Sebagai contoh, cat kuku melepaskan lebih banyak formaldehida / formalin (H2CO) dibandingkan dengan papan kayu yang umum digunakan di konstruksi bangunan di amerika. Formaldehida adalah sebuah senyawa organik yang volatil (SOV), dan umum digunakan sebagai pembersih lantai dan bahan pelapis.Benzen (C6H6), sebuah SOV lainnya adalah bahan karsinogen. Baca lebih lanjut

Susu Formula Tercemar Sudah Ditarik

JAKARTA — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan produk susu formula dan makanan bayi yang diduga mengandung bakteri Enterobacter sakazakii oleh peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) jauh-jauh hari sudah ditarik dari pasaran. Penelitian yang dilakukan pun tidak terjadi saat ini, melainkan dalam kurun 2003 hingga 2006.

 ”Produk yang dimaksud sudah ditarik dari pasaran. BPOM meyakini saat ini tak ada lagi susu tercemar yang beredar di pasaran,” ujar Kepala BPOM, Husniah Rubiana Thamrin Akib, Rabu di Jakarta. Bahkan, katanya, BPOM sudah melakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap sampel produk tersebut sepanjang 2007 untuk mendeteksi kemungkinan pencemaran. ”Kalau produk bersangkutan ada yang bermasalah, kita panggil produsennya dan minta mereka memperbaiki produknya.” Baca lebih lanjut

Ketahanan Pangan dan Reforma Agraria

Jakarta – Sebuah publikasi dari Badan PBB untuk Urusan Pangan dan Pertanian (FAO) menyebut bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang terancam rawan pangan. Ini adalah peringatan dan pemerintah harus mengambil kebijakan-kebijakan strategis di bidang pangan dan pertanian. Ironisnya, sektor pertanian di Indonesia seperti anak tiri. Petani tidak lagi menjadi salah satu pilar dalam pemberdayaan ekonomi. Sektor tersebut mulai ditinggalkan karena kemampuan produksinya yang menurun.

Pada saat ini, pangan dan energi semakin menjadi komoditas strategis dunia. Jumlah penduduk yang besar dan usaha meningkatkan gizi yang maksimal di setiap negara semakin tinggi. Saat yang sama, kegiatan ekonomi semakin intensif sehingga memerlukan energi yang banyak. Baca lebih lanjut

Bio Toilet Pertama di Indonesia

BANDUNG, SENIN – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan teknologi Bio Toilet pertama di Indonesia guna menjawab kebutuhan toilet hemat air bersih dan efektif di kawasan pemukiman padat penduduk.

“Bio Toilet ini dikembangkan akhir 2007 lalu, khusus dirancang tidak menimbulkan pencemaran sungai atau lingkungan,” kata Peneliti Bidang Energi LIPI, Muhammad Effendi, di Bandung, Senin (10/3).

Ia mengatakan, bio toilet itu didesain khusus tidak menimbulkan pencemaran karena kotorannya ditampung ke dalam dry box yang terbuat dari baja dan lapisan stainless steel yang cukup tebal. Dry box itu, lanjut dia, diisi juga dengan serbuk gerjagi yang berfungsi untuk menyerap cairan dan bau yang dihasilkan dari kotoran. Baca lebih lanjut

Virus Sakazaki

Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan sejumlah susu formula bayi terkontaminasi bakteri Eenterobacter Sakazaki. Bakteri bisa mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf otak bayi, penyakit Enteritis, Sepsis, dan Meningitis.
Ahli Hispatologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB Sri Estuningsih, mengungkap temuan ini setelah meneliti sejak 2003 hingga 2006. Dari 22 sampel susu formula bayi yang beredar di pasaran, sepertiganya terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazaki. Bakteri amat berbahaya bagi berumur di bawah satu tahun.

