Pendidikan Pencegahan AIDS bagi Siswa Sekolah Menengah di Jawa Tengah

Soeharyo, Ismed, Taufiq, Henry S, Bambang, dan Hastaningsakti

Pusat Penelitian Kesehatan, Universitas Diponegoro 

AIDS (acquired immunodefficiency syndrome) merupakan suatu kumpulan tanda dan gejala yang disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat terinveksi oleh HIV (human immunodefficiency virus). Gawatnya AIDS menciptakan implikasi yang sangat luas, menjangkau hampir seluruh sendi kehidupan, khususnya dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, etis, dan bahkan politik. Titik berat program penanggulangan AIDS ialah upaya pencegahan. Berhubung vaksin untuk mencegah penularan AIDS belum juga ditemukan, satu-satunya upaya pencegahan yang berdampak positif ialah pendidikan dalam arti luas, tidak sekadar penyuluhan kesehatan tetapi juga pembentukan perilaku hidup sehat yang bertanggung jawab, termasuk perilaku seksual.

Untuk secepatnya memotong rantai penularan, pendidikan difokuskan pada sasaran primer, yaitu mereka yang berisiko tinggi. Dalam jangka panjang, sesungguhnya remaja merupakan sasaran primer strategis berikutnya. Meskipun sebagian besar remaja belum menjadi pelaku seks aktif, sekarang ini remaja cukup rawan terhadap penyalit menular seksual (PMS) termasuk AIDS. Hal ini mungkin, sebab secara hayati mereka siap dan ingin mengetahui tentang seks, sementara mereka kurang diberi informasi. Banyak persepsi yang salah mengenai cara penularan AIDS, misalnya lewat jabat tangan, gigitan nyamuk, tinggal serumah, atau kutukan Tuhan. Sebagian besar remaja berada di tingkat sekolah lanjutan, baik sekolah umum maupun kejuruan. Siswa pada umumnya setuju bila sekolah ikut berperan dalam upaya mencegah meluasnya penyakit AIDS melalui program pendidikan pencegahan. Dengan demikian tujuan kajian ini ialah memperoleh informasi tentang perilaku siswa terhadap AIDS, yang kemudian digunakan sebagai bahan ajar untuk program pencegahan AIDS pada siswa sekolah lanjutan di Jawa Tengah dan umumnya di Indonesia.

Agar siswa sekolah lanjutan memiliki kepedulian, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik terhadap AIDS sehingga mereka dapat terhindar dari infeksi HIV, salah satu cara ialah menyusun buku Pedoman Pencegahan AIDS yang dapat digunakan oleh guru dan murid. Buku tersebut berfungsi sebagai pegangan, meskipun masih banyak faktor yang mempengaruhi infeksi HIV di masyarakat. Buku disusun berdasarkan kajian pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa terhadap AIDS, yang menunjukkan bahwa perilaku umum siswa tidak jauh berbeda dengan remaja lain. Pengetahuan responden mengenai cara penularan AIDS sangat beragam, tetapi sebagian besar siswa (83.3%) sudah mengetahui bahwa cara penularan terbanyak ialah lewat hubungan seksual. Cara penularan lewat kegiatan sosial sudah baik, tetapi masih saja ada persepsi salah mengenai kegiatan sosial yang dimaksud, misalnya lewat jabat tangan, tinggal bersama serumah mampu menularkan (25.9%), lewat kolam renang (16.9%), air ludah (15.3%). Sikap responden terhadap keberadaan penderita AIDS atau pengidap HIV beragam; ada yang menolak dan ada juga yang masih menerima, misalnya ada yang menyatakan tidak boleh ikut bermain (42.5%), tidak boleh merawat teman yang terkena AIDS (32.4%). Mata ajaran pencegahan AIDS diinginkan oleh banyak siswa (88.7%). Saran dari siswa ialah digalakkannya pendidikan kesehatan remaja, cara mencegah PMS dan AID agar siswa mengetahui secara pasti perkembangan pengetahuan penyakit tersebut dan mengetahui dengan pasti cara penularannya.

