Fotosintesis dan Cahaya


Fotosintesis adalah sebuah proses kimia yang namanya dikenal hampir oleh semua orang yang pernah bersekolah. Tetapi, kebanyakan orang tidak menyadari betapa sangat pentingnya proses ini bagi kehidupan di atas bumi, atau misteri apa yang ada di dalam proses ini.

Pertama, mari kita lupakan ilmu kimia SMU kita, dan perhatikan rumus reaksi fotosintesis ini:

6H2O + 6CO2 + cahaya matahari Z C6H12O6 + 6O2 Glukosa

Artinya: Air dan karbondioksida dan cahaya matahari menghasilkan gula dan oksigen.

Secara lebih terperinci, yang terjadi dalam reaksi kimia ini adalah, enam molekul air (H2O) bergabung dengan enam molekul karbondioksida (CO2) dalam reaksi yang mendapatkan energi dari sinar matahari. Saat reaksi selesai, hasilnya adalah sebuah molekul glukosa (C6H12O6), gula sederhana yang merupakan elemen makanan yang penting, dan enam molekul gas oksigen (O2). Sebagai sumber semua makanan di planet kita, glukosa mengandung energi yang sangat besar. Baca lebih lanjut

FORMALIN YANG KONTROVERSIAL

Akhir-akhir ini nama formalin memang sedang naik daun, hampir setiap orang membicarakannya. Akibat pemberitaan formalin efeknya sangat besar. Pernyataan Menko Kesra, Menkop dan UKM menyatakan : Omzet industri makanan dan minuman menurun 40-50 % dalam dua pekan ini, Sekitar 25 % atau 2 Juta unit produsen makanan dan minuman mengalami penurunan omzet, berpotensi terjadi kehilangan lapangan pekerjaan, Data di PT Bogasari, omzet penjualan mi basah turun sekitar 40 %. Sebanyak 1.619 pengusaha kecil dan menengah menghentikan usaha sementara. Benarkah formalin merupakan suatu masalah yang baru ?

Badan POM memang benar-benar jago mengemasnya. Masalah formalin sebenarnya adalah masalah klasik yang sejak dulu ada. YLKI melalui Warta Konsumen tahun 1991 melaporkan bahwa 86,49 % mie basah yang diambil sebagai contoh yang berasal dari daerah Yogyakarta, Semarang dan Surabaya mengandung asam borat (boraks) dan 76 % mie basah mengandung boraks dan formalin secara bersama-sama.

Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan kadar 36-40 %. Formalin biasanya juga mengandung alcohol (methanol) sebanyak 10-15 % yang berfungsi sebagai stabilisator supaya formaldehidanya tidak mengalami polimerisasi. Secara alami formalin dapat ditemui dalam asap proses pengasapan makanan , yang bercampur dengan fenol,keton dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan dan mata.

Udara yang mengandung formaldehida dengan kadar 5 mg/l atau lebih dapat membahayakan kesehatan manusia. Synonyms Formalin : Formic Aldehyde ; Paraform; Formol; Formalin (Methanol –Free); Fyde; Formalith; Methanal; Methyl Aldehyde; MethyleneGlycol; Methylene Oxide; Tetraoxymethalene; Oxomethane; Oxymethylene.

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala sebagai berikut : sukar menelan, mual,sakit perut yang akut disertai muntah-muntah,mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Formalin yang bersifat racun tersebut tdak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes.Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia ( PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37 % formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.Formalin bagi tubuh manusia diketahui sebagai zat beracun, karsinogen yang menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,berikut adalah dampak buruk formalin bagi tubuh manusia.