Sri menambahkan sampel susu formula yang diteliti berasal dari produk lokal. Dari 12 isolat yang diuji terdapat 6 isolat yang menghasilkan Enteroksin. Menurut dia, hasil pengamatan hispatologis saat ini masih membutuhkan penelitian mendalam.

Paling Cuma Bikin Bayi Mencret

Itulah yang dikatakan Kepala BPOM dan Menteri Kesehatan terkesan tak ambil pusing terkait dugaan adanya kebocoran standar higienitas pembuatan susu formula untuk bayi sehingga dianggap beracun (harian KONTAN-25 Februari 2008).
BPOM menyatakan tidak akan menindaklanjuti temuan susu mengandung bakteri. Menurut Kepala BPOM dokter Husniah Rubiana, penelitian yang dilakukan IPB itu berlangsung dalam kurun waktu 2003 hingga 2006. Karenanya, BPOM meyakini saat ini tidak ada lagi susu beracun yang beredar di pasaran [baca: BPOM: Susu Beracun Tak Beredar di Pasaran ].

Udara Segar Kian Sulit ditemui

Kerusakan lingkungan terus berlangsung, baik di Indonesia maupun negara lainnya. Kerusakan udara terjadi karena polusi yang sudah sangat tinggi, udara menjadi berdebu, berkabut bahkan dipenuhi dengan asap knalpot yang berbau tak sedap serta membuat mata perih. Mungkin ada orang yang menganggap hal tersebut sebagai hal yang normal. Padahal kualitas udara sangat mempengaruhi kesehatan kita. Kemudian, kerusakan hutan terjadi karena penebangan liar yang terus terjadi hingga saat ini. Kerusakan laut, terjadi karena penangkapan/pengambilan sumber daya laut yang tidak memikirkan keseimbangan ekosistem laut. Karena hal-hal tersebut maka negara-negara di dunia mendeklarasikan tanggal 5 Juni 1972 sebagai hari lingkungan hidup. Baca lebih lanjut

Sampah Elektronik Picu Penurunan IQ

Di jaman informasi ini, barang-barang elektronika seperti televisi, komputer, VCD player, tape recorder maupun telepon genggam bukanlah barang asing. . Karena bagi sebagian orang, barang-barang tersebut merupakan kebutuhan vital yang harus dipenuhi seperti layaknya sembako.

Tetapi, seperti barang-barang lainnya, suatu saat jika sudah usang ataupun rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki, barang-barang tersebut akan menjadi rongsokan alias sampah yang layak untuk dibuang. Baca lebih lanjut

ADSORPSI Ag(I) DAN Ni(II) PADA HIBRIDA AMINO-SILIKA

Dalam penelitian ini telah dipelajari pembuatan adsorben hibrida amino silika (HAS) untuk adsorpsi ion logam Ag(I) dan Ni(II).    

            Penelitian ini diawali dengan pembuatan natrium silikat dari abu sekam padi dengan larutan 4 M NaOH. Pembuatan adsorben hibrida amino silika melalui proses sol-gel dilakukan dengan menambahkan larutan HCl 3 M ke dalam campuran  larutan (3-aminopropil)-trimetoksisilan (APS) dan natrium silikat sampai pH 7. Adsoben yang dihasilkan dikarakterisasi dengan difraktometri sinar-X (XRD), spektroskopi inframerah (FTIR), dan analisis luas permukaan (SAA). Adsorpsi Ag(I) dan Ni(II) dilakukan dengan sistem batch selama 60 menit dengan variasi konsentrasi ion logam. Ion logam yang teradsorpsi dihitung dari selisih konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi yang dianalisis dengan AAS. Data yang dihasilkan, digunakan untuk menentukan parameter termodinamika dengan model isotherm adsorpsi Langmuir.

Hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan bahwa HAS telah dapat disintesis dengan ditunjukkan oleh munculnya serapan inframerah dari gugus fungsional silanol (Si-OH), siloksan (Si-O-Si), amin (-NH2) dan metilen (-CH2-). Dari data XRD diketahui bahwa HAS yang didapat berstruktur amorf. Hasil SAA menunjukkan bahwa hibridisasi menurunkan luas permukaan spesifik dan volume total pori HAS, tetapi tidak mempengaruhi diameter porinya. Hasil kajian adsorpsi Ag(I) dan Ni(II) menunjukkan bahwa penambahan senyawa APS lebih banyak pada hibridisasi menurunkan kapasitas adsorpsi, tetapi meningkatkan energi adsorpsi Ag(I), sedangkan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi Ni(II) meningkat. Berdasarkan energi total yang menyertai adsorpsi, maka interaksi antara adsorben dan ion Ag(I) terjadi melalui kemisorpsi sedangkan ion Ni(II) terjadi melalui fisisorpsi.

oleh : Moehlis Bassir

Lomba Adiwiyata

kabar terbaru dari sekolah bahwa sekolah kita ditunjuk
oleh dinas pendidikan kota madiun untuk mengikuti lomba
adiwiyata lomba ini adalah lomba lingkungan hidup serta
pengelolaan limbah saya mohon doa dari semua alumni karena
dalam lomba ini nantinya diharapkan selain bersih sekolah
kita juga hijau atau istilah boso alusnya green and clean
demikian sekilas info

dari

S.TAVIP RIJANTO
Kepala Sekolah SMK 3 Madiun

PROGRAM IGOS RISTEK 2008

Deputi Menneg Ristek Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IPTEK (PPI), Idwan Suhardi  didampingi Asisten Deputi Urusan Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi, Kemal Prihatman memberikan keterangan pers mengenai capaian dan rencana program IGOS 2008 di Kementerian Negara Ristek (KNRT), 18 Januari 2008. Maksud dari memberikan keterangan pers itu untuk mengulas balik semangat IGOS (Indonesia, Go Open Source) yang telah dicangkan sejak 2004 oleh 5 instasi (KNRT, Depkominfo, Depkumham, Depdiknas, dan MenPan) menuju Indonesia bebas dari pembajakan  (Be Legal) khususnya pembajakan perangkat lunak Baca lebih lanjut

Masihkah Iptek Tersungkur di 2008?

Jakarta, NTT Online – Industri dalam negeri di Indonesia kebanyakan masih sekedar menghasilkan produksi “gelondongan”, istilah yang dipakai Menristek kusmayanto Kadiman untuk menyebut industri yang sekedar menjual hasil alam, tanpa proses produksi.

Istilah gelondongan awalnya berasosiasi dengan industri di sektor kayu yang menjual kayu gelondongan ke pasar internasional, padahal kayu bisa diproses ke berbagai bentuk dari mulai mebel sampai bubur kertas sebelum dijual keluar.Hasil alam mentah, seperti berbagai jenis logam, minyak bumi, kayu, karet, hingga minyak sawit, tegas mantan Rektor ITB itu, jika diproses di dalam negeri menjadi berbagai produk hilir akan menghasilkan surplus yang berkali-kali lipat di dalam negeri.“Karena itu, perlu ditekankan bagaimana memutar bahan mentah itu lebih dulu di dalam negeri sebelum dijual, semakin banyak proses dilakukan di dalam negeri semakin banyak tenaga kerja yang terlibat, maka semakin banyak surplusnya,” katanya suatu kali.Untuk memproses suatu barang mentah menjadi produk-produk hilir itulah diperlukan inovasi, riset dan pengembangan yang terus-menerus.Sayangnya, kebanyakan industri manufaktur di Indonesia merupakan perusahaan multinasional, kepanjangan tangan dari perusahaan induk di negara-negara maju yang hanya merelokasi pabrik untuk pasarnya di Indonesia, dan sangat sedikit melakukan inovasi di negeri ini. Baca lebih lanjut

