Prof.Dr.H. Ahmad Tafsir
Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN)
Allah berfirman di dalam al-Quran, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiyaa” : 107).
Maksud dari ayat ini adalah kedatangan Muhammad SAW yang membawa agama Islam kepada kita mestinya menjadi rahmat bagi seluruh alam. Ada orang yang mengaku lebih pintar mengatakan, bahwa seluruh alam maknanya seluruh manusia. Jadi kedatangan agama Islam itu harus menjadi rahmat bagi seluruh manusia. Tidak hanya bagi umat muslim saja, bahkan bagi orang-orang kafir. Di sinilah yang perlu kita perhatikan baik-baik.
Arti rahmat
Beberapa arti rahmat di antaranya : anugerah, faedah, manfaat, guna. Sehingga sampailah kita pada kesimpulan, bahwa agama Islam diturunkan Allah kepada kita karena ada manfaatnya, tidak menyusahkan , dan malah sebaliknya memudahkan (mengenakkan) kita. Dalam Islam kita mengenal Rukun Islam yang terdiri dari membaca dua kalimah syahadat,menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa, dan menunaikan ibadah haji. Jika kita membaca syahadat, apakah orang lain mendapatkan manfaatnya atau berguna bagi orang lain.
Jawabannya “tidak”, berarti ayat di atas belum terbukti. Kemudian setiap hari kita shalat, apakah yang didapatkan orang lain dari shalat itu “Pahala” hanya untuk kita yang melaksanakannya, “tidak” untuk orang lian. Zakat ada manfaatnya, tapi “tidak” untuk orang kafir, apalagi puasa, kita merasakan lapar sementara orang lain tidak mendapatkan apapun. Dan yang terakhir adalah haji, sama juga. Paling – paling oleh – oleh. Itupun hanya untuk orang-orang tertentu saja. Makanya, banyak yang “tidak senang” kepada Islam karena tidak ada gunanya, menurut sedikit uraian saya tadi. Tapi kita tidakberhenti sampai di sini karena Islam itu harus berguna bagi siapa saja menurut surat al-Anbiyaa”: 107 di atas. Islam seharusnya mulia (bersinar) tetapi malah sebaliknya terkutuk alibat “ulah” orang-orang tertentu seperti “Teroris” (bigitu orang barat menyebutnya). Karena itu kita kembali lagi kepada pembahasan diatas bahwa, buah dari pelaksanaan “5” rukun Islam ditambah dengan yang lainnya adalah akhlakul karimah.
Akhlakul karimah inilah yang mampu memberikan manfaat, memberikan guna atau memberikan faedah untuk semua orang. Sebagai contoh, jika di sebuah kampong yang penduduknya berakhlak baik meskipun orang-orangnya lupa menutup kunci pintu tapi mereka merasa aman karena tidak ada barang yang hilang atau dicuri. Tetapi jika sebaliknya (akhlak mereka jelek) maka akan membuat sulit, susah, bahkan kerugian bagi orang lain.
Menenteramkan
Islam sebagai rahmat dan akhlakul karimah ini ibarat pohon dengan buahnya. Kalau kita ambil bagian dari pohon tersebut misalkan akarnya, maka pohon tersebut akan mati. Berbeda jika kita mengambil buahnya, maka pohon tersebut akan tetaqp berbuah dan bermanfaat terus bagi orang lain. Akhlakul karimah itulah buah dari pengamalan Islam yang benar. Dengan akhlakul karimah ini jangan sampai kita “bertengkat” hanya karena perbedaan dalam masalah ibadah (khilafiyah) misalkan shalatnya tidak memakai “usholli “. Akhlak yang mulia inilah yang akan menenteramkan dunia. Sekarang ini Indonesia sedang mengalami “Krisis Kemanusiaan” dalam bahasa antropologi bukan krisis politik, hukum atau ekonomi. Hakekatnya adalah krisis akhlak. Imam al-Ghazali mejelaskan akhlak dengan beberapa tingkatan.
Tingkatan pertama (paling rendah) adalah selalau merasa dilihat Allah. Sampai disisni belum muncul akhlakul karimah. Barulah ketika merasa melihat Allah (tingkatan kedua) akan muncul akhlak tersebut dan tingkatan yang paling tinggi tatkala merasa bersatu dengan Allah, seseorang akan memiliki akhlak yang paling tinggi.
Dzikir jahar dan dzikir khofi kita lakukan dalam upaya untuk selalu mengingat Allah yang merupakan sebuah latihan untuk memunculkan akhlakul karimah karena selalu merasa dilihat Allah. Juga dengan berpuasa karena hal ini merupakan ibadah yang merupakan usaha untuk mencontoh sifat Tuhan seperti tidak makan dan minum, bersetubuh karena Allah pun tidak makan dan minum dan tidak beranak.
Adopted by : @_pararaja from www.unissula.ac.id