  1. Kulit : iritatif,kulit kemerahan,kulit seperti terbakar,alergi kulit
  2. Mata : iritatif,mata merah,dan berair,kebutaan
  3. Hidung : Mimisan
  4. Saluran Pernafasan : iritasi lambung,mual,muntah,mules
  5. Hati : Kerusakan Hati
  6. Paru-paru : radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)
  7. Saraf : Sakit kepala,lemas,susah tidur,sensitif, sukar konsentrasi,mudah lupa
  8. Ginjal : kerusakan ginjal
  9. Organ Reprodukdi : Kerusakan testis dan ovarium, gangguan menstruasi, sekunder )

Dosis akut pada percobaan rats dan mouse adalah sebagai berikut :

§         Oral, Rats LD50=800 mg/Kg

§         Oral, Mouse LD50=42 mg/Kg

Namun ada juga pendapat kontroversi yang cukup mengejutkan, ternyata kandungan formalin pada bahan makanan tidak akan menimbulkan efek negatif bagi manusia.Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakaan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mi basah 20 mg/kg mi. Selain itu formalin yang masuk ke tubuh manusia akan diurai dalam waktu 1,5 menit menjadi CO2 dan air seni. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta Dr Yuswato mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya pada tahun 2002, kandungan formalin pada mi basah di pasar Jogja sekitar 20 mg/kg. Kadar itu belum signifikan menimbulkan toksifikasi bagi tubuh manusia.

 Dikatakan buah-buahan dan sayuran juga juga mengandung zat formalin sebagai hasil proses biologis alami. Daging sapi mengandung formalin kira-kira 30 mg dan kerang laut mengandung formalin 100 mg per kg, tetapi formalin yang dihasilkan dari proses alami. Menurut Dr. Yuswanto, kandungan formalin baru menimbulkan bahaya jika dihirup alat pernafasan. Jika hanya dicerna alat pencernaan, formalin tidak akan menimbulkan risiko negatif. Perokok juga berpotensi menghirup formalin dari setiap batang rokok yang dikonsumsinya. Ketika setiap hari mengisap 20 batang rokok, sama dengan menghirup 10 mg formalin ( Jawa Pos, 8 Januari 2006)

WHO dalam buku, Guidelines for drinking water quality, menyatakan bahwa formadehyde ditemukan dalam air sebagai hasil dari oksidasi material organic selama terjadinya proses ozonisasi dan chlorinasi, juga dihasilkan sebagi proses polyacetal plastic fittings. Konsentrasi yang ditemukan adalah 30 mg/lt. Formaldehida menunjukan Carcinogenic, pada tikus melalui proses inhalasi dan menyebabkan iritasi pada nasal ephithelium. Masuknya formaldehyde selama 2 tahun menyebabkan iritasi pada perut, ini ditemukan dalam salah satu studi menggunakan tikus.Konsentrasi formaldehyde yang direkomendasikan oleh WHO dalam air adalah sebesar 0,9 mg/Lt (900 mg/lt), dengan asumsi bahwa ada potensi bahaya, namun informasi mengenai efek terhadap kesehatan terbatas. Dari beberapa penelitian/kajian yang ada belum dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa formaldehyde adalah teratogenic atau karsinogenik, tetapi paling tidak harus dipertimbangkan sebagai bahan yang potensial bersifat racun. Menurut dr. Tjandra Yoga Aditama, formaldehyde merupakan bahan yang diduga karsinogen pada manusia.

Berikut adalah petunjuk suatu zat dikatakan menyebabkan kanker (carcinogenic) yang dikeluarkan oleh EPA (Environmental Protection Agency)

         A= Bukti pada manusia “Cukup”, sedangkan Bukti pada Hewan “Cukup”/”Terbatas”/”Kurang”/” Tanpa Data”/ “Bukti Negatif”

         B1= Bukti pada manusia “Terbatas”, sedangkan Bukti pada Hewan “Cukup”/”Terbatas”/”Kurang”/” Tanpa Data”/ “Bukti Negatif”.

         B2= Bukti pada manusia “Kurang”/”Tanpa Data”/’Bukti Negatif” sedangkan Bukti pada Hewan Cukup.

         C= Bukti pada manusia “Kurang”/”Tanpa Data”/” Bukti Negatif” sedangkan Bukti pada Hewan Terbatas.