Resolusi dalam Revolusi

How can you stop, the Sun from shining What makes the World go round… (“How Can You Mend a Broken Heart”, The Bee Gees) Menarik juga lagu The Bee Gees yang legendaris itu. Bagaimana dalam lirik sebuah lagu yang berkisah tentang patah hati bisa disisipkan fakta ilmiah yang penting itu. Ya, karena Matahari (bersinar)-lah lalu Bumi—dengan segenap kehidupan yang ada di atasnya—bisa bergerak mengelilinginya. Gerakan yang disebut sebagai revolusi inilah yang melahirkan tahun, yang pergantiannya baru saja dirayakan oleh umat manusia di berbagai penjuru dunia. Baca lebih lanjut

Pengamanan Dasar untuk Komputasi Rumah

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar dalam pemakaian komputer di rumah (komputasi rumah) dapat berjalan dengan aman dan nyaman.Tiga Langkah MudahSebagai pengguna komputer di rumah, dalam mengakses Internet baik melalui koneksi broadband maupun secara tradisional mempergunakan dial up, Anda sebaiknya melakukan minimal tiga langkah pengamanan dasar berikut ini untuk melindungi kenyamanan proses komputasi Anda di rumah: Baca lebih lanjut

Perkembangan Rumah Prefabrikasi

Rumah prefabrikasi (disingkat prefab) adalah rumah yang kontruksi pembangunannya cepat karena menggunakan modul hasil fabrikasi industri (pabrik). Komponen-komponennya dibuat dan sebagian dipasang oleh pabrik (off site). Setelah semuanya siap, kemudian diangkut ke lokasi, disusun kembali dengan cepat, sehingga tinggal melengkapi utilitas (utility) serta pengerjaan akhir (finishing). Dengan demikian, beberapa manfaat seperti waktu konstruksi yang cepat, lingkungan pembangunan yang lebih bersih, dan biaya yang lebih murah, dapat diraih. Karena biasanya berdasar atas modul, maka keleluasaaan pemilihan disain pun menjadi terbatas pada apa yang telah tersedia. Namun ini tidak mengurangi minat pasar untuk terus menggunakannya.

Dibalik fakta yang dijelaskan di atas, konotasi kata prefabrikasi saat ini mengalami perubahan. Era sebelumnya rumah prefabrikasi hanya mengandung terminologi: material terbatas, massal dan hibrid pada suatu lokasi, moduler, panel, fabrikan (manufactured), dengan sistem semi-fix (pre-engineered system). Baca lebih lanjut

Memajukan Industri Indonesia: Impian atau Realita

Dalam suatu kesempatan jalan-jalan di kawasan Industri MM2100 di Cikarang Barat, Cibitung, Bekasi, saya mencatatkan beberapa kesan spektakuler. Bahwa, ternyata di negara saya, Indonesia tanah air saya ini, ada gugusan industri-industri besar yang dipenuhi dengan peralatan-peralatan produksi serba canggih. Dari nama yang terpampang di depan gerbang MM2100 kentara bahwa sebagian besar penghuni areal kluster industri ini adalah industri asing terutama Jepang. Pertanyaan pokok yang harus kita jawab untuk mengecek keseriusan dalam membangun dunia industri di Indonesia adalah “apakah investasi industri sanggup mengatrol perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nasional atau sekedar menutupi belang ekonomi?”. Baca lebih lanjut

Keajaiban Glass Liquid

Kita tentu mengetahui bahwa Piramid di Mesir, Kuil Parthenon, dan Colosseum hingga saat ini masih bisa kita lihat bentuk bangunan aslinya. Kekuatan dan kokohnya bangunan tersebut tentu sangat menarik untuk dipelajari.