Dengan alasan yang dikemukakan tadi, perlu dilakukan 3 kegiatan. Kegiatan pertama ialah pelatihan dan lokakarya guru mengenai pendidikan pencegahan AIDS untuk anak sekolah. Materi yang diberikan antara lain masalah kesehatan remaja, epidemiologi AIDS, pengenalan keluhan dan gejala AIDS, dan program pencegahan AIDS. Kegiatan kedua ialah pendidikan pencegahan AIDS oleh guru di sekolah dengan berbagai bentuk penyampaian, yaitu dengan menyisipkan materi dalam mata ajaran atau sistem paket. Kegiatan ketiga ialah evaluasi setelah diberi intervensi program pendidiikan, baik terhadap guru maupun siswa terpilih. Guru yang mengikuti pentaloka program pendidikan pencegahan AIDS diikut-sertakan dalam evaluasi, dengan cara evaluasi kualitatif (diskusi) dan evaluasi kuantitatif (mengisi kuesioner).

Mengenai buku pedoman, pada umumnya guru berpendapat bahwa isinya secara keseluruhan cukup baik, tetapi bab epidemiologi perlu diganti menjadi penularan penyakit. Ilustrasi berupa gambar perlu dibenahi. Pedoman sebaiknya tidak difotokopi, tetapi dicetak untuk meningkatkan mutu tampilannya. Buku pedoman yang diberikan oleh tim peneliti umumnya (98.5%) masih disimpan dan dimanfaatkan juga untuk keperluan penyuluhan lain di luar siswa. Menurut guru mengenai pelaksanaan program pendidikan AIDS, perhatian  murid sangat baik meskipun banyak yang tersipu malu, terutama murid sekolah lanjutan tingkat pertama. Para guru juga menyarankan agar program pendidikan pencegahan AIDS selekasnya dilaksanakan untuk semua siswa sekolah lanjutan. Hasil evaluasi terhadap guru dan murid menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara siswa yang diintervensi (n = 640) dan yang tidak diintervensi (n = 607), dengan nilai p < 0.00001.

Adopted by : @_pararaja from Hibah Bersaing II

 

MENGENAL KIMIA ZAT WARNA (COLORANT)

Oleh : Arifin_pararaja

 

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi elektromagnetik berkisar antara 380-780 nanometer.  Radiasi yang tersebar secara merata akan tampak sebagai cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna – warna spektrum bias dengan adanya penyaringan oleh prisma atau kisi – kisi pelontaran (difraction grating) yang dipersepsikan sebagai sinar cosmik/foton (lembayung, indigo, biru, hijau, kuning, jingga, merah).

The colors of the visible light spectrum

color

wavelength interval

frequency interval

red

~ 625–740 nm

~ 480–405 THz

orange

~ 590–625 nm

~ 510–480 THz

yellow

~ 565–590 nm

~ 530–510 THz

green

~ 500–565 nm

~ 600–530 THz

cyan

~ 485–500 nm

~ 620–600 THz

blue

~ 440–485 nm

~ 680–620 THz

violet

~ 380–440 nm

~ 790–680 THz

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. : Spektrum warna

Hubungan antara warna yang terserap dengan warna tampak dijelaskan secara rinci oleh Mohler yang dapat disimpulkan bahwa tiap – tiap warna terletak pada daerah panjang gelombang yang sempit, dimana pasangan dari warna terserap dan warna tampak panjang gelombang yang sama atau disebut warna pelengkap/ komplementer atau warna pengurangan/ subtraksi.

Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks (dari) respon faali maupun psikologis terhadap panjang gelombang tampak, yang jatuh pada retina (selaput jala) mata. Penginderaan warna ditimbulkan oleh pelbagai proses fisis. Hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna. Sementara putih dianggap sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Jika panjang gelombang dengan rentang (range) sempit jatuh pada retina akan diamati warna – warna individu.

 Hubungan antara penyerapan cahaya dengan panjang gelombang dikemukakan dengan menggabungkan hukum Lambert dan Hukum Beer yang didukung oleh aturan Kubelka-Munk. Berkebalikan dengan teori warna, di dalam teori pigmen sensasi putih dianggap sebagai absennya seluruh pigmen.

 Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna brewster. Lingkaran warna brewster mampu menjelaskan teori kontras warna (komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad.

Pada tahun 1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas  zat warna tersusun dari hidrokarbon tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan  zat aditif (migration, levelling, wetting agent, dsb) .

Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya (benzene, toluene, xilena, naftalena, antrasena, dsb.), Fenol dan derivatifnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen (piridina, kinolina, korbazolum, dsb).

Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi Chromopores (Yunani :chroma “warna”; phoros, “mengemban”) yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi p ® p dan n ® p (teori eksitasi transisi elektron). Khromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal daari radikal kimia, seperti ; Kelompok nitroso : -NO, Kelompok nitro : -NO2, Kelompok azo : -N=N, Kelompok ethyline : >C=C<, Kelompok carbonyl : >C=O, Kelompok carbon – nitrogen : >C=NH dan –CH=N-, Kelompok belerang : >C=S dan ->C-S-S-C<. Macam – macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang bergabung dengan senyawa lain membentuk Hydrokarbon  dimethyl fulvene.

Auxochrome, (Yunani ; auxanein, “meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat menjalani transisi p ® p tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Auksokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya kerja khromofor sehingga optimal dalam pengikatan. Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, -NH Me, – N Me2 seperti –+NMe2Cl, golongan anion yaitu SO3H-, -OH, -COOH, seperti –O; -SO3, dsb. Auxochrome juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: -COOH atau –SO3H. dapat juga berupa kelompok pembentuk garam: – NH2 atau –OH. Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih. Penggolongan zar warna dapat dikatagorikan bermacam – macam menurut parameter yang dijadikan rujukan, sebagai contoh penggolongan zat warna berdasarkan cara diperolehnya, yaitu:

·         Zat warna alam

Zat warna yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, misalnya; Nila (indigo) : warna biru, kulit batang jeruk : warna kuning, ketapang : warna coklat kehitaman, dan sebagainya. Zat warna dari binatang, misalnya; lendir kerang : warna merah, caro : merah tua, dan sebagainya. Zat warna dari mineral, misalnya; Fe : warna coklat, Mn : warna merah, Cr : warna hitam, dan sebagainya.

·         Zat warna buatan

Suatu zat warna yang dibuat oleh manusia, baik semi sintetik maupun full sintetik, misalnya zat warna asam, basa, direct, naftol, dan sebagainya.

 Selain zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan sintetik, Van Croft membaginya berdasarkan pemakainnya, misalnya :

·         Zat warna subtantif yaitu Warna yang langsung dapat mewarnai serat.

·         Zat warna reaktif yaitu warna yang memerlukan obat bantu pokok supaya dapat mewarnai serat.

Hennek membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya yaitu :

·         Zat warna monogenetik, apabila memberikan hanya saru warna.

·         Zat warna Poligenetik, apabila memberikan beberapa jenis warna.

Tetapi penggolongan yang umum adalah berdasrkan konstitusinya yaitu “Color Index” volume 3, atau berdasarkan bentuk kimia zat warna. Penggolongan lain yang penting pula terutama bagi pencelupan adalah pembagian menurut cara pemakaiannya.

Zat warna juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam. Zat warna yang diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigment (tahun 1935 mulai dikenal pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa contoh warna pigment yang berasal dari senyawa anorganik dan mineral alam adalah sebagai berikut : Warna putih : Titanium dioksida, Seng oksida, Seng sulfit, Timbal sulfide. Warna merah : Besi oksida, Kadmium merah, Timbal merah, Toners & lak. Warna hitam : Graphite, Carbon black, Lengas lampu, Magnetite black. Warna biru : Ultramine, Cobalt biru, Besi biru, Tembaga Pthalocyanine. Warna kuning : Seng kromat, Ferit kuning, Kadmium liyhopone, Ocher. Warna metalik : Aluminium, Debu seng, Serbuk Tembaga. Sedangkan pigmen dari senyawa organik misalnya ftalosianina, monoazo, diazo, antrakuinon, tioindigo, dan sebagainya.

 

Soul of Water by @_pararaja

APLIKASI TEKNIK NUKLIR DALAM HIDROLOGI

Pemanfaatan teknik nuklir di masa sekarang ini telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang oleh masyarakat Indonesia. Dalam bidang hidrologi teknik nuklir (teknik perunut radioisotop) saat ini sudah dapat memecahkan berbagai masalah, yaitu:

1.      Penentuan gerakan sedimen di pelabuhan dan daerah pantai, yaitu untuk studi efisiensi pengerukan dan untuk perencanaan pembangunan pelabuhan baru.

2.      Untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, teknik perunut dapat melacak zat pencemar

3.      Menemukan kebocoran dam atau bendungan

4.      Menentukan arah gerakan air tanah

5.      Studi hubungan antar sumur-sumur minyak untuk mengetahui karakteristik aliran cairan di sekitar sumur minyak

6.      Menentukan debit air sungai

7.      Studi geothermal

8.      Teknik gauging

Penentuan Gerakan Sedimen di Pelabuhan dan Daerah Pantai

Pendangkalan pelabuhan dan alur pelayaran yang menyangkut kelangsungan pelayaran perhubungan laut merupakan masalah yang cukup serius. Pergerakan dan pengendapan lumpur tnah ini merupakan peristiwa alam, oleh karena itu tidak dapat dihentikan, namun hanya diusahakan mengurangi dampaknya terhadap alur dan kolam pelabuhan. Terjadinya pendangkalan alur pelabuhan dan kolam pelabuhan, mengakibatkan kapal-kapal besar tidak dapat merapat ke dermaga, sehingga bongkar muat barang akan terganggu, sedangkan untuk mengeruk lumpur itu membutuhkan biaya yang cukup besar.

Salah satu usaha untuk memperkecil kecepatan terjadinya pendangkalan (endapan lumpur) adalah dengan cara mengetahui dari mana asal dan kemana arah gerakan sedimen tersebut. Untuk estimasi laju pendangkalan alur pelabuhan dapat diterapkan teknik nuklir dengan menggunakan teknik perunut radioisotop. Radioisotop yang digunakan berupa pasir tiruan, bentuk dan ukurannya menyerupai pasir yang terdapat pada pelabuhan yang akan diteliti. Radioisotop yang sering digunakan adalah Iridium-192, Aurum-198, dan Scandium-46.

Setelah radioisotop diinjeksikan ke dasar laut, kemudian radiasi yang dipancarkan dilacak dengan detektor dan responnya akan dicatat dengan mesin pencatat radiasi (recorder). Pemantauan terhadap radioisotop yang dilepas ke dasar laut dilakukan beberapa kali dengan jangka waktu tertentu. Dari hasil pemantauan itu secara kumulatif dapat ditentukan arah gerakan sedimen, tebal lapisan sedimen, dan kecepatan rata-rata lapisan sedimen. Data yang diperoleh ini dapat pula digunakan untuk menentukan pembangunan pelabuhan baru yang sesuai dan tidak memerlukan biaya pengerukan yang tinggi.

Mendeteksi Zat Pencemar Dalam Air

Zat pencemar ditandai dengan radioisotop kemudian melepaskannya di tempat yang diperkirakan asal pencemaran, maka pengamatan gerakan zat pencemar itu dapat dilakukan secara terus menerus. Hal ini dapat dipakai untuk menentukan lokasi pembuangan yang cocok, tidak mencemari daerah yang penting dan dapat digunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk kawasan wisata, daerah hunian, dan lain-lain.

Teknik perunut radioisotop ini berguna untuk mengetahui asal pencemaran pada suatu daerah, apakah berasal dari buangan industri atau buangan rumah tangga. Teknik perunut radioisotop untuk pencemarn lingkungan ini biasanya menggunakan radioisotop buatan yang dibuat di reaktor nuklir.

Menentukan Kebocoran Dam atau Bendungan

Teknik perunut radioisotop juga telah dimanfaatkan untuk menentukan kebocoran/rembesan dan (bendungan). Radioisotop yang digunakan sebagai perunut harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain: tidak berbahaya bagi manusia atau mahkluk hidup lain di sekelilingnya, aktivitasnya rendah, waktu paronya pendek, larut dalam air, tidak diserap oleh tanah atau tubuh bendungan/dam dan oleh tumbuhan. Radioisotop dilepaskan pada tempat tertentu di reservoir (air dam) yang diperkirakan sebagai tempat terjadinya rembesan/bocoran pada dam/bendungan. Apabila terjadi kebocoran pada bendungan tersebut, maka air yang telah diinjeksi/dilepas, radioisotop akan masuk mengikuti arah bocoran. Dengan mengikuti/mencacah air yang keluar dari mata air, sumur-sumur pengamat yang terdapat di daerah downstream, maka akan dapat diketahui adanya bocoran/rembesan dan arah dari rembesan dam tersebut.

Mengetahui Gerakan Air Tanah

Air tanah selalu bergerak sesuai dengan kondisi geologinya. Data gerakan air tanah di suatu daerah sangat berguna untuk pembangunan bendungan, pembangunan instalasi pengolahan limbah dan lain-lain. Untuk mengetahui gerakan air tanah digunakan metode sumur banyak (multiwell technique). Perunut radioisotop diinjeksikan ke dalam sumur yang berada di tengah dan pada lubang bor yang lain di sekelilingnya, selanjutnya dilakukan pemantauan dengan detektor radioaktif. Arah gerakan air tanah dapat ditentukan dengan mengetahui adanya radioaktif pada sumur-sumur bor tersebut. Disamping untuk mengetahui arah gerakan air tanah, teknik perunut radioisotop ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan air tanah, permeabilitas dan besaran air tanah lainnya.

Mengetahui Karakterisktik Aliran Cairan di Sumur Minyak

Perunut radioisotop dapat juga digunakan untuk studi hubungan antar sumur-sumur minyak untuk mengetahui karakterisktik aliran cairan di sekitar sumur minyak tersebut. Evaluasi yang akurat tentang karakteristik reservoir minyak pada proyek Enchanced Oil Recovery, dengan metoda penekanan air menggunakan perunut radioisotop yang injeksikan ke dalam lubang sumur, kemudian dipantau di setiap sumur-sumur minyak yang ada. Hasil lain yang diperoleh berupa data gerakan cairan minyak dan waktu transit antara sumur injeksi dengan sumur produksi.

Pengukuran Debit Air Sungai

Penggunaan metoda perunut radioisotop untuk mengukur debit air sungai terbukti lebih sederhana dibandingkan metoda dengan alat ukur arus (Current Meter). Keunggulan metode perunut radioisotop adalah pengukurannya yang lebih cepat dan dalam keadaan sungai banjir pengukuran tetap dapat dilaksanakan. Dasar metoda perunut radioisotop adalah pengenceran perunut. Perunut radioisotop dalam jumlah yang tidak membahayakan dilepaskan di bagian hulu sungai, kemudian dipantau konsentrasinya di bagian hilir. Perubahan konsentrasi yang diakibatkan oleh aliran (debit) sungai dapat diketahui dari perubahan intensitas pancaran radioisotop yang diukur langsung di dalam aliran air sungai itu.

Melakukan Studi Geothermal

Pemanfaatan sumber panas bumi untuk keperluan tenaga listrik di negara kita sudah mulai dikembangkan, contoh Pembangkit Listrik Geothermal Kamojang. Pemanfaatan teknologi nuklir khususnya teknik perunut radioisotop telah membantu menentukan suhu sumber panas dan jumlah cadangan panas dengan jalan menentukan komposisi isotop alam yang dikandung oleh sumber panas tersebut

Teknik Gauging

Selain dengan teknik perunut radioisotop, dikenal pula teknik gauging. Dalam teknik ini radioisotop digunakan sebagai sumber tertutup. Efek radiasi terhadap sistem dapat mengetahui keadaan sistem tersebut. Penggunaan teknik gauging ini antara lain untuk mengukur kandungan air dalam tanah, kepadatan tanah, aspal, dan beton. Teknik ini sangat luas pemakaiannya dalam taknik sipil antara lain pondasi bangunan, jalan raya, pembuatan tanggul, dan lain-lain.

Adopted by : @_pararaja