         D= Bukti pada manusia “Kurang”/”Tanpa Data” /” Bukti Negatif” sedangkan Bukti pada Hewan “Kurang”/”Tanpa data”. Dan Bukti pada manusia “Kurang” sedangkan Bukti pada Hewan “ Bukti Negatif”

         E= Bukti pada manusia “Tanpa Data”/” Bukti Negatif” sedangkan bukti pada Hewan “ Bukti Negatif”

Catatan :

         Bukti pada manusia, didapat melalui penelitian secara epidemiologis, sedangkan bukti pada hewan didapat dengan percobaaan laboratorium

         Karena keterbatasan kemampuan software, A,B1,B2,C,D,E tidak bias ditampilkan dalam bentuk table.

         Kelompok A Carsinogen pada manusia

         Kelompok B1 Diperkirakan merupakan carsinogen manusia. Dalam kasus tersebut bukti dari penelitian hewan tidak dianggap relevan

         Kelompok B2 Terbukti merupakan carsinogen pada binatang tapi merupakan carsinogen yang tidak kuat pada manusia

         Kelompok C Kemungkinan besar Carsinogen pada manusia

         Kelompok D Tidak diklasifikasikan sebagai carsinogen manusia

         Kelompok E Bukti carsinogenitas bukan manusia

Sedangkan menurut The International Agency for Research on Cancer (IARC), pembagiannya adalah sebagai berikut :

Group 1 The agent is carcinogenic to humans

Group 2A The agent is probably carcinogenic to humans

Group 2B The agent is possibly carcinogenic to humans

Group 3 The agent is not cassifiable its carcinogenicity to humans

Group 4 The agent is probably not carcinogenic to humans

Pada bulan Juni 2004, 24 orang ilmuwan dari 10 negara, berkumpul untuk membahas mengenai formaldehide, dan akhirnya IARC memutuskan bahwa formaldehide yang sebelumnya masuk dalam Group 2A menjadi masuk dalam Group 1.
Kembali ke kasus formalin, karena bahan tersebut tidak diperkenankan sebagai bahan tambahan makanan, maka diperlukan keterlibatan semua pihak , adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :

1.  Mengatur tata niaga formalin, sehingga formalin benar-benar digunakan semestinya.

2.  Memberi penyuluhan/pelatihan kepada pedagang makanan minuman , baik mengenai kesehatan makanan minuman maupun tehnik produksi yang benar.

3.  Membentuk asosiasi/paguyuban diantara pedagang.

4. Menginformasikan secara berkala hasil uji petik makanan secara berkala kepada masyarakat (Sebagai Public Warning)

5.  Mengubah perilaku konsumen

Bagimanapun hukum pasar berlaku dalam kasus formalin, tahu walaupun berformalin akan laku jika konsumen ingin tahu yang kenyal. Produsen sangat tergantung kepada konsumen, untuk itu penyuluhan kepada masyarakat wajib juga dilakukan.


Daftar Pustaka :

1. F.G Winarno,Titi Sulistyowati R, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan, Pustaka Sinar Harapan ,Jakarta,1994.

2. ————-, PB PAPDI soal Formalin, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, Kompas 3 Januari 2006

3. ————-, Formalin di Maknan Tidak Berbahaya, Jawa Pos, 6 Januari 2006

4. Depkes R.I.,Keputusan Mentyeri Kesehatan R.I. Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

5. U.S. Departemen Of Labor, Occupational Safety & Helath Administration (OSHA), Regulation (Standar-29 CFR) Subtance tehnical guidelines for formalin –1910.1048 App A,www.osha.gov , accescesd 12 Januari 2006

6. Indonesis-Australia, Proyek Pelatihan Khusus Tahap II, Kursus Kesehatan Lingkungan, AusAid-Depkes R.I, 2001

7. Guidelines for Drinking Water Quality Third Edition Volume 1 : Recommendations,WHO,Oktober 2004.

8. IARC Monograph on the Evaluation of Carconogenic Risk to Humas, http://www-cie.iarc.fr/htdocs/announceements/vol88.htm, Accesced 12 Januari 2006

9. Tjandra Yoga Aditama, Polusi Udara dan Kesehatan, Penerbit Arcan, 1992.

Penulis:
I Dewa Made Widaryana.

Staf Seksi Penyehatan Lingkungan

Dinas Kesehatan Prop. Jateng

Diakses oleh : arifin_pararaja                            

 

Makrozoobentos; Indikator Perairan Air Tawar

Oleh : arifin_pararaja

 

Pada saat ini kesadaran akan lingkungan yang bersih dan aman sudah meningkat. Masalah pencemaran sudah menarik banyak kalangan,  mulai lapisan bawah sampai pejabat tinggi pemerintah.

Air merupakan subtrat yang paling parah akibat pencemaran. Berbagai jenis pencemar baik yang berasal dari sumber domestik (rumah-tangga, perkampungan, kota, pasar dan sebagainya) maupun sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan serta sumber-sumber lain) banyak memasuki badan air. Secara langsung ataupun tidak langsung pencemar tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas air, baik untuk keperluan air minum, air industri ataupun keperluan lainnya.

Akibat semakin tingginya kadar buangan domestik memasuki badan air di negara yang sedang berkembang, maka tidak mengherankan kalau berbagai jenis penyakit, secara epidemik ataupun endemik berjangkit dan merupakan masalah rutin dimana-mana.

Di Indonesia misalnya, setiap tahun lebih dari 3.500.000 anak-anak dibawah umur 3 tahun di serang oleh berbagai jenis penyakit perut dengan jumlah kematian sekitar 105.000 orang. Jumlah tersebut akan meningkat lebih banyak pada daerah/tempat yang keadaan sanitasi lingkungannya berada pada tingkat rendah.

Untuk memantau pencemaran air (sungai) digunakan kombinasi parameter fisika, kimia dan biologi. Tapi, sering hanya digunakan parameter fisika seperti temperatur, warna, bau rasa dan kekeruhan air. Ataupun parameter kimia seperti partikel terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologis, partikel tersuspensi (TSS), Amonia (NH3).

Parameter biologis masih jarang digunakan sebagai parameter penentu pencemaran. Padahal, pengukuran menggunakan parameter fisika dan kimia hanya memberikan kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan interpretsi dalam kisaran lebar (Verheyen, 1990)

Dewasa ini beberapa negara maju seperti Perancis, Inggris dan Belgia melirik indikator biologis  untuk mementau pencemaran air. Bahkan sudah dikembangkan hukum mutu air biotik. Di Indonesia belum mempunyai baku mutu air indeks biotik, yang ada hanya baku mutu air untuk parameter fisika dan kimia.

Indikator Biologis digunakan untuk menilai secara makro perubahan keseimbangan ekologi, khususnya ekosistem, akibat pengaruh limbah. Menurut Verheyen (1990), spesies yang tahan hidup pada suatu lingkungan terpopulasi, akan menderita stress fisiologis yang dapat digunakan sebagai indikator biologis.

Dibandingkan dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, indikator biologis dapat memantau secara kontinyu. Hal ini karena komunitas biota perairan (flora/fauna) menghabiskan seluruh hidupnya di lingkungan tersebut, sehingga bila terjadi pencemaran akan bersifat akumulasi atau penimbunan.

Di samping itu, indikator biologis merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Adanya pencemaran lingkungan, maka keanekaragaman spesies akan menurun dan mata rantai makanannya menjadi lebih sderhana, kecuali bila terjadi penyuburan.

Flora dan fauna yang dapat dijadikan indikator biologis pencemaran sungai dapat diamati dari keanekaragaman spesies, laju pertumbuhan struktur dan seks ratio.

Keanekaragaman flora dan fauna ekosistem sungai tinggi menandakan kualitas air sungai tersebut baik/belum tercemar. Tetapi sebaliknya bila keanekaragamannya kecil, sungai tersebut tercemar.

Indikator biologis pencemaran sungai harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a.            Mudah diidentifikasi

b.           Mudah dijadikan sampel, artinya tidak perlu bantuan operator khusus, maupun peralatan yang mahal dan dapat dilakukan secara kuantitatif.

c.            Mempunyai distribusi yang kosmopolit.

d.           Kelimpahan suatu spesies dapat digunakan untuk menganalisa indeks keanekaragaman.

e.            Mempunyai arti ekonomi sebagai sumber penghasilan (seperti ikan), atau hama/organisme penggangu (contoh : algae)

f.             Mudah menghimpun/menimbun bahan pencemar.

g.            Mudah dibudidayakan di laboratorium.

h.            Mempunyai keragaman jenis yang sedikit.

Yang perlu diperhatikan dalam memilih indikator biologi adalah tiap spesies mempunyai respon terhadap pencemaran yang spesifik.

Ikan sulit digunakan sebagai indikator populasi. Lebih mudah menggunakan spesies air lain yang tidak lincah geraknya.

Hasil penelitian Moch. Affandi (1990), hewan bentos makro dan spesies Tubitex Sp dan Malainoides tuberculate merupakan spesies indikator adanya oksigen terlarut (DO) yang rendah dan partikel tersuspensi yang tinggi pada ekosistem perairan sungai.

Alga hijau biru (Microytis sp) meningkat bila perairan banyak dicemari pupuk Nitogen (N). Pencemaran phosphat (PO4) meningkat dapat dilihat dengan meningkatnya kehadiran Alga Hijau Biru (Anabaena sp).

Eceng gondok (Eichornia crassoper) merupakan indikator pencemaran organik. Kekeruhan dan padatan tersuspensi meningkat dapat dilihat dengan menurunnya indikator bentosialter feeders Hydrosyche dan simulium.

Beberapa tingkat pencemaran bahan organik dalam air tawar dan fauna makroinvertebrata sebagai indikator bilogi :

                 Limbah organik yang sangat pekat (DO pada taraf nol) fauna invertebrata hanya golongan cacing dari golongan Tubifex dan Limnodrillus.

                 Kalau kondisi air lebih baik, maka hewan golongan cacing tersebut akan diikuti oleh larva Chrinomous (cacing darah).

                 Pada zona air yang sudah pulih spesies yang khas adalah Asellus aquaticus di samping Chironomus, tetapi ada pula makroinvertebrata seperti Lintah dan Moluska.

Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya.  Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Oey, et al1., 1978).  Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro.  Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993).

Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik.  Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.  Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar ((Allard and Moreau, 1987); APHA, 1992). 

Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang (Kendeigh, 1980; Odum 1993; Rosenberg dan Resh, 1993).  Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993). 

Berdasarkan ukurannya, zoobentos dapat digolongkan ke dalam kelompok zoobentos mikroskopik atau mikrozoobentos dan zoobentos makroskopik yang disebut juga dengan makrozoobentos.  Menurut Cummins (1975), makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3 – 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.  APHA (1992) menyatakan bahwa makrozoobentos dapat ditahan dengan saringan No.  30 Standar Amerika.  Selanjutnya Slack et all.  (1973) dalam Rosenberg and Resh (1993) menyatakan bahwa makrozoobentos merupakan organisme yang tertahan pada saringan yang berukuran besar dan sama dengan 200 sampai 500 mikrometer.

Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida (Cummins, 1975).  Taksa-taksa tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam komunitas perairan karena sebagian dari padanya menempati tingkatan trofik kedua ataupun ketiga.  Sedangkan sebagian yang lain mempunyai peranan yang penting di dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan maupun dari daratan (Janto et all., 1981 dalam Nurifdinsyah, 1993).

Penggunaan makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi.  Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.  Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.  Kemudian oleh para ahli biologi perairan, penge-tahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas per-airan (Abel, 1989; Rosenberg and Resh, 1993).

Metode kualitatif tertua untuk mendeteksi pencemaran secara biologis adalah sistem saprobik (Warent, 1971) yaitu sistem zonasi pengkayaan bahan organik berdasarkan spesies hewan dan tanaman spesifik.  Hynes (1978) ber-pendapat bahwa sistem saprobik mempunyai beberapa kelemahan, antara lain kurang peka terhadap pengaruh buangan yang bersifat toksik.  Tidak ditemukannya makrozoobentos tertentu belum tentu dikarenakan adanya pencemaran organik, sebab mungkin dikarenakan kondisi fisik perairan yang kurang mendukung kehidupannya atau kemunculannya dikarenakan daur hidupnya (Hawkes, 1979). 

Keragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis, merupakan ciri yang unik untuk menggambarkan struktur komunitas di dalam organisasi kehidupan.  Suatu komunitas dikatakan mempunyai keragaman jenis tinggi, jika kelimpahan masing-masing jenis tinggi dan sebaliknya keragaman jenis rendah jika hanya ter-dapat beberapa jenis yang melimpah.

Indeks keragaman jenis (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis, untuk mempermudah dalam menganalisa informasi-informasi jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas.  Diantara Indeks ke-ragaman jenis ini adalah Indeks keragaman Shannon – Wiener.

Perbandingan antara keragaman dan keragaman maksimum dinyatakan se-bagai keseragaman populasi, yang disimbulkan dengan huruf E.  Nilai E ini berki-sar antara 0 – 1.  Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi, begitu pula sebaliknya semakin besar nilai E maka tidak ada jenis yang mendominasi.  Untuk melihat dominasi suatu spesies digunakan indeks dominansi (C).

Berdasarkan nilai indeks keragaman jenis zoobentos, yang dihitung berdasarkan formulasi Shannon-Wiener, dapat ditentukan beberapa kualitas air.  Wilhm (1975) menyatakan bahwa air yang tercemar berat, indeks keragaman jenis zoobentosnya kecil dari satu.  Jika berkisar antara satu dan tiga, maka air tersebut setengah tercemar.  Air bersih, indeks keragaman zoobentosnya besar dari tiga.  Staub et all.  dalam Wilhm (1975) menyatakan bahwa berdasarkan indeks keragaman zoobentos, kualitas air dapat dikelompokkan atas: tercemar berat (0<H'<1), setengah tercemar (1<H'<2), tercemar ringan (2<H'<3) dan tercemar sangat ringan (3<H<4,5).  Kisaran nilai H’ tersebut merupa-kan bagian dari penilaian kualitas air yang dilakukan secara terpadu dengan faktor fisika kimia air.  Sedangkan Lee et all. (1978) menyatakan bahwa nilai indeks keragaman (H) pada perairan tercemar berat, kecil dari satu (H<1), tercemar sedang (1,0 – 1,5), tercemar ringan (1,6 – 2,0), dan tidak tercemar H besar dari dua (H>2,0).

Untuk mendapatkan gambaran hubungan antara faktor fisika dan kimia dan struktur komunitas makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan analisis regresi.  Analisa lebih detail dapat dilakukan dengan “principle components analysis”.  Dari gambaran ini diharapkan dapat diungkapkan jenis-jenis makrozoobentos yang diduga dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan serta faktor fisika kimia apa saja yang terutama mempengaruhi keberadaan makrozoobentos di perairan tersebut. 

Diolah dari Heri Rizky. 2007. “Indikator Biologis”. Tangerang : PT. TKCM

Energi Nuklir ~Kebutuhan energi masa depan~

Kebutuhan akan energi merupakan sebuah isyu yang demikian mengemuka tidak hanya yang berkaitan dengan konsumsi energi untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, tetapi juga berkaitan dengan keterbatasan sumber daya alam (SDA) dan efek penggunaan SDA penghasil energi tersebut. Berbagai kebijakan dan terobosan telah dilakukan guna terjadinya keseimbangan antara supply dan demand masyarakat dunia akan energi, ketersediaan SDA yang dapat memproduksi energi dan minimasi dampak exploitasi SDA terhadap lingkungan.

Kebijakan yang diambil dalam memilih opsi penggunakan energi nuklir tidak hanya karena teknologi yang establish, komersial dan kompetitif secara market ekonomi, akan tetapi juga karena sudah menjadi sebuah kebijakan negara dan bahkan sudah menjadi sebuah kebijakan global tingkat dunia dalam penerapkannya. Oleh karena itu, pembangunan reaktor nuklir harus dikaji dari berbagai aspek dan multidisiplin ilmu. Image yang selama ini terbangun dari nuklir adalah identik dengan senjata dan peperangan, atau berhubungan dengan kecelakaan dan radiasi nuklir. Baca lebih lanjut