Bangunan, seiring dengan waktu akan semakin rapuh pula kekuatannya, karena pengaruh lingkungan. Tentu menjadi impian semua orang memiliki bangunan yang kuat, tahan lama, dan tahan terhadap api. Harapan-harapan tersebut bisa sedikit terjawab dengan ditemukannya glass liquid. Baca lebih lanjut

Berani Sukses Berani Gagal

  • Strategi “Bobol” ala Purdi E Chandra

MENAPAKI tangga sukses sebagai seorang entrepreneur bagi Presiden Direktur Primagama Grup Purdi E Chandra, bukan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Bagi Purdi yang awalnya hanya bermodalkan Rp 300 ribu untuk mendirikan Primagama, berani mencoba untuk meraih keberhasilan jadi penentu kesuksesan bisnis.

Dalam sebuah seminar kewirausahaan yang digagas oleh Entrepreneur University di Hotel Metro Semarang, baru-baru ini. Dijelaskan pula mengapa seseorang begitu sulit memulai usaha. Baca lebih lanjut

TAHAPAN PEMBUATAN NATA DE COCO

Buah kelapa merupakan bagian paling penting dari tanaman kelapa karena mempunyai nilai ekonomis dan gizi yang tinggi. Air kelapa salah satu bagian buah kelapa yang mengandung sejumlah zat gizi yaitu protein, lemak, gula, sejumlah vitamin, asam amino, clan hormon pertumbuhan.Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media untuk produksi nata de coco. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum, yang berbentuk padat, berwarna putih, transparan, berasa manis clan bertekstur kenyal. Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan. Baca lebih lanjut

HASRAT UNTUK BELAJAR

Meskipun tinggal di Ciloang, di Rumah Dunia, saya jarang sekali meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di sekeliling Desa sekitar. Saya lebih banyak menghabiskan waktu di Rumah Dunia, berkutat dengan buku dan komputer. Padahal Gola Gong selalu menasehati saya untuk meluangkan waktu melihat lingkungan sekitar. Gola Gong selalu mengingatkan bahwa salah satu cara belajar terbaik adalah dengan Baca lebih lanjut

mengenal dan menangkal radikal bebas

Sampai permulaan abad ke 20, tidak seorangpun percaya bahwa suatu
senyawa bernama radikal bebas dapat berada dalam keadaan bebas. Para
ilmuwan masih menggunakan istilah radikal bebas untuk suatu kelompok
atom yang membentuk suatu molekul. Perubahan terjadi ketika pada
abad ke 20 seorang Rusia bernama Moses Gomberg yang lahir di
Blisavetgrad pada tahun 1866, membuat radikal bebas organik pertama
dari trifenilmetan, senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan
dasar berbagai zat pewarna. Baca lebih lanjut

wejangan

Pertama , Kita tidak boleh sombong . Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang tinggi hati akan direndahkan . Sebaliknya , orang yang rendah hati akan di tinggikan pada waktunya .

Kedua , Setinggi apa pun pendidikan kita , kita tidak mungkin menguasai semua ilmu , apalagi ketrampilan .

Ketiga , Kita membutuhkan orang lain , tidak peduli seberapa rendah pendidikan orang itu

monggo…bijak.doc

jika kuli

Banyak orang bilang “Kalau mau kaya, jangan lama-lama jadi karyawan. Keluar dan bukalah usaha sendiri.” Pertanyaannya: betulkah bekerja sebagai karyawan tidak bisa membuat Anda jadi kaya? Jawabannya: ternyata tidak betul…! Dalam buku ini, ada 5 kiat agar seorang karyawan bisa jadi kaya: 1. Beli & Miliki Sebanyak Mungkin Harta Produktif, 2. Atur Pengeluaran Anda, 3. Hati-hati dengan Utang, 4. Sisihkan untuk Masa Depan, 5. Miliki Proteksi. Dipenuhi dengan sejumlah contoh serta langkah praktis untuk setiap kiatnya, buku ini pantas menjadi pegangan bagi Anda yang bekerja sebagai karyawan.

selengkapnya…

siapa bilang jadi karyawan nggak bisa kaya.